"A culture is like an immune system. It operates through the laws of systems, just like a body. If a body has an infection, the immune system deals with it. Similarly, a group enforces its norms, either actively or passively" (Henry Cloud)
Budaya (culture) adalah komponen penting dalam sebuah organisasi. Kajian organisasi kontemporer menyatakan bahwa budaya yang berjalan pada sebuah organisai akan punya banyak makna dalam mempengaruhi variabel-variabel penting sebuah organisasi.Â
Budaya selayaknya seperti sebuah sistem kekebalan tubuh yang akan bereaksi dengan keburukan yang menimpa tubuh, merecovery yang rusak, bersifat aktif, membuat tubuh tetap dalam kondisi baik. Jika Pasif? Lalu apa gunanya?
Beberapa peneliti berhasil membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap beberapa variable, seperti: kinerja management organisasi secara keseluruhan, kinerja individu dalam organisasi, kepuasan kerja individu dalam organisasi  dan lain sebagainya. Singkatnya budaya organisasi akan berpengaruh secara signifikan pada ouput sebuah organisasi.Â
Budaya yang baik meningkatkan output sebuah organisasi, sebaliknya budaya yang buruk (broken culture) dapat mengakibatkan sebuah organisasi kacau balau secara sistemik sampai kepada organisasi yang jumud, mandeg, miskin prestasi sampai colaps alias game over.Â
PSSI adalah organisasi yang memiliki tanggung jawab pada semua aspek sepak bola di Indonesia, pun memiliki budayanya sendiri. Entah budaya seperti apa, yang jelas output PSSI banyak yang layak disebut tragedi ketimbang prestasi.Â
Mulai masalah pernah dipimpin oleh seorang CEO dari balik jeruji besi yang buat geleng-geleng kepala khalayak, mungkin tidak ada duanya selain di indonesia. So?Budaya apa yang akan ditanamkan oleh fakta semacam itu?Â
Padahal menurut kajian kontemporer budaya organisasi, telah memberikan referensi yang jelas welo welo tur cetho, bahwa budaya organisasi yang sehat seperti IKEA sehingga menghasilkan organisasi yang tidak hanya besar tapi juga menghasilkan output yang besar adalah hasil dari sebuah sikap leadership sosok Ingvar Kamprad. Apple Inc dengan Steve Jobs-nya, Mark Zuckerberg dengan Facebook Inc-nya bla bla bla. So? Entahlah, mungkin begawan budaya organisasi macam Hoftsede dan Edgar Schein pun bingung untuk menilai kalau faktanya seorang CEO yang tinggal dibalik jeruji besi dapat memimpin sebuah organisasi yang punya output baik.
Tragedi lain PSSI pernah coreng moreng oleh aksi sepak bola gajahnya di Tiger Cup 1998, di level yang sudah tidak lagi nasional melainkan sudah ditinggkat Asia Tenggara, Tim Nasional Indonesia tiada malu mempertontonkan drama sepak bola gajah, hanya karena Indonesia enggan bertemu Vietnam.Â
Hasilnya? Mursyid Effendi, yang mencetak goal bunuh diri pada pertandingan itu supaya kalah dari Thailand, 3-2 untuk kemenangan Thailand, diganjar larangan bermain seumur hidup diajang internasional karena dianggap mencederai sportifitas dan fairplay sepakbola. Kemudian Indonesia Juarakah dikompetisi ini? Oh, tentu saja tidak.Â
Pertandingan di tingkat nasional tahun 2014, di divisi utama pertandingan antara PSS dan PSIS menampilkan drama pertandingan 5 goal yang semuanya bunuh diri, saling berbalas goal bunuh diri layaknya berbalas pantun, 3-2 untuk kemenangan PSS, menyajikan drama sepakbola gajah dengan motif yang kurang lebih sama, menghindari lawan yang relatif kuat.Â