Mohon tunggu...
Roni Andrian
Roni Andrian Mohon Tunggu... -

Cerpen...I love it

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Faceoff Skematika Penjualan Aset Negara

30 April 2012   03:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:57 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri ESDM, Dahlan Iskan, menyatakan bahwa tidak akan ada lagi penjualan BUMN kepada pihak asing dengan dalih apapun (sumber : kompas.com, 13/2/2012). Hal ini dikatakan terkait dengan rencana privatisasi BUMN yang dicanangkan oleh pemerintah.

Beberapa tahun lalu, penjualan saham Indosat kepada pihak asing menjadi polemik. Kesemerawutan manajemen dijawab dengan pelepasan asset negara tanpa ada usaha maksimal melakukan perbaikan terlebih dahulu. Ketimbang merugi, lebih baik dijual – mumpung masih ada harganya – untuk menambal APBN.

Rencana Pembatasan Konsumsi BBM Bersubsidi

Setiap kali pemerintah berencana memberlakuan suatu kebijakan, masyarakat hampir dapat dipastikan akan mengambil dua sikap yaitu MENOLAK atau MENDUKUNG.

Dalam rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi kali ini, sebagian besar masyarakat menolak. Kritik dan saran dari berbagai pihak dilontarkan ke tubuh pemerintah agar langkah ini segera dihapuskan karena tidak membela rakyat.

Akan tetapi dari sudut pandang pihak minoritas, rencana ini disambut antusias dan dibarengi dengan langkah-langkah persiapan yang matang. Siapa pihak minoritas itu? SPBU-SPBU asing seperti Total Oil, Shell dan Petronas.

Dari analisa sederhana, semua pihak bisa menilai bahwa segmen pasar terbesar yaitu premium akan beralih ke Pertamax karena mulai saat itu -untuk wilayah Jawa dan Bali- mobil pribadi HARAM menyentuh premium.

Menurut data Dinas Perhubungan DKI, jumlah kendaraan yang lalu lalang di ibukota diperkirakan sebanyak 7,29 juta unit pada tahun 2010 dengan rincian 2,56 juta mobil dan 4,73 juta motor. Jadi, bisa dibayangkan betapa bergairahnya pasar bensin kelas Pertamax kelak apabila kebijakan diatas diberlakukan.

Pertamina Kalah Sebelum Perang

Pertama kali mendengar rencana kebijakan pembatasan konsumsi bbm bersubsidi, SPBU-SPBU asing nampak begitu antusias. Berbagai strategi dan pembenahan dilakukan guna merebut pasar Pertamax yang kian terbuka.

Menyangkut soal disparitas harga, sosok SPBU asing seolah menjelma menjadi HANTU. Dengan disparitas harga yang berbeda tipis, segmen pasar diyakini akan terbagi. Bahkan, ada kemungkinan akan beralih ke SPBU asing karena menurut beberapa keterangan harga bensin kelas Pertamax di SPBU asing –di Jakarta-lebih murah dibanding di SPBU Pertamina sendiri.

Disamping itu, antusiasme SPBU asing dalam persaingan terbuka ini juga diiringi dengan peningkatan investasi dengan cara menJAMURkan SPBU-SPBU-nya dibeberapa titik strategis selain peningkatan kualitas pelayanan dan inovasi produk.

Salah satu contoh ialah Shell. Perusahaan minyak raksasa itu memiliki strategi khusus. Disaat SPBU asing seperti TOTAL dan Petronas sibuk meluaskan ekspansi guna merebut pasar bensin MAHAL ini, Shell justru asyik mengembangkan produk sekelas premium. Tujuannya ialah merebut segmen pasar kendaraan roda dua yang notabene diprediksi akan tumbuh lebih pesat lagi setelah kebijakan pembatasan konsumsi bbm diberlakukan.

Sementara disisi lain, Pertamina menjawab tantangan itu dengan pesimistis, terutama soal perang harga. Penyebab utamanya ialah kilang-kilang yang sudah tua dan minimnya kilang minyak yang memproduksi Pertamax. Jadi mau tidak mau untuk memenuhi kuota Pertamax Pertamina harus IMPOR sekitar 1,5 juta kiloliter.

Perlunya Proteksi Pemerintah

Lagi-lagi pemerintah melakukan BLUNDER. Penjualan asset Indosat kepada pihak asing nampaknya bukan yang terakhir.

Dahulu, skematika penjualan Indosat dilakukan dalam bentuk penjualan saham. Sekarang dengan mengerucutkan pendapatan Pertamina.

Dalam posisi kurang menguntungkan seperti sekarang ini, dikhawatirkan Pertamina akan mati secara perlahan. Karena dengan adanya proteksi seperti sekarang ini saja Pertamina sulit bersaing dengan kompetitor-kompetitor asing. Apalagi nanti saat pemerintah mulai menciptakan pasar bebas bensin kelas Pertamax.

Jadi, apabila Pak Jero Wacik mengatakan tidak akan ada penjualan BUMN kepada pihak asing lagi, hendaknya pernyataan ini diklarifikasi karena kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi akan  memiliki dampak yang sama dengan penjualan BUMN yakni larinya kekayaan negara, dalam bentuk asset ataupun REVENUE, ke luar.

HARGA MATI, pemerintah harus melakukan PROTEKSI dan memfasilitasi Pertamina dengan kilang-kilang baru yang sanggup memproduksi Pertamax. Bila dua hal ini tidak dilakukan maka jangan heran apabila nanti Pertamina hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Pertamina hanya LAKU menjual bensin premium sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat namun tidak dapat membantu negara memangkas besarnya subsidi energi seperti yang diharapkan.

Apabila Malaysia bisa melarang Pertamina mendirikan SPBU disana, mengapa Indonesia tidak?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun