Mohon tunggu...
Oga Purba
Oga Purba Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Setiap kuasa memberi makna pada kehidupan dan karena setiap kata punya kuasa, maka aku akan berkata-kata untuk memberi makna pada kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adjust Your Standard

30 Desember 2012   14:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:47 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Desember adalah masa yang penuh dengan petasan dan dentuman meriam atau benda apapun yang bisa menghasilkan suara yang memekakkan telinga. Mungkin karena menjelang natal dan tahun baru. Namun sampai sekarang saya tak menemukan korelasi positifnya.

Pada awal bulan, anak-anak depan rumah dan hampir satu kota Kuala Kencana, Papua, memainkan petasan cabe yang bentuknya memang kecil seukuran cabe. Suaranya  lumayan annoying walau dibanding petasan jumbo yanglain masih kalah jauh. Saya dan istri sangat kesal dan merasa terganggu dengan bunyi-bunyian yang tak biasa terdengar pada bulan-bulan sebelumnya. Sering kali istri saya terkejut dan mengerutu karenanya. Terkadang saya ingin melaporkan ke pihak security agar menghentikan mainan anak-anak yang mengganggu ketentraman ini, tapi selalu urung dilakukan karena tidak ingin mencari masalah dengan orang lain toh orang tua sianak pun tak melarang, jangan-jangan orang tuanya senang dan mungkin bangga. Akhirnya yang kita lakukan adalah berdoa (tak serius) biar petasan yang mereka mainkan meledak di tangan mereka lalu jera dan berhenti bermain. Istri dan saya sangat kesal dan terganggu dengan suara petasan kecil ini.

Namun karena doanya tidak serius, anak-anak pun selamat dari ledakan petasan di tangan dan seiring waktu ukuran petasan yang mereka mainkan pun semakin membesar untuk mendapatkan suara yang lebih besar juga. Hingga di penghujung Desember ini mereka sudah memainkan meriam super canon yang terbuat dari pipa di cor ( sepertinya) sehingga suaranya menggelegar  seperti suara ledakan bom Bali (Kata teman kantorku yang kebetulan orang Bali). Pada awalnya kita sangat terganggu. Bagaimana tidak suaranya mampu mengetarkan kaca jendela. suer...Akhirnya saya telepon pihak security dan mereka berjanji untuk menyuruh para remaja (sekarang bukan anak-anak saja yang main) untuk menghentikannya. Berhasil setengah hari saja. Namun mereka lanjut lagi. Setiap sore hingga tengah malam suara meriam semakin ramai dan semakin kencang. Suara petasan cabe juga masih sering terdengar namun kami sudah tak terganggu oleh suaranya.Malah menyepelekan suaranya yang sekarang bagai kentut nenek tua  bila dibandingkan dentuman meriam super canon.

Malam ini bunyi meriam masih terdengar bersahut-sahutan, kadang rentetan. Namun kami juga sudah  mulai terbiasa, memaklumi dan menerima. Sesekali saya bahkan keluar rumah untuk melihat mereka mempersiapkan tembakan demi tembakan untuk menghasilkan dentuman yang membuat tentara belanda dulu ketakutan mengira para kakek buyut kita benar-benar memiliki meriam pembom yang  ternyata hanya meriam bambu. Kini standard saya dan istri pun bergeser. Bila dulu kami kesal, terganggu dan protes dengan suara berisik petasan yang kecil, sekarang kami menerima dan memaklumi bunyi meriam yang sangat besar. Mungkin lama-lama kami akan mengaguminya dan ikut memeriahkannya.

So...untuk apa saya ceritakan ini? Tentulah bukan untuk sharing informasi saja. Namun saya mau memberi analogi begini jugalah pergeseran standard kita terhadap hal-hal buruk di luar sana maupun di dalam diri kita. Awalnya kita memandang najis, bahkan memikirkannya pun sudah terasa hina...Namun seiring perputaran waktu kita mulai memaklumi. Awal dari perubahan sikap kita selalu dimulai dengan memaklumi, lalu menerima dan akhirnya memeriahkan. Sebagai contoh kecil saja  misalnya betapa kita benci dengan namanya terlambat. Kita sering sebel dengan orang lain yang terlambat. Namun seiring waktu kita memaklumi dengan memberi dia  cap si "tukang terlambat". Eh lama-lama kita pun terlambat juga, walau tak sesering dia. Itu menjadi pembelaan kita. Atau contoh lain misalnya bahwa kita tidak suka dengan kemalasan dan penundaan...loh..koq lama-lama kita koq berada dalam lingkarannya..

Sekarang mari coba renungkan standard Anda yang sudah bergeser. Kalau semakin baik tentu tidak masalah tetapi jika semakin mundur dan buruk tentulah patut Anda investigasi. Mungkin standard Anda sudah menyimpang jauh dari standard awal Anda. Mumpung akhir tahun masih ada hingga esok, adjust kembali standard Anda ke batas toleransi yang Anda tentukan sehingga tahun depan Anda kembali normal dan tak menyimpang jauh. Selamat menyongsong tahun baru. Salam dari tanah Papua.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun