Kemunduran Ridwan Kamil dari pertarungan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 menjadi pembicaraan hangat sejumlah kalangan. Keputusan Ridwan Kamil ini mengejutkan karena Ridwan Kamil dianggap sebagai penantang kuat bagi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) gubernur petahana.
Ridwan Kamil dianggap sukses memimpin Kota Bandung selama hampir tiga tahun masa kepemimpinannya. Seperti pemberian kredit usaha bagi 7000 warga miskin tanpa bunga dan agunan, pengangguran terbuka yang turun dari 10,9 persen menjadi 8 persen, indeks kebahagian warga bandung pun naik menjadi 70,6 di tahun 2015.
Ridwan Kamil juga menghantarkan Kota Bandung meraih Penghargaan Akuntabilitas Kinerja Terbaik Nasional Tahun 2015 dengan predikat A (memuaskan) atau setara nilai 80,22 dari Kemeterian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Prestasi ini menjadi berarti karena diraih setelah dua tahun Kota bandung secara konsisten melaksanakan refomasi birokrasi di semua lini, hasil kinerja ini pun melonjak dari 400-an menjadi peringkat satu nasional.
Survey yang dilakukan Populi Center menempatkan Ridwan Kamil di posisi kedua dengan hasil 25,5 persen, sedangan gubernur petahana Ahok dengan hasil 59 persen. Survey lainnya juga demikian, hasil survey Cyrus Network Ridwan Kamil hanya terpaut 5 persen dengan Ahok dimana Ridwan Kamil 38,6 persen dan Ahok 42,5 persen
Survey Cyrus Network ini menjelaskan jarak antara Ridwan Kamil dan Ahok sangat tipis. Dengan hasil survey ini, Ridwan Kamil yang meraih 38,6 persen suara merupakan capaian yang cukup baik. Terlebih Ridwan Kamil belum berkampanye mengenalkan dirinya.
Survey ini juga menggambarkan terjadi penurunan dukungan terhadap Ahok disebabkan karena kinerja dan kebiasan dirinya yang terus menerus mengecewakan publik. Cyrus Network menilai faktor komunikasi dengan bawahan menempati angka tertinggi mengapa Ahok tidak disukai oleh Warga DKI, yaitu di angka 50,2 persen, komunikasi dengan DPRD 49,5 persen, frekuensi berkunjung ke masyarakat 48,8 persen dan manajemen emosi 46 persen.
Ahok juga dikenal sebagai gubernur tempramen dan kerapkali mengeluarkan kata kasar yang ini sangat bertentangan dengan budaya masyarakat Indonesia yang santun dan menghargai sesama. Sikap seperti ini menjadi kontradiktif bila dibandingkan dengan Ridwan Kamil.
Sebaliknya gaya kepemimpinan Ridwan Kamil dikenal humanis, santun, dan merakyat. Sewaktu Ridwan Kamil menggusur kawasan kumuh perkotaan contohnya, Ridwan Kamil mengedepankan komunikasi dengan warga setempat. Sehingga konflik sosial yang biasa mewarnai relokasi tidak terjadi.
Sangat berbeda dengan gaya Ahok dalam menggusur kawasan Kampung Pulo dan Kalijodo yang mengarah pada konflik sosial. Dengan hal ini, warga Jakarta membanding-bandingkan Ahok dan Ridwan Kamil dari sisi kinerja dan sikap kepemimpinannya.
Dari catatan berbagai Pilkada, seorang kepala daerah yang memiliki masalah terhadap kepemimpinan dan integritas lebih mudah dikalahkan. Seperti contoh ialah di tahun 2008 saat pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf yang menumbangkan gubernur petahana Danny Setiawan yang saat itu terlibat masalah hukum pengadaan mobil pemadam kebakaran yang merugikan negara sekitar Rp 50 Milyar.
Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta diduga terlibat masalah hukum dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Berdasarkan audit BPK, Ahok diduga melakukan korupsi dalam pembelian Rumah Sakit ini yang merugikan negara sebesar Rp. 191 Milyar.