Mohon tunggu...
Satriani Mulyadi
Satriani Mulyadi Mohon Tunggu... -

Pemikat Penulis\r\nLagi jadi Wartawan Kampus\r\nJuga kejar S1 Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kakek, Bung Karno, dan Jokowi

15 Maret 2014   07:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1394820178682077870

[caption id="attachment_315730" align="alignright" width="300" caption="Foto: Agah Permadi"][/caption]

Akhirnya Jokowi mendeklarasikan diri menjadi calon presiden (Capres) Indonesia melalui PDI-P. Selamat kepada para simpatisan Jokowi. Tapi ini bukan tentang partai, ini tentang seorang kakek pendukung setia Megawati Soekarno Putri. Tentang seorang kakek yang menatap jauh kedepan, berharap negeri ini dipimpin oleh jelmaan-jelmaan Bung Karno. Lantaran Ibu Mega memiliki nama Bung Karno dibelakangnya, maka ia menyenangi wanita itu.

Kakek saya adalah seorang petani seumur hidupnya, sampai saat ini. Lahir di desa yang luasnya tak seberapa. Tangkoli nama desa itu. Di tanah Tangkoli lah ia berani mengatakan bahwa dirinya pendukung Megawati, hanya dia yang berbeda saat itu. Mungkin banyak orang tak peduli atau mungkin menertawainya. Sebab kira-kira lebih dari 15 tahun lalu, ketika hanya ada tiga partai yang boleh dipilih (saya pikir semua tahu tiga partai itu), hampir 99 persen wajib memilih salah satu partai saja. Sebab lagi, pilihan wajib itu akibat doktrin orde baru.

Saya sudah lama tak berjumpa dengan kakek. Dengar-dengar, semenjak DKI Jakarta punya gubernur baru, Kakek suka menonton berita, berita tentang Jokowi. Sore pulang dari sawahnya, sehabis shalat magrib Sang Petani ini bakalan menongkrongi televisi untuk menonton berita. Saya curiga, cita-citanya melihat negeri ini membaik masih kokoh tak dimakan usia. Usianya kira-kira 70 hampir 80-an

Saya masih ingat, beliau menderu-debu bercerita tentang perjuangan melawan nippon (Jepang). Dahulu pemuda-pemuda desa ikut berperang, ceritanya padaku. “Kita (dia dan kawan-kawannya) bangga jadi hansip (pertahanan sipil) karena membela negeri,” begitulah kira-kira katanya.

Saya bukan pencinta atau penggemar salah satu partai. Tapi saya baru sadar, penggemar Bu Mega dan partai merah itu betul-betul menyukai Bung Karno beserta jejak-jejaknya. Mungkin karena ia merasa Jokowi adalah kader dari Bung Karno lewat Bu Mega sehingga ia menyenangi gubernur DKI Jakarta itu. Kakekku mencintai cita-cita Bung Karno untuk membangun negeri ini. Dan saya sangat menyadari, betapa kaya nasionalisme pemuda-pemuda dulu. Saya penggemar kakekku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun