Mohon tunggu...
Dukung Esbeye
Dukung Esbeye Mohon Tunggu... -

Sedang mengembara

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Mengapa Kita Hidup di Kandang Babi?

5 November 2013   00:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:35 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibarat kandang babi; barang siapa masuk kandang babi dan bergaul dan tidur siang malang sekandang dengan babi-babi; maka yang masuk kandang babi itu pasti akan kecipratan. Termasuk kalau yang masuk itu adalah sapi. Pasti sapi setelah berdiam lama di sana akan tidak bau sapi lagi.

Nah ketemu sekarang rahasianya. Negeri ini sekarang sudah mirip kandang babi. Sehingga siapa pun yang masuk di sana, akan berubah warna, rasa dan bau.

Negeri siapa kah itu. Itu adalah negeri saya sendiri. Sehingga saya juga termasuk di dalamnya. Mudah-mudahan saya bisa sembuh dari bau rasa dan warna babi ini. Tapi ya kapan, saya sendiri pesimis. Soalnya secanggih apa pun sapi yang masuk, kalau keluar pasti menjadi berasa, warna, aroma dan bau babi.

Saya juga demikian kalau masuk di sana akan seperti itu. Saya hanya berandai-andai untuk agar kandang babi ini segera dibereskan; atau agar para babi segera mati, sehingga nanti kita buat saja kalau kita sapi ya buat kandang sapi yang betul. Sehingga saya sebagai sapi bisa tidur seperti sapi, makan seperti sapi, bergaul seperti sapi. Tidak seperti saat ini….

Sejak kapan negeri kita berubah menjadi kandang babi? Tidak ada seorang pun yang tahu akan hal ini. tapi tiba tiba saja, sekarang sudah seperti itu. Sudah menjadi kandang babi. Sapi yang dulunya masih murni, kalau ingin menjabat dia diwajibkan masuk ke kantor berupa kandang babi. Dengan babi-babi di sana banyak sekali. Lha, yang tadinya sapi banyak yang berubah menjadi babi setelah lama-lama berinteraksi dengan babi.

Ciri khas babi yang membabi buta menurun kepada sapi. Sehingga tenaga sapi tapi rasa babi. Canggih jadinya. Kombinasi kekuatan sapi dengan jiwa babi.

Tapi kita suka kok menjadi masyarakat babi. Lha wong sudah terbiasa dan sudah terkondisi secara bertahap. Dulunya sih kandang sapi, tapi sedikit demi sedikit sapi-sapi itu mempelajari cara hidup babi dan menuruni sifat-sifat babi. Sehingga wajah sapi tapi hati babi. Mata sapi tapi jantung babi. Kaki sapi tapi perut babi. Jadi repot yang bikin perot.

Kapan pemerintahan babi berakhir?

Karena kekuatan babi sudah berurat berakar. Hampir mustahil kita para sapi untuk bisa mengakhiri kekuasaan babi yang sudah menggurita. Kita para sapi hanya berharap ada wabah musiman yang bisa menyerang para babi itu sehingga mati sendiri bergelimpangan tanpa dibunuh oleh para sapi.

Soalnya sudah njelehi banget je..... Semua lini sudah dikuasai para babi, mulai dari media massa, perusahaan-perusahaan eksplorasi kekayaan alam nusantara, dsb. Babi-babi sudah menguasai. Dan ini sudah super kuat. Sudah super power. Tanpa adanya wabah penyakit babi, tidak mungkin babi-babi ini mau melepaskan kekuasaan mereka. Pos-pos penting sudah mereka duduki. Dan kalau para sapi masuk bekerja dengan mereka, mereka sudah mempunyai semacam suntikan yang akan mereka suntikkan kepada para sapi sehingga dalam waktu tertentu sapi-sapi ini berubah menjadi babi dengan bahan sapi. Jadilah maklhuk makluk sabi (sapi tapi babi). Di luar sapi di dalam babi. Kalau siang sapi kalau malam babi. Kalau malam sapi kalau siang babi. Separo-separo, mencla mencle. Tidak bisa memegang prinsip.

Dan perseteruan antara masyarakat sapi melawan babi akan terus berlanjut. Sapi-sapi yang tidak mau masuk ke dalam pemerintahan babi mereka sudah mulai menyusun strategi dan mempersiapkan diri. Sehingga nanti kalau terjadi wababh pennyakit babi, para sapi ini akan dengan mudah mengambil alih dan jadilah perubahan besar-besaran. Kandang-kandang babi akan lenyap dimusnahkan dan berubahlah menjadi kandang kandang sapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun