Mohon tunggu...
N. Syofiy
N. Syofiy Mohon Tunggu... Lainnya - ofi

a place where i can safely store my experience and sometimes my passion. Just say hi and ignore

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyoal Gibran, Fufufafa dan Penundaan Pelantikan Wakil Presiden Terpilih

12 Oktober 2024   22:19 Diperbarui: 12 Oktober 2024   22:22 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senin 14 Oktober 2024 akan ada demonstrasi yang sudah di koordinasikan secara besar-besaran. Ketua koordinator BEM seluruh Indonesia, Satria Naufal menyampaikan pada acara Indonesia Lawyer Club (ILC) beberapa hal yang akan menjadi agenda dalam demonstrasi esok senin. Kabarnya sebanyak 370 tokoh besar akan turut serta melakukan aksi demonstrasi yang akan dilakukan di Balai Sudirman Jakarta. Faisal Assegaf salah seorang kritikus politik mengatakan bahwa dirinya ikut serta dalam mengkoordinasi dan menjadi panitia penyelenggara demonstrasi. Yang menjadi tajuk dalam aksi demonstrasi esok adalah Adili Jokowi.

Sesuai dengan judul dalam ILC yang tayang pada Kamis pukul 19.00 "Jokowi menghitung hari, Gibran diujung tanduk. Demonstrasi pekan esok mau apa?". Kita akan coba merangkum apa yang dibahas selama 2 jam di ILC yang dipandu oleh Karni Ilyas tersebut. Pertama-tama, Jokowi menghitung hari artinya bahwa setelah kelengserannya sebagai presiden Indonesia yang terhormat selama 10 tahun, Jokowi tidak akan kembali ke Solo, melainkan menghitung hari Jokowi akan masuk dalam jeruji besi hal tersebut disampaikan oleh Faisal Assegaf. 

Satria dalam pemaparannya menyampaikan bahwa aksi demonstrasi ini bukan lagi akan membahas refleksi 10 dosa jokowi selama 10 tahun menjabat sebagai presiden, melainkan 1000 dosa Jokowi. Presiden yang secara terang-terangan mempraktikkan politik dinasti dengan menempatkan anak, menantu dan saudara-saudaranya pada posisi penting di pemerintahan. Yang menarik adalah pada masa akhir jabatan ini, Jokowi nampak mulai lamb duck, begitu gen z memberikan istilah yang maknanya adalah bebek lumpuh. Dibahas panjang lebar bahwa Jokowi bukan lagi cawe-cawe karena cawe-cawe hanya dilakukan ketika ia berkuasa, Jokowi justru tampak sedang meminta minta dengan menadahkan tangannya dibawah. Kok bisa?

Dari postingan di Instagram yang diunggah pada akun Jokowi 3 hari lalu menampakkan Jokowi sedang melakukan makan malam dengan presiden terpilih Prabowo Subianto dengan caption "Duduk santai sambil santap malam bersama Presiden terpilih, tidak terasa dua jam lebih." Postingan sedang tersebut menggambarkan bahwa hubungan antara Jokowi dan Prabowo baik-baik saja dan mesra. Berbeda dengan perspektif kritikus politik yang melihat sebaliknya, bahwa unggahan tersebut sebenarnya tidak diperlukan. Justru unggahan tersebut seperti sedang mengklarifikasi bahwa hubungan mereka tidak baik-baik saja. Kalau memang benar hubungan keduanya baik, kenapa harus ada postingan makan malam dengan caption seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Selain itu, lamb duck Jokowi sangat terasa ketika sidang MPR kemarin yang mana kehadirannya tidak disambut satupun tepuk tangan dari hadirin yang otomatis merubah air muka Jokowi saat itu. Itu satu hal yang dibahas cukup panjang pada diskusi ILC.

pic: cuitan akun fufufafa
pic: cuitan akun fufufafa

Dilanjutkan menyoal Gibran dan problematika fufufafa. Satria Naufal menggaris bawahi bahwa, pada saat kampanye walikota, tagline nya bahwa Gibran merupakan representasi anak muda saat ini. Kemudian Satria dengan tegas melanjutkan "Tidak, kami sungguh malu jika anak muda direpresentasikan oleh Gibran". Jangankan menjadi kepala daerah, pada kultur dalam kampus kami, ketika pemilihan presiden BEM akan segera digelar, kami harus bergerak ke akar rumput dalam kampus sejak 3 bulan sebelum pemilihan. Kami berdiskusi, mengikuti kegiatan-kegiatan pada himpunan-himpunan, bertukar pikiran dan argumen, hingga debat akademis. Semuanya harus dilakukan secara mandiri oleh masing-masing calon presiden BEM tanpa bisa ngecit (berlaku curang) untuk bisa mendapatkan dukungan dari bawah, begitu terangnya.

Apa yang menjadi topik pada ILC malam itu hanyalah salah satu media yang membahas tentang polemik Gibran dan fufufafa nya, sedangkan diluar itu banyak sekali media di Youtube baik melalui chanel pribadi maupun LSM melakukan diskusi secara terbuka membahas tentang hal yang sama yaitu polemik Gibran dan fufufafa. Belum lagi, sebelum akun fufufafa ditemukan dan menjadi booming, sang adik yaitu Kaesang Pangarep juga tersandung skandal melalui Instagram story istrinya yang sedang melakukan babymoon ke US menggunakan pesawat jet pribadi saat di Indonesia sedang ada demonstrasi besar-besaran pada bulan Agustus lalu (#peringatandarurat). 

Menjadi topik yang hangat dan terus-terusan dibicarakan, menjadi tranding topik di beberapa media sosial. Sebuah demonstrasi yang diakibatkan oleh seorang ayah yang tiba-tiba memutar balik stir konstitusi yang berinisiatif mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada melalui DPR agar sang bungsu dapat melenggang dalam pilkada. Tapi apa kalian menyangka bagaimana respon kedua bocah tengil tersebut terhadap skandal-skandal yang menjerumuskan nama mereka? Mereka menjadikannya guyon, iya betul. Beginikah representasi anak muda? Sungguh memalukan. Anak-anak Jokowi begitu bisunya dan tidak peduli dengan isu-isu yang sangat krusial tersebut. Beginikah representasi anak muda?

Beragam tokoh dan pakar akademisi membahas hingga mengupas tuntas tentang etika yang dimiliki anak-anak Jokowi ini. Mulai dari menganggap sepele dan guyon dengan isu-isu yang menyeret nama mereka, bukannya terlihat lucu tapi malah terlihat seperti psiko (uh-oh). Berdasarkan analisa pribadi, ketika seseorang melakukan kesalahan itu wajar, its oke karena kesalahan itu memang diciptkan untuk kita bisa membedakan dan merefleksikan mana yang benar dan mana yang keliru. Yang menjadi masalah adalah ketika anak melakukan kesalahan namun orang tua tidak mengajarkan untuk meminta maaf dan malah orang tuanya dengan repotnya melibatkan dirinya untuk turut serta menutupi kesalahan-kesalahan yang diperbuat anaknya. 

Pada akhirnya nama ini harus keluar. Anak-anak Mulyono terlalu instan untuk dapat menjadi bagian dari pemerintahan maupun duduk pada kursi-kursi strategis konstitusi. Anak-anak itu masih terlalu muda, daripada memaksakannya masuk dalam politik yang pada dasarnya politik itu bukan dunia yang suci, apalagi dijebloskan dalam politik dengan cara yang busuk. Daripada susah payah menyapu kesalahan-kesalahan yang anak-anak itu lakukan, kenapa tidak membiarkan mereka tumbuh secara organik dalam masyarakat?. Biarkan anak-anak itu tumbuh supaya tahu dan paham, bukan hanya secara teori tapi paham praktik dan fenomena-fenomena dalam masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun