Mereka yang pernah bergelut dengan perasaan bimbang dan putus asa. Mereka yang pernah bercengkrama dengan derasanya air mata. Mereka yang tak paham arti cinta. Ketika cinta menguasai segala hasrat dan logika. Ketika cinta membutakan matanya pada setiap arti dosa.
Cinta adalah penyatuan perbedaan. Memahami kelemahan pasangan, menghargai kelebihan pasangan. Tapi diantara semua perbedaan yang diciptakan, pernahkah kamu berpikir tentang perbedaan agama? Mungkin bukan kamu, tetapi orang disekitar kamu tak sedikit dari mereka yang termakan sakit hati karena adanya pembeda dari segala pembeda; perbedaan agama. Diskriminasi tak terelakkan, seakan-akan bumi dan langit telah berkonspirasi menciptakan kesakitan pada mereka.
Kita memang tak bisa menentukan sekenario jalan hidup kita, bukankah “God is a Director?” ya, memang betul. Kita hanya bisa menjalaninya, tanpa pernah melihat skrip kehidupan kita sebelumnya. Manusia adalah aktor yang hebat. Dan seringkali kehebatannya membuat ego muncul menghadang logika kebenaran. Dan akhirnya logika kalah dengan semua kepasrahan.
Hai kamu! Pernahkah kamu berpikir tentang rasa sakit yang dijalani oleh mereka para pecinta beda agama? Pernahkah kamu berpikir tentang ratapan keputusasaan yang menghiasi kehidupan pagi dan malam mereka? Kau hanya berpikir tentang kehidupanmu, kau terlampau egois untuk memahami rasa sakit mereka. Kadang, kau hanya akan menjadi penghambat cinta mereka, menjadi penindas cinta suci mereka.
Mereka berjalan perlahan, mereka menemukan jalan terjal, mereka terombang-ambing di atas batas kesadaran. Tapi mereka tetap berdiri tegak. Menantang mautnya masa depan. Menghadang semua kegelisahan yang mencekam. Mereka kuat. Tetapi jika kau telisik hatinya lebih dalam, kau akan menemukan lubang kerapuhan yang besar di sana. Menganga seperti luka yang semakin lebar. Perih.
Dogma manalagi yang harus mereka langgar? Aturan menyakitkan apalagi yang harus mereka terima? Caci dan maki apalagi yang harus mereka dengar? Atau kau mengharapkan mereka buta dan tuli, sehingga mereka hidup damai, tanpa usik jailmu, tanpa ratapan yang selalu mencoba menggerogoti hati mereka. Tapi manusia macam mana yang akan bahagia tanpa mendengar lantunan nada dari pita suara kekasihnya? Anak Adam mana yang akan berpura-pura bahagia tanpa melihat wajah seseorang yang dicinta? Apakah kau sekejam itu? Mereka juga punya hak untuk saling mencinta dan dicinta. Kau bukan Tuhan mereka, Teman. Kau tak lebih dari manusia bangsat yang mencoba merusak kisah kasih mereka.
Percayalah, tak ada yang salah ketika hati kita terjatuh pada seseorang, ketika kita mencintai seseorang. Siapapun dia, bagaimanapun rupa dan wajahnya, darimanapun asalnya, sungguh tak ada yang salah. Jika kau bertanya tentang keyakinan, maka tanyalah kepada Tuhanmu, percayalah kepada Tuhanmu, percayalah kepada siapa hati menuntunmu. Rasa cinta memang berlabuh di hati. Tetapi untuk merasakan cinta, semua berasal dari otakmu. Maka sungguh, semua tak ada yang salah. Mungkin kau hanya perlu menunggu, atau mungkin kau memang harus mengalah.
Malang 01092013
Saat hati melebur beda,
With love,
Rizkiayu :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H