Mohon tunggu...
Dwi Wahyudi Wijaya
Dwi Wahyudi Wijaya Mohon Tunggu... Petani -

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi DPRD DKI, FPI, FBR, dan Kroninya Memupuk Subur Korupsi Berjemaah

28 Februari 2015   07:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:22 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari ini kisruh ahok vs dprd dki begitu menyita perhatian Indonesia. Dan saya sebagai rakyat kecil dan awam jadi berpikir tentang kasus ini sebatas kemampuan saya sebagai orang awam politik. Ada beberapa poin yang menurut opini saya begitu perlu menjadi perhatian untuk Indonesia lebih baik. Pertama yang menjadi sorotan saya adalah serentetan dari serangan bertubi-tubi dari para mafia migas, mafia anggaran, dan mafia impor untuk melemahkan pemerintahan jokowi yang dimulai dari kiaruh cicak vs buaya jilid ke sekian. Setelah berhasil, media dikejutkan serangan mafia impor beras dengan mempermainkan harga beras yang saya yakin tidak akan bertahan lama. Melihat serangan beras kurang tajam, dibuatlah kasus ahok vs dprd yang didukung fpi, fbr dan antek-antek pro korupsi lainnya.

Hal kedua adalah kekuatiran anggota dprd yang tidak lagi bisa korupsi dengan diberlakukannya e-budgeting yang dibuat oleh pemprov dki. Dengan adanya sistem ini, maka hanya bisa satu pintu dan akan sangat sulit melakukan pencurangan tender dan penyelewengan anggaran. Kita lihat si 2014 yang di mana pengadaan ups bisa mencapai 5,8 miliar per unitnya dan lebih parahnya pemenang tender juga tidak jelas. Satu yang ditemukan adalah gudang pakan ternak. Justru ada yang aneh dengan hal ini, disaat salah satu fungsi dprd berupa pengawasan sudah diambil dan dijalankan dengan baik oleh pemprov, buat apa ada dprd lagi? Buat apa negara bayar gaji anggota dprd hanya untuk habisin duit negara? Belum lagi dugaan penyelewengan anggaran yang sebsar 12 triliun yang siap dibongkar oleh ahok.

Coba bayangkan, suatu institusi yang berfungsi sebagai pengawas malah jadi sarang korupsi sebesar 12 triliun dalam satu periode apbd, bagaimana lima tahun? 60 triliun uang negara hikang begitu saja masuk dalam kantong anggota tim pengawas. Bagaimana hal ini bisa diterima akal sehat? Tidak ada logikanya dalam dunia bisnis seperti ini. Suatu sistem yang sudah kacau, amburadul, dan suram. Tidak ada jalan lain, selain benahi sistemnya atau orang di dalam sistemnya. Karena keberhasilan sebuah sistem bergantung pada bagaimana manusia di dalamnya menjalankan atau tidak. Jadi hanya ada satu jalan, bubarkan dprd atau ganti orang-orang di dalamnya supaya fungsi dari dprd itu sendiri berjalan dengan baik kembali seperti seharusnya.

Hal ketiga adalah kesalahan partai politik dalam memilih kadernya atau memang partai politik sudah tidak becus lagi membela kepentingan bangsa. Selapas keluar ya ahok dari gerindra, tak hentinya pdip, dan beberapa partai pendukung jokowi membela ahok dan bahkan menawari untuk bergabung dengan partainya. Tapi, ingat kejadian ini adalah kejadian 2014 yang di mana masih ada dugaan kebocoran 12 triliun dalam apbd 2014. Sekarang 2015 ya g di mana ahok menolak secara keras apbd karena banyak dana siluman, dan hebatnya adalah semua partai tiba-tiba sepakat menentang ahok dan menurunkannya. Tidak sampai satu tahun dengan uang 12 triliun, tiba-tiba tidak ada lagi dukungan bagi yang membela pejuang korupsi ini. Jadi buat apa ada partai politik kalau hanya untuk mendukung koruptor berkuasa? Tidak ada gunanya bukan? Jadi tidak salah bila rakyat menginginkan partai politik juga bubar. Sama seperti di kasus dprd yang terjadi kesalahan sistem.

Hal keempat adalah ikut sertanya fpi, fbr, dan antek-anteknya yang menurut saya membawa alasan yang sangat konyol dan bodoh. Alasan mereka selalu sara, tidak sopan, arogan dan sombong. Darimana dasarnya? Apakah koruptor itu etis? Sopan? Kalau anggapannya seperti itu, fpi dan fbr tidak luput antek koruptor. Masalah sara, apakah ada undang-undang dinegara ini yang melarang agama dan etnis tertentu tidak boleh memimpin? Ingat, negara ini bukan negara agama, dan semua sudah jelas terpampang dalam undang-undang. Kalian jangan sok suci dan sok paling benar. Dengan kata lain fpi dan fbr adalah brengsek, salahkah saya bilang begitu? Kalau tidak brengsek tidak ada demo sara, tidak ada demo sok bela kepentingan atas nama rakyat, tidak ada anrkis. Memangnya lu siapa?

JADI BISA SAYA SIMPULKAN BAHWA PEMBELA DPRD ADALAH KRONI DARI KORUPTOR DAN KORUPTOR HARUS DIBERANTAS SAMPAI KE AKARNYA. NEGARA INI TIDAK AKAN PERNAH BISA MENJADI HEBAT KALAU KORUPTOR MASIH TUMBUH SUBUR DENGAN PEMBELANYA ANTARA LAIN FPI DAN FBR. KALAU MEMANG KORUPTOR TERUS DIBELA, TIDAK ADA SALAHNYA SEMUA DIBUBARKAN UNTUK TERUS MEMUTUS MATA RANTAI KORUPSI DI BANGSA INI.

Salam laskar banyuwangi

God bless Indonesia and Ahok.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun