Hari menjelang larut malam disebuah mall dibilangan Bintaro, dimana traffick customer sudah mulai berkurang dbanding jam sebelumnya. Saya temukan istri saya sedang menghapus air matanya dengan wajah haru. Terkejut menyangka terjadi sesuatu, saya bertanya apa gerangan yang dialami oleh istriku sesaat sebelum saya tiba dari belanja sesuatu disebuah gerai. Saya biarkan beberapa jenak istri saya menenangkan diri sampai akhirnya dengan lirih dia bercerita.
Saat menunggu saya belanja tadi, istri saya menanti dibangku tunggu customer diarea tengah mall. Tanpa disadari dia melihat seorang anak perempuan kecil seusia anak SD yang dia perkiraakan kelas 5, tengah duduk disebelahnya sambil menggoyang kaki sambil memperhatikan setiap orang yang lewat dengan mata yang  nanar.Â
Sesaat setalah terjadi kontak mata sambil saling memberi senyum, sang anak mulai perlahan-lahan beringsut mendekati istriku. Setelah jarak mereka cukup dekat, dengan gugup dia bertanya kepada istriku "Mau beli kue saya bu ?". Istriku terkejut dan sontak kembali bertanya "Kue apa dek ?". Perlahan seolah takut ketahuan oleh security mall, sang anak perempuan mengangsurkan plastik kecil yang dibawanya seraya menunjukkan beberapa kue jajanan pasar yang berada didalamnya. "Kue saya belum habis bu, jadi saya belum bisa pulang naik kereta. Ini kue buatan ibu saya, saya bantu-bantu beliau jualan sore ini, tapi karena hujan, kue saya belum habis. Kalau ibu beli kue ini, saya baru bisa pulang naik kereta bu" ujarnya dengan suara separo berbisik kepada istri saya.Â
Tanpa disadari air mata istri saya langsung mengalir mendengar cerita sang anak, dan tanpa pikir panjang langsung memberikan sejumlah uang tanpa menanyakan lagi harga kue nya. Sang anak nampak ragu namun gembira, diapun mengucapkan terimakasih sambil mengucapkan salam kepada istri saya dan langsung melangkah riang meninggakkan istri saya yang masih merasa masygul dengan peristiwa interaksi barusan. Lamat-lamat istri saya masing mendengar sang anak berkata "Terimakasih banyak bu sudah membeli kue saya, saya sekarang bisa pulang naik kereta" seraya berlalu setengah berlari menuju arah luar mall. Â
Mendengar cerita tersebut sayapun merasa terharu dan menanyakan kemana arah perginya sang anak perempuan, karena istri saya merasa bahwa dia mestinya memberi tambahan uang kepada sang anak. Namun setelah kami cari diluar mall, kami tidak lagi menemukan keberadaan sang anak perempuan. Masih merasa masygul, istri saya baru sadar untuk memeriksa kue yang diberikan oleh anak perempuan tadi dan ternyata kondisi kue masih segar dan bersih. Akhirnya kamipun pulang dan membagikan kue tersebut kepada teman security yang bertugas diperumahan kami, sebab istriku tidak sampai hati memakan kue yang dibelinya dengan rasa haru-biru tadi.
Dalam renungan menjelang tidur, saya coba menganalisa peristiwa yang ditemui istri saya malam itu. Dan saya mengambil kesimpulan pribadi bahwa sang anak perempuan penjual kue adalah seorang anak yang "tangguh" hatinya. Bukan perkara mudah bagi hati yang rapuh untuk berani berjualan kue kepada orang yang tidak dikenal didalam sebuah mall dengan resiko dia bisa diusir oleh team security mall, atau ditolak oleh orang yang dia tawarkan kue sebab ada bebera orang yang mungkin kurang empati.Â
Liar pikiran saya membayangkan betapa keras kehidupan yang dijalani sang anak sementara anak-anak lain tanpa alasan yang jelas malah membuang-buang makanan karena merasa tidak harus mencari uang dengan usaha mereka. Sulit memang mencari keadilan selama kita berada diatas dunia, namun setidaknya saya dan istri merasa bersyukur karena yang Maha Kuasa kadang menguji kita dengan mengirimkan kondisi yang 'unik' untuk segera kita sikapi dengan Positif.Â
Selamat berjuang nak, semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rezeki yang baik atas keberanian dan usahamu dimanapun engkau berada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H