Yogyakarta - Selama tiga hari sejak tanggal 16 hingga 18 November 2018, para aktivis yang pada tahun 1980an bermarkas di Gang Rode berkumpul di Yogyakarta. Mereka datang dari berbagai penjuru Tanah Air, kini mereka ada yang sudah menjadi akademisi, ada pula yang menjadi politikus, bekerja di pemerintahan, menjadi elit lokal, melanjutkan aktif di LSM, dan menjadi pengusaha.
"Tidak terasa 30 tahun sudah berdirinya Rode 610 dan sudah menelurkan banyak aktivis-aktivis yang mewarnai dunia perpolitikan, gerakan, dan akademis. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari bentuk perjuangan kawan-kawan pada masa lalu dan juga bagi kawan-kawan yang berdinamika dalam dunia gerakan saat ini," ujar Ketua Panitia Acara Supriyanto, SE, Minggu (18/11/2018) disela acara peringatan 30 tahun Rode.
Dalam peringatan 30 tahun Rode ini dilakukan Diskusi empat pilar demokrasi dan gerakan mahasiswa pro demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan di Wisma Duta Wacana Jalan Kaliurang, Sleman, dan dilanjutkan acara Rembug Nasional dan Launching Buku 30 tahun Rode Rumah Gerakan Pro Demokrasi yang dilaksanakan di Rumah Rode.
"Memasuki acara inti 30 berdirinya Rode, yaitu launching buku dengan judul kami terus bergerak. Menunjang suksesnya acara tersebut diadakan bedah buku, dengan pembicara Hilmar Farid, Aries Santosa, Nezar Patria, dan Muradi yang merupakan aktivis gerakan para era 80 dan 90an," katanya.
Ditambahkan Anto, buku tersebut berisi tentang peristiwa-peristiwa penting serta bersejarah yang inisiasi dan diwarnai oleh kawan-kawan Rode. "Diantaranya seperti peristiwa Jogja berdarah, kedung ombo, dan lainnya yang tentunya peristiwa-peristiwa tersebut merupakan sejarah penting bagi dinamika gerakan mahasiswa Indonesia," pungkasnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H