Mohon tunggu...
Sofwan Hidayat
Sofwan Hidayat Mohon Tunggu... -

Nulisnya dikit, Bengongnya Banyak.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Muhammadiyah dalam Turn Back Crime Tanpa Senjata

31 Maret 2016   22:50 Diperbarui: 1 April 2016   00:27 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(sumber istimewa)"][/caption]Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagaman kedua terbesar di negeri ini tentu memeliki misi yang salah satunya adalah Amar Ma'ruf Nahi mungkar. Amar Ma'ruf Nahi Mungkar adalah semangat humanisme, bahwa dalam ajarannya setiap orang dituntut untuk menegakkan kebenaran dan mengeleminasi ketidakbenaran. Ajaran ini harus ditegakkan sungguh dalam derap nafas kehidupan pun dalam konteks Berbangsa dan Bernegara.

Muhammadiyah punya stigma anti bid'ah, Islam efisien dalam kacamata saya, bahwa sesuatu yang tidak ada dalam tuntunan islam adalah sia-sia dan mengada-ada, bid'ah. Tentu saja tak usah melebar ke ranah yang absurd bahwa internet, termasuk media internet seperti Kompasiana pun tak ada dalam tuntunan ajaran islam. Tapi subtsansinya bahwa media internet, salah satunya kompasiana dapat memuat ajaran Amar Ma'ruf Nahi Mungkar untuk kepentingan Bangsa dan Negara, sejalan dalam nafas kemanusiaan. Muhammadiyah dalam Turn Back Crime.

Selama ini sebagian orang percaya bahwa terorisme adalah sebuah agenda konspirasi politik Paman Sam. Kemunculan aksi terorisme begitu simultan pasca tragedi 9/11. Kita tahu bahwa menara WTC dihantam oleh pesawat yang konon dibajak dan menghantamkan diri. Kejadian ini kemudian seolah-olah memicu aksi terorisme, tragedi ini bak sebuah prasasti yang dijadikan sebagai tonggak dimulainya aksi terorisme yang mendomino, merembet ke berbagai negara dibelahan dunia tak terkecuali Indonesia. peristiwa ini seolah-olah menjadi katalis atas keabsyahan bahwa terorisme adalah bentuk yang manifest, Ada. 

Indonesia kebagian juga efek domino ini, Imam Samudra adalah sosok yang paling dicari kala itu. Sekarang konon, ada Santoso. Indonesia tentu saja punya tanggung jawab bahwa negara ini harus dihindarkan dari aksi terorisme. Sebagai aksi tanggap masalah ini, negara kemudian membentuk Densus 88. Densus 88 menjadi agen buru sergap pelaku terorisme. Baru-baru ini Densus 88 memburu kelompok Santoso yang dianggap sebagai orang yang membahayakan. Santoso masuk dalam daftar teroris global, SDGT, Specially Designated Global Terorist yang dibuat Amerika. Santoso sah dianggap membahayakan keamanan dan ketertiban dunia lewat aksi terorisme dan tentu saja Densus 88 berkewajiban melindungi segenap tumpah darah dari gangguan teror, Densus 88 harus bertindak.

Saya tidak tahu persis, kemunculan teroris menurut saya begitu misterius, begitu ujug-ujug, bahwa tahu-tahu kita disuguhi berita bahwa Si Anu yang dicap "terduga" ditangkap, dilumpuhkan bahkan ditembak mati karena terlibat jaringan terorisme. Dor! Baru-baru ini Densus 88 berhasil menewaskan seorang yang dicap terduga teroris menemui ajalnya, Siyono. Entah Siyono ini jenis teroris yang didaftar SDGT atau tidak, tapi kata POLRI, Siyono adalah teroris kelompok jaringan Jamaah Islamiah yang menyimpan senjata api. Tragedi ini kemudian memunculkan tanda tanya.

Memunculkan beragam tanda tanya ketika Janda terduga teroris Siyono mengadukan kematian Sang Suami melalui PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Suratmi berkeluh kesah tentang adanya kejanggalan dalam kasus kematian suaminya yang dicap terduga teroris. Diantara 5 poin yang disodorkan lewat kertas yang harus ditandatangani oleh Suratmi adalah bahwa: tidak membawa kasus kematian Siyono ke ranah hukum, tidak meminta autopsi atas jasad Siyono dan Mengikhlaskan kepergian Siyono. WOW?! Ada apa ini? Adakah sesuatu yang ditutupi? Apakah selama ini kasus kematian seseorang yang dicap terduga teroris selalu demikian adanya? Jika ya, ini harus diahiri.

Diahiri atas nama kemanusiaan, atas nama Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Kebenaran haruslah bermakna kebenaran, begitu pun sebaliknya. Kita adalah sebuah bangsa adiluhung yang menjunjung tinggi hukum. Kita bukan sedang menjustifikasi seseorang yang dicap terduga teroris secara paksa melabeli teroris bukan? Bukankah seorang "tersangka" korupsi milyaran bahkan trilyunan (yang notabene merampok uang rakyat) masih diberi hak kehormatan membela diri dimuka hukum? Apakah seseorang yang baru dicap terduga tak pantas mendapatkan itu? Apakah aksi ini hanyalah sebuah simbol balasan dari aksi teror Thamrin? Saya sepakat Terorisme harus dilawan bahkan dibumihanguskan karena tidak sesuai dengan semangat kemanusiaan.

Rasanya saya harus sejalan dengan Busyro Muqoddas, Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah. Beliau menemukan banyak hal Absurd dalam kasus ini, banyak titik buram yang berat untuk dipahami common sense, negara harus berbuat sesuatu atas nama kemanusiaan. Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Yang benar katakan benar yang salah katakan salah. Negara tak boleh melakukan kesewenangan hukum atas nama terorisme, melakukan kriminilasi terhadap anak bangsa atas nama terorisme, ini tidak boleh terjadi. Muhammadiyah telah berjanji mengawal kasus ini ke titik terang dan negara harus memberikan jalan bagi anak bangsa yang mencari sebuah cahaya terang yang mencerahkan. Tapi atas nama apapun semua bentuk terorisme harus dilawan!

Akhirnya salam kekuatan hati untuk ibu Suratmi dan Salam Amar Ma'ruf Nahi Mungkar untuk Muhammadiyah, semoga menjadi Sang Pencerah menuju jalan terang. Mendukung sepenuhnya upaya Muhammadiyah dalam Turn Back Crime Tanpa Senjata! Kebeneran harus sealalu ditegakkan dan menerangi kegelapan.

*) sumber tulisan ada pada text berwarna biru

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun