Mohon tunggu...
Dwi Wahyudi Wijaya
Dwi Wahyudi Wijaya Mohon Tunggu... Petani -

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pungutan Desa di Taman Nasional Meru Betiri

11 Mei 2016   11:42 Diperbarui: 11 Mei 2016   21:42 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara Wisata di Banyuwangi seakan tidak pernah habis,  baik yang di posting media dan juga individu yang sudah berkunjung ke Banyuwangi. Salah satu keindahan yang tersembunyi adalah Taman Nasional Meru Betiri yang terletak di Banyuwangi Selatan, tepatnya Kecamatan Pesanggaran dan juga kawasan hutan lindung yang bersinggungan dengan Kabupaten Jember. Salah satu lokasi yang menjadi primadona adalah Teluk Hijau yang sangat indah sehingga membuat teman saya dari Surabaya ingin ke sini untuk melihat kindahan tempat ini. Berikut salah satu satu penampakan dari Teluk Hijau.

Selain itu, perjalanan menuju tempat ini juga sudah memanjakan mata, baik dari sungai yang jernih, hutan yang tertata rapi, serta perkebunan yang membentang luas bak surga di dunia dan anugerah indah yang Tuhan berikan untuk Banyuwangi. Akhirnya kekaguman saya terhenti saat berada di Desa Sarongan yang dihentikan di sebuah posko yang terbuat dari kayu bak gubuk yang menarik kami tiket masuk sebesar Rp 2.000. Dan ini pertama kali saya jumpai setelah sekian kali ke Teluk Hijau tanpa ada pungutan ini. Selain itu baru di Taman Nasional Meru Betiri ini saya menjumpa ada pungutan dari desa untuk masuk ke kawasan wisata. Taman Nasional Alas Purwo, Taman Naisonal Baluran, Taman Naisonal Bali Barat, dan Taman Nasional Komodo tidak ada pungutan desa. Bukan masalah nominal yang membuat saya tidak nyaman, tapi lebih ke apa fungsi, tujuan, dan legalitas dari pungutan ini.

Setahu saya pungutan yang resmi dari beberapa Taman Nasional yang pernah saya jumpai selalu ada Peraturan Pemerintah seperti foto di bawah ini.

Pungutan Resmi dari Pemerintah Pusat di Pintu Masuk Taman Nasional
Pungutan Resmi dari Pemerintah Pusat di Pintu Masuk Taman Nasional
Hal yang membuat saya makin yakin dengan ketidakberesan ini pada saat saya dan teman-teman sedang nongkrong di salah satu warung dan mempertanyakan tentang perihal pungutan desa ini ke ibu penjaga warung yang merupakan penduduk asli di sekitar pesisir Rajegwesi yang menjadi lokasi akhir untuk menuju ke Teluk Hijau. Si ibu tentunya kaget dengan adanya pungutan desa lagi yang dulu katanya pernah ada dan sudah dilarang. Kalau si ibu benar informasinya, maka ada pungutan ilegal yang dilakukan desa Sarongan untuk kepentingan yang tidak mendukung akan kemajuan pariwisata di Taman Nasional Meru Betiri. 

Memajukan pariwisata harusnya kita tidak malu untuk belajar dari Bali, pulau tetangga kita yang tidak hanya memanfaatkan pungutan saja, tapi kesejahteraan lebih menggabungkan antara banyak pihak yang terkait, termasuk memperdayakan masyarakat untuk lebih kreatif. Kenapa Pemerintah tidak mengundang investor untuk bisa ikut membangun seperti yang terjadi di Kawasan Nasional Bali Barat yang sekarang juga menjadi sebuah Primadona baru di Indonesia? TIDAK ADA PUNGUTAN ILEGAL di sana. Pungutan dan tidak dipadukannya semua elemen pendukung pariwisata yang ada hanya akan menjadi bom waktu yang siap akan meledak saat titik jenuh dan persaingan antar daerah dalam mengembangkan pariwisata sudah sangat ketat. Harus ada sesuatu pembeda yang dibutuhkan operan pemkot juga dalam memudahkan segala yang ada, terasuk perijinan dan fasilitas. 

Bali tidak akan seperti sekarang bila tidak adanya kerjasama yang apik antara investor, pemerintah, dan masyarakat sekitar dalam memaksimalkan potesi yang ada. Sama kondisinya Banyuwangi tidak akan menjadi icon wisata baru bila hanya mengandalkan pungutan semata, apalagi yang ilegal. 

Banyuwangi bisa menjadi icon wisata baru atau tidak bergantung bagaimana kesiapan semua pihak mengatasi tantangan global yang ada. Karena 'lawan' tidak hanya dari luar negeri, tapi juga dari daerah lain yang juga siap mengembangkan pariwisata untuk menyambut pemaksimalan potensi untuk kesejahteraan rakyat. Bali sudah terlebih dulu unggul, Danau Toba dengan target "Monaco of Asia", Labuan Bajo dengan komodonya, dan Sulawesi dengan kekayaan yang ada, juga sampai Papua dengan Teluk Cinderawasih dan Raja Ampatnya siap bersaing di era global menunjukkan taring masing-masing guna meningkatkan devisa dan program pemerintah untuk menjadi salah satu penguasa ASEAN. 

Salam jalan-jalan,

Laskar Banyuwangi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun