Mohon tunggu...
Ogie Urvil
Ogie Urvil Mohon Tunggu... Wiraswasta - CreativePreneur, Lecturer

Orang biasa yang banyak keponya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pahat Diri

14 Agustus 2023   16:37 Diperbarui: 14 Agustus 2023   16:55 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah suatu ketika, seseorang bertanya pada Michaelangelo, kok bisa sih bikin patung kayu mahakarya yang bagus sekali, gimana caranya ?. Sang maestro pun menjawab: “Patung itu sudah ada di dalamnya koq, saya hanya membantu membuang bagian-bagian yang tidak perlu dari bongkahan kayu yang digunakan.”

Mantep banget nih jawaban dari si maestro. Maknanya bisa dalem pula. Bisa dikaitkan dengan ilmu untuk mencapai keberhasilan. Manusia pada awalnya ibarat sebuah bongkahan kayu yang belum jadi. Yang entah kapan nantinya, bisa akan tetap menjadi sebuah bongkahan kayu, atau akan menjadi sebuah karya ukiran / patung / bentuk lain yang lebih bernilai harganya. Loh, koq enak aja main ngomong manusia itu semua sama kayak bongkahan kayu yang sama ?.

Ada beberapa pernyataan orang-orang besar yang memang menganggap pada hakikatnya, semua manusia itu sama. Seperti Confucius misalnya, ia pernah menyatakan, semua manusia itu sama, yang membedakan antar mereka adalah kebiasaannya. Paul G. Stolt sebagai salah satu penggagas ide Adversity Quotient (AQ) juga beranggapan pada dasarnya semua manusia sama, karena kita semua kurang lebihnya menghadapi masalah-masalah yang sama, dan yang membedakan adalah cara-cara kita dalam merespon masalah tersebut.

Dari paragraf di atas, bisa dimaknakan, semua manusia pada dasarnya sama. Nah, terkait dengan pernyataan si Michaelangelo, semua manusia bisa dikatakan PADA MULANYA adalah sebuah bongkahan kayu yang sama. Mereka yang bisa naik kelas menjadi bernilai tinggi atau berhasil, adalah manusia yang bisa “memahat” dirinya sendiri dengan membuang bagian-bagian yang tidak perlu (atau bisa merugikan). Jika hidup ini adalah perjalanan untuk terus ‘naik’, sangatlah wajar bila mengurangi beban menjadi salah satu keharusan yang mesti dipenuhi.

Pernyataan Michaelangelo tersebut juga bisa ditafsirkan: sebetulnya sebuah mahakarya itu sudah, dan selalu ada di dalam setiap diri masing-masing manusia. Karena Tuhan kan Maha Adil, mosok sih Tuhan hanya memberikan ‘keunikan’ pada sejumlah orang saja ?. Pendek kata, kesempatan atau peluang untuk meraih keberhasilan sudah 'dibagikan' kepada semua orang.

Dan untuk menjadi berhasil, sebagaimana sudah banyak contohnya, seseorang perlu untuk ‘memahat’ bagian-bagian yang tidak perlu itu, seperti: membuang pesimistis, ketakutan yang tidak beralasan, rasa takut salah, mindset yang ambigu, rasa malas, ketidak disiplinan, dan hal-hal negatif lain yang ada di dalam diri. Memahat diri sendiri memang tidak mudah, perlu upaya yang keras, dan seringkali menyakitkan. Sesuai dengan ucapan seorang vokalis band legendaris The Beatles:


“Genius is Pain” - John Lennon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun