Mohon tunggu...
Ali Ofid
Ali Ofid Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya adalah orang yang sedang belajar menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sistem Pengadilan di Indonesia, Masih Layakkah ?

23 Februari 2012   05:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:17 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Ali Ofid Cholid

Selama ini sistem pengadilan berjalan tidak efektif dalam menyelesaikan kasus dan memutuskan suatu permasalahan dalam waktu yang lama. Ketika hakim di pengadilan negeri sudah memutuskan kasus, maka pihak terkait yang belum puas dengan putusan dapat mengajukan kasasi ke tingkat Pengadilan tinggi. Begitupun ketika hakim di pengadilan tinggi sudah memberi putusan dan ternyata belum puas dengan putusan tersebut, dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Ketika sampai kasasi di MA ternyata masih terus berlanjut ke peninjauan kembali (PK) ketika ditemukan fakta baru.

Fakta adanya mafia hukum di Indonesia menambah daftar panjang ketidakadilan yang menciderai perasaan masyarakat. Pihak yang terkait dengan mafia hukum meliputi penyidik kepolisian, jaksa penuntut, pengacara, hakim pengadilan dan pihak yang terkait dengan kasus hukum. Selain itu pihak-pihak perantara yang menjadi penghubung termasuk dalam mafia hukum. Faktor uang masih menjadi salah satu pengendali keputusan hakim dalam membuat putusan yang berkekuatan hukum tetap. Masih segar dalam ingatan kasus Gayus yang melibatkan mafia hukum di Indonesia, Kasus Antasari, dan yang terakhir adalah kasus M. Nazarudin yang masih berjalan. Panjangnya proses pengadilan akan bertambah rumit apabila melibatkan instansi pemerintah dan kolusi dengan pengusaha serta permasalahan korupsi yang terjadi dalam pemerintahan.

Masih segar pula dalam ingatan kasus Bank Century yang belum tuntas. Yang menarik dari kasus ini adalah kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah direksi Bank Indonesia yang memutuskan pemberian dana sebesar 6,7 trilitun untuk menyelamatkan sebuah bank kecil dengan alasan menjaga stabilitas ekonomi negara. Alasan seperti itu tentu saja sulit untuk diterima, demi menyelamatkan sebuah bank dengan mengabaikan kebutuhan rakyat akan menciderai rasa keadilan sosial. Apalagi pihak yang terlibat dalam keputusan pemberian dana tersebut, saat ini menjabat sebagai seorang wakil presiden. Kasus century ada indikasi terkait dengan kasus suap pemilihan deputi senior Miranda S. Goeltom dengan nilai uang yang tidak sedikit. Sampai sekarang kasus tersebut belum tuntas.

Solusinya bagaimana ?

Ada sebuah kasus yang pernah terjadi ketika seorang anak yang diperebutkan oleh dua orang ibu mengadu kepada seorang hakim. Kemudian hakim tersebut memutuskan untuk membelah anak tersebut dan menanyakan kepada kedua ibu tersebut. Salah satu perempuan tadi menerima pendapat hakim dan perempuan yang lain menolaknya. Maka hakim memutuskan untuk memberikan anak tersebut pada perempuan yang menolak agar anak tersebut dibelah. Logikanya cukup sederhana bahwa seorang ibu tidak akan tega melihat anaknya meninggal.

Semestinya Sistem pengadilan dapat menyelesaikan kasus dengan cepat dengan didasari rasa keadilan. Saksi dan alat bukti yang kuat harus dimunculkan dalam pengadilan sehingga sanggahan yang muncul dapat dipatahkan. Keberadaan alat bukti yang kuat dan keterangan saksi yang berkompeten menjadi sebuah keharusan dalam sebuah pengadilan. Kebijaksanaan dan kecerdasan seorang hakim menjadi sebuah keharusan pula sehingga dapat membuat sebuah putusan berkekuatan hukum tetap dengan didasari rasa keadilan dan kebenaran atas fakta yang terjadi. Panjangnya rentetan proses pengadilan menunjukkan kinerja dan efektifitas penyelesaian masalah serta munculnya praktek mafia hukum, maka sistem pengadilan di Indonesia perlu dikaji ulang.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun