Mohon tunggu...
Henry Winata
Henry Winata Mohon Tunggu... Pengacara - Hidup menikmati sastra

Bumi Angin Mamiri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Kepada Kawan, Bukan Matahari Pilihan

5 Desember 2018   10:07 Diperbarui: 5 Desember 2018   10:16 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kawanku menatap langit,

pada larik cahaya terakhir

dan nafasnya pun berkesah:


Dari kegelapan malam fajar datang,

Lembut menyegarkan dedaunan

Rapuh menyegarkan angin

Para mahluk bernyanyi akan keindahan warnanya yang lemah

Dan Pujangga berkidung:

Terlalu pagi untuk mencinta


Fajar pun tumbuh menjadi siang yang lamat

Kebesarannya mengeluhkan tanah

Keperkasaannya menyengsarakan udara

Para mahluk pun berserapah akan kekuatan warnanya

Dan Pujangga menyerapah:

Terlalu terik untuk mencinta


Siang pun surut menjadi senja

Hangatnya menjenuhkan gunung

Dinginnya menyuamkan laut

Seluruh mahkuk berbisik akan kehambaran warnanya

Dan Pujangga berseloroh: 

Sudah terlambat untuk mencinta


Waktu menyeret senja menjadi petang

Kelemahannya menenangkan bumi

Keusurannya mendamaikan langit

Seluruh mahluj mengagum akan keterpesonaan warnanya

Dan Pujangga bersyair:

Cinta jangan menodainya


Malam pun datang,

Membawa matahari masuk ke dalam kegelapan

Tak dicari

Tak dikenang

Berlalu tanpa cinta Pujangga



- Jakarta, Kramat Sentiong;

    5-12-2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun