Indonesia merupakan bangsa yang besar, bangsa yang benar – benar dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam yang luar biasa. Dataran yang menghijau yang dipenuhi oleh berbagai macam tumbuhan, juga terhampar luas tanah yang didalamya mengadung bahan – bahan tambang yang melimpah. Di lautnya terdapat banyak ikan – ikan dan bahan mineral yang seharusnya kekayaan sumber daya alam dibumi Indonesia menjadi modal awal yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa untuk kemakmurkan rakyat Indonesia.
Tetapi realitanya, rakyat indonesia tetap miskin. Tetap menjadi bangsa kuli. Bangsa yang bangga akan kekayaan alamnya tapi bodoh dalam mengelolanya, sehingga semuanya hanya menjadi fatamorgana belaka. Kekayaan alamnya hanya akan menjadi bahan pengekploitasian bangsa lain berikut dengan manusianya. Bangsa ini telah dijajah selama 350 tahun oleh bangsa yang bernama Belanda. Tetapi bukan bangsa belanda yang sebenarnya telah begitu lama menjajah negeri yang bernama Indonesia ini, tetapi negeri ini dijajah oleh “kompeni” begitu sejarah masyarakat mengatakan sebutan untuk penjajah. Kata kompeni itu sendiri berasal dari kata “company” yang artinya perusahaan. Ya, perusahan dari belanda yang pada waktu itu menjajah Indonesia selama 350 tahun. Company itu bernama Vereenigde Oost indische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur).
Motif adanya penjajahan dimuka bumi ini tak lain adalah motif ekonomi meskipun ada motif – motif lain seperti penyebaran agama, tapi secara subtansial motif ekonomi merupakan motif yang paling masif. Industrialisasi memaksa para kaum kapitalis untuk mengadakan produksi untuk mencari keuntungan dan mencari pasar dimana – mana. Para kaum kapitalis ini mencari bahan baku ke daerah lain diluar daerah mereka tujuannya mendapatkan bahan baku semurah mungkin dan dapat mengolahnya dengan biaya produksi yang murah yaitu dengan pengekploitasian buruh. Kemudian setelah mereka mengadakan produksi, mereka membutuhkan pasar untuk menjual barang – barang mereka dengan tujuan meraup keuntungan sebesar – besarnya. Intinya secara garis besar imprealisme merupakan instrument para kaum kapitalis untuk menekan modal produksi untuk meraup keuntungan atau nilai lebih yang sebesar – besarnya.
Pada masa pergerakan menuju kemerdekaan bangsa Indonesia, melihat fenomena pengeksploitasian manusia dan segala sumberdaya alam yang ada berbagai perlawanan mulai timbul melawan imprealisme. Nasionalisme, agama dan komunisme merupakan ruh - ruh spirit perjuangan kemerdekaan republik Indonesia. Nasionalisme yang tumbuh dari kesadaran akan persamaan hikayat karena sama – sama mengalami penindasan dan eksploitasi. Kekuatan nasionalisme pula diyakini sebagai kekuatan yan telah mendorong kemerdekaan Indonesia. Menurut sudirman said dalam buku Indonesia kita bahwa hal terpenting dalam tetap berdirinya sebuah bangsa adalah adanya perasaan kebersamaan dan persaudaraan sebagai anggota komunitas tersebut. Tentunya hal tersebut ada karena adanya ikatan histori dan ikatan persamaan nasib.
Nasionalisme bisa diartikan sebagai rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsanya. Sebagai manusia yang mencintai bangsa dan tanah airnya, maka sudah barang tentu dia tidak akan rela jika bangsanya dijajah. Dia tentunya tidak akan membiarkan jika kekayaan bangsanya di eksploitasi oleh bangsa lain, dan dia pun tidak akan rela jika manusia di bangsanya di eksploitasi oleh bangsa lain juga. Maka, tentunya tidak ada kata lain selain melawan segala bentuk penjajahan terhadap bangsa dan tanah airnya.
Agama merupakan sebuah fitrah manusia yang kemudian dianut juga oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Sebagai agama mayoritas, tentunya peran islam dalam pergerakan kemerdekaan bangsa ini sangatlah besar. Islam sebagai agama samawi yang mengajarkan mengenai kebebasan manusia sebagai khalifah dimana segala bentuk eksploitasi dan pendiskriminasian dilarang oleh islam.
Spirit pembebasan dalam islam inilah kemudian melahirkan bentuk perlawanan mereka terhadap segala bentuk penjajahan. Perlawan mereka untuk merebut kemerdekaan bangsanya merupakan sebuah bentuk ketaatan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam konteks memperjuangkan kebenaran dan memerangi sesuatu yang bathil. Kecintaan mereka terhadap tanah air mereka juga pararel dengan ajaran islam itu sendiri. Seperti apa yang disabdakan oleh Rasul bahwa dimana tempat dipijak oleh seorang muslim disitu ia bertanggung jawab atas keislamannya. Artinya, keislaman disini adalah rasa kecintaan terhadap bangsa mereka. Karena islam sendiri secara harfiah diartikan sebagai keselamatan. Dan memerangi kebathilan merupakan bentuk pengartikulasian dari keselamatan itu sendiri.
Komunisme juga merupakan ruh dalam pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Komunisme disini merupakan sebuah perwujudan dari nilai – nilai marxisme yang dicetuskan oleh Karl marx. Nilai – nilai marxisme seperti apa yang diajarkan oleh Karl marx merupakan sebuah perlawan terhadap sistim kapitalis yang membagi manusia menjadi dua kelas yaitu kelas borjuis (kamu yang memiliki modal) dan kaum proletar (kaum rakyat jelata atau yang tidak memiliki modal).
Pertentangan kelaslah yang ditekankan oleh paham marxisme, karena pembagian kelas hanya akan melahirkan eksploitasi kaum yang bermodal atau kaum yang kuat terhadap kaum yang lemah yang tidak memiliki modal. Komunisme di Indonesia bukanlah komunisme yang anti terhadap agama, tetapi komunisme yang lebih menitik beratkan kepada perlawanan terhadap segala bentuk pengekploitasian oleh para kaum kapitalis. Karena memang paham marxisme sebagai ruh komunisme merupakan rival dari paham kapitalisme.
Menurut Tan Malaka pertentangan sistim dan bukanlah semata – mata pertentangan terutama bangsa dan bangsa atapun kultur dengan kultur, melainkan pertentangan hidup, yang berdasarkan atas pertentangan kepentinga ekonomi. Pertentangan sistim sosialisme yang tidak berdasar mencari keuntungan melainkan mengadakan produksi menurut kebutuhan Negara itu, sistim kapitalis yang mengadakan produksi buat mencari keuntungan dan mencari pasar dimana – mana, inilah yang menjadi intisari pertentangan ini.
Seperti apa yang dikatakan diatas bahwa komunisme di Indonesia merupakan komunisme yang tidak anti terhadap agama, karena konteks komunisme indonesia bukanlah seperti komunisme yang berlandaskan pada apa yang Karl Marx katakan mengenai agama, ia mengatakan bahwa agama itu candu yang harus dijauhi. Konteks agama versi Karl Marx sangat berbeda konteksnya dengan agama di Indonesia, karena agama yang dimaksudkan oleh Karl Marx adalah agama yang dimana agama tersebut ikut dalam struktur feodalisme yang cendrung mendikte umatnya sehingga cendrung mengeksploitasi masyarakatnya saat itu.
Tan malaka sebagai seorang tokoh komunis yang sangat berpengaruh pernah ditanya mengenai agamanya pada saat kongres komunis internasional ke 2. Tan Malaka pun menjawab “ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan Muslim, karena Tuhan berfirman bahwasanya banyak iblis di antara banyak manusia”. Artinya, Tan Malaka menafikan bahwa komunis merupakan anti terhadap agama seperti apa yang dicitrakan pada masa pemerintahan soeharto yang menganggap komunisme anti terhadap agama sehingga mengundang kebencian terhadap komunis sendiri.
Ketiga ideologi tersebut kemudian menjadi ruh –ruh yang membangkitkan spirit manusia Indonesia untuk merebut kemerdekaannya. Ketiga ideologi tersebut secara sadar yang kemudian menjadi penyokong berdirinya republik ini. Namun, tak lepas perlu disadari meskipun ketiga ideologi tersebut memiliki perbedaan – perbedaan yang signifikan namun bukankah perbedaan merupakan sebuah anugerah dari Tuhan yang seharusnya menjadi rahmat dan bukan justru menjadi hal yang dipertentangkan.
Perbedaan diantara ideologi – ideologi dijelaskan oleh Bung Karno dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi”, bahwa bukanlah perbedaan yang menjadi hal yang dirasa penting dalam perjuangan merebut kemerdekaan,tapi bagaimana ketiga ideology tersebut mempunyai persamaan dalam menentang segala bentuk eksploitasi sehingga menurut beliau ketiga ideologi tersebutlah yang sebenarnya menjadi ruh – ruh perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaannya dari kolonialisme Belanda.
Persamaan pandangan mengenai perlawanan terhadap segala bentuk pendiskriminasian dan pengerksploitasian tercermin pada ajaran yang ada dalam ,masing – masing ideology tersebut. Dalam marxisme sangat dilarang mengenai pencarian nilai lebih yang dalam hal ini menekan sekecil mungkin biaya produksi yang berakibat pada ekploitasi sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia (eksplotasi buruh).
Hal ini pararel dengan ajaran islam yang melarang riba dalam setiap kegiatan ekonomi. Islam sebagai agama yang mencerahkan tentunya sangat melarang adanya praktek yang menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan sebesar – besarnya, apalagi dengan jalan eksploitasi maka dari itu islam sangat mengharamkan riba dan menyuruh umatnya agar fair dalam kegiatan ekonominya. Kesamaan pandangan ideologi marxisme dengan islam dalam menyikapi “nilai lebih” merupakan kesamaan yang krusial yang tidak bisa dianggap remeh.
Islam pun mengajarkan kepada umatnnya bagaimana seorang umat mencintai bangsanyayang tentunya hal tersebut pararel dengan paham nasionalisme. Cak Nur menegaskan dalam bukunya Indonesia kita bahwa nasionalisme sejati, dalam artian suatu paham yang memperhatikan kepentingan warga bangsa tanpa kecuali, adalah bagian integaral konsep Madinah yang dibangun Nabi.
Seperti apa yang dikatakan oleh Robert N. Bella (seorang sosiolog paling terkemuka saat ini), menyebutkan bahwa contoh pertama nasionalisme modern ialah system masyarakat Madinah nabi dan para khalifah yang menggantikannya. menurutnya “ a better model for modern national community building than might be imagined” ( suatu contoh bangunan komunitas nasional modern yang lebih baik daripada yang dapat dibayangkan).
Jadi, ketiga ideology tersebut kemudian mengalami pengintegrasian dalam proses perebutan kemerdekaan dari tangan kolonialsme Belanda. Maka dari itu setelah kemerdekaan Indonesia diraih dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus tahun 1945 pembentukan republik Indonesia ini merupakan proses pencampuran ideologi – ideology ini. Pancasila sila sebagai landasan republik ini merupakan hasil pengkoloborasian ketiga ideologi tersebut.
Kolonialisme merupakan suatu bentuk tindakan eksploitasi baik itu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Motif utama adanya kolonialisasi adalah motif ekonomi, tak heran jika Indonesia dijajah oleh apa yang dikatakan sejarah dengan “kompeni” atau dalam bahasa inggris adalah company yang artinya perusahaan.
Pergerakan Indonesia merebut kemerdekaan dihidupkan dengan adanya ruh – ruh spirit yang dihidupkan oleh ideologi Nasionalisme, Agama dan Komunis. Integrasi ketiga ideology pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan tercermin dalam landasan dasar republik ini, yang salah satu bukti kongkritnya adalah Undang – undang dasar 1945 dan Pancasila.
Namun sayangnya seiring berjalannya waktu ruh – ruh perjuangan ini mengalami reduksi oleh racun – racun globalisasi. Padahal saat ini Republik Indonesia sedang mengalami apa yang dikatakan oleh Bung Karno sebagai “neokolim” (neokolonialisme). Bung karno mengatakan dalam bukunya Indonesia menggugat bahwa berhati – hati dengan bahaya neokolim karena nanti bangsa Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli, seperti apa yang terjadi dalam realitas saat ini. Buruh – buruh nafasnya semakin tercekik dengan kerakusan kaum kapitalis, buruh yang di bangsanya sendiri, diudaranya bangsa sendiri mereka termegap – megap oleh kerakus kaum kapitalis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H