Mohon tunggu...
Umar Oemardi
Umar Oemardi Mohon Tunggu... Dosen - Peminat Sosial Budaya

Pegiat Kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menghalau Corona dengan Puasa

24 April 2020   12:22 Diperbarui: 24 April 2020   12:44 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa penelitian ilmiah menjelaskan, puasa dapat meningkatkan daya tahan tubuh (immunitas). Misalnya: Bahijri, et al. (2015). Effect of Ramadan fasting in Saudi Arabia on serum bone profile and immunoglobulins; Latifynia, et al. (2007). Circulating Immune Complex During Ramadan. Ada banyak tulisan ringan tentang ini yang mudah diakses terutama di pustaka maya. Tidak perlu penjelasan berlebih tentang ini karena sudah bukan hal baru dan materinya mudah diakses.

Ya, sebenarnya topik ini biasa saja. Namun menjadi menarik karena kita sedang memasuki bulan ramadhan dan pada saat bersamaan kita sedang menghadapi wabah Covid-19. Wabah yang lahir di Wuhan ini, menurut data WHO per 22 April, telah menjangkiti manusia di 210 negara, menginfeksi (positif) 2.471.136 orang dan sebanyak 169.006 orang diantaranya mengalami kematian.  Angka ini diyakini terus meningkat dalam beberapa pekan mendatang. Sampai saat ini negara-negara di Barat dan di Timur, di Utara dan Selatan planet bumi belum menemukan obat dan vaksin untuk virus ini.

Di saat dunia belum menemukan obat dan vaksin untuk Covid-19, satu satunya kekuatan manusia untuk bertahan adalah melalui sistem daya tahan tubuh, suatu mekanisme biologis yang built-in (telah di-install) oleh Sang Pencipta manusia sejak manusia masih dalam bentuk janin. Ahli obstetri menjelaskan bahwa immunitas janin mulai meningkat cepat pada minggu ke-20 usia janin. Sistem immun ini terus bekerja 24 jam sehari 7 hari seminggu menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain faktor usia, beberapa jenis penyakit juga dapat menyebabkan penurunan kemampuan kerja immun tubuh, yang paling populer adalah AIDS. Dalam banyak hal manusia sering lalai dalam merawat dan menjaga sistem ini dengan baik.

Sang Pencipta manusia sangat paham dengan ciptaannya, manusia itu ceroboh bahkan terhadap dirinya sendiri. Kecanduan karbohidrat, alkohol dan rokok adalah contoh yang paling mudah dijumpai. Oleh karenanya, Sang Maha Pencipta tidak lupa memberikan kepada manusia manual, petunjuk dan aturan. Termasuk bagaimana manusia bisa menyembuhkan dirinya dan bertahaan dari jutaan virus disekelilingnya. Secara akademis dan klinis puasa dianggap memiliki fungsi recovery untuk kesehatan manusia. Dalam konteks ini puasa menjadi mult- dimensi. Sebagai pembuktian kepatuhan dan sublimasi hamba kepada tuhannya sekaligus puasa adalah kebutuhan dari manusia itu sendiri.

Beberapa teman saya yang menklaim dirinya kelompok sufi tak bersorban menolak pandangan konvensional multi-dimensi ini. Menurut mereka, Tuhan tidak butuh puasa manusia karena Ia menjadi Tuhan bukan karena laparnya manusia. Sama halnya Dia tidak butuh zakat karena Tuhan yang sebenarnya adalah pemberi rezki dan tidak butuh makanan. Menurut mereka, puasa itu kebutuhan dan untuk kebaikan bagi manusia itu sendiri. Maksud syariat diwajibkannya puasa kepada manusia harus dilihat sebagai salah satu kepedulian dan kasih sayang Tuhan kepada hambanya agar menikmati hidup sehat lahir dan batin, tidak gila karena sifat rakusnya dan cepat mati karena kekenyangan.

Sebegitu pentingkah puasa itu untuk manusia? Jawabannya, Ya. Fakta menunjukkan, ternyata ritual puasa terdapat dalam mayoritas agama yang masih kita kenal sekarang ini. Penganut agama samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam) telah diwajibkan berpuasa sebagai salah satu ibadah pokok yang diperintahkan langsung melalui kitab suci. Begitu juga agama lainnya seperti Hindu, Budha, Konghucu dan bahkan penganut aliran seperti Kejawen juga memiliki ritual puasa dengan praktik dan cara yang bisa saja berbeda satu sama lain. 

Puasa telah terbukti secara empirik memiliki pengaruh besar terhadap manusia, baik phisik maupun psikis.  Terlepas apakah itu akibat pengaruh dogma atau tradisi, yang jelas tidak mungkin praktik bersusah-susah menahan lapar menjadi begitu sakral dan terus hidup dan dipraktekkan oleh manusia jika itu tidak memberi manfaat signifikan bagi manusia. Manfaat yang juga diakui secara saintifik oleh manusia modern hari ini.

Dari sudut pandang di atas, puasa Ramadhan 1441 Hijriah kali ini mengandung makna yang lebih spesial. Bagi masyarakat muslim, puasa kali ini membawa berkah tambahan yaitu menjadi salah satu upaya meningkatkan immunitas tubuh untuk melawan Covid-19. WHO juga mengeluarkan panduan khusus untuk puasa dalam masa Covid-19, bukan larangan. Puasa adalah proses penguatan imun secara gratis. Mungkin ini terkesan naif dan terlalu theosentris. Tetapi akan lebih naif jika mengabaikan bukti-bukti temuan ilmiah terkait puasa, sementara para ilmuan dunia belum menemukan apapun untuk obat dan vaksin virus ini.

Akhirnya, mari kita laksanakan protokol pencegahan Covid-19 dengan ikhlas. Bagi Anda yang beragama, berpuasalah karena Tuhan menyukai hambanya sehat lahir dan batin. Bagi Anda yang tidak percaya agama, berpuasalah--kapan saja Anda sanggup--karena ilmuwan mengajurkan demikian agar tubuh Anda sehat. Selamai menunaikan puasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun