Menyesakkan dan hati rasanya tidak bisa menahan untuk tidak mengumpat dan mengutuk KMP yang memotori di kembalikannya pilkada daerah oleh DPRD. Banyak orang percaya termasuk saya bahwa alasan pilkada langsung lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya hanya alasan yang di cari2. Jauh di hati dan di kepala mereka pasti motifnya karena kekalahan mereka dalam pilpres kemarin.
Terlepas betapa sakitnya hati ini kepada KMP, namun ada pertanyaan yang menggelitik hati benarkah pilkada oleh DPRD tidak demokratis? Pendapat kebanyakan yang saya baca adalah bahwa pilkada oleh DPRD tidak demokratis. Sistem ini mengebiri hak rakyat untuk memilih dan di pilih.
"Memilih"? Bukankah jika yang memilih kepala daerah adalah anggota dewan dan anggota dewan itu adalah di pilih oleh rakyat artinya rakyat percaya kepada mereka maka apapun pilihan mereka berarti pilihan rakyat juga. Tapi enggak juga. Bukankah sebagai wakil rakyat mereka harus mendengar aspirasi rakyat?bukan aspirasi ketua umum partai mereka!
Meskipun secara sekilas pilkada langsung bisa di artikan demokratis juga meskipun berat menuliskannya namun lebih demokratis lagi jika rakyatlah yang memilih langsung pemimpin mereka. Jika dalam perjalanannya ternyata masih banyak kekurangan bukan dengan meniadakannya namun harus di cari solusinya.
Begitulah menurut saya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H