Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pada Saat Anak-Anak Bermimpi dan Bertindak Merubah Dunia

13 Juli 2013   19:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:36 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersyukurlah bila engkau masih memiliki mimpi, berarti engkau masih peduli setidaknya pada dirimu sendiri. Mimpi, tentulah sesuatu yang berkebalikan dari apa yang engkau jalani. Tanpa mimpi tak akan ada perubahan apa-apa. Sebab mimpi, akan menggerakkanmu pada suatu tindakan mencapai sesuatu yang baru. Kecuali bila engkau adalah pemalas. Bermimpi hanya sekedar mimpi.

Bersyukurlah bila engkau masih memiliki mimpi, bukan sekedar untuk diri sendiri. Mimpi yang tercipta dari dunia yang engkau jalani. Bukan sekedar tentang ”aku”, melainkan tentang ”aku-engkau-mereka” yang mewujud menjadi ”kita”. Hubungan antara kita, manusia. Hubungan manusia dengan Tuhannya. Hubungan manusia dengan alam semesta. Dengan demikian, engkau telah menjadikan dirimu sebagai makhluk sosial.

Bersyukurlah bila engkau hidup dalam dunia yang menyenangkan. Dunia yang menghadirkan mimpi dalam sekejab.Barangkali bila lengah dapat melenakan, mencengkram dan memenjarakan. Namun engkau begitu bisa menikmatinya. Bahkan ragu untuk bersikap kritis, apalagi berencana meninggalkannya.

Namun sesekali, hendaklah engkau membuka berjuta dunia lain. Tatkala anak-anak tak berkesempatan menikmati dunia yang engkau nikmati. Dunia yang barangkali tak pernah engkau pikirkan dapat ada dan terjadi.

Seorang anak jalanan perempuan. Direkrut dan dijerumuskan ke prostitusi. Suatu hari, seorang dokter dari Austria memasukkan vibrator ke alat kelaminnya. Pecah. Sakit berkepanjangan tanpa perawatan. Diusir oleh mucikari, kembali hidup di jalanan. Sampai ditemukan oleh seorang pekerja sosial. Sayang, tidak bisa diselamatkan. Pada usia 11 tahun di tahun 1987, ia meninggal dunia. Rosario Baluyot, itulah namanya. Peristiwa kematian memicu gerakan anti kekerasan seksual di Philipina dan berhasil mengubah Undang-undang mereka yang memberikan perlindungan pada anak dan mengkriminalisasi pelaku kejahatan seksual dengan ancaman hukuman mati.

Saat manusia begitu serakah menjajah alam. Atas nama peradaban mengumbar keserakahan, dan itu disebut sebagai kemajuan. Maka bumi menjadi pesakitan, dengan sungai-sungai yang tercemar, dengan hutan-hutan yang menggundul, dengan udara beracun yang memabukkan. Seorang anak perempuan berumur 9 (sembilan) tahun membentuk kelompok anak yang peduli dengan lingkungan. Pada umur 12 tahun di tahun 1992, ia bersama kawan-kawannya menghimpun dana, dan berhasil menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi tentang bumi di Rio de Janiero. Di hadapan para pemimpin dunia, ia membacakan pidatonya yang sangat memukau dan mempengaruhi para pemimpin dunia dalam mengambil keputusan. Ya, ialah Severn Suzuki, yang dilahirkan di Vancouver, Kanada. Hingga saat ini ia dikenal sebagai aktivis lingkungan hidup, pembawa acara televisi dan seorang pengarang.

Jutaan anak-anak hingga saat ini masih kurang beruntung dan terjebak dalam dunia kerja. Belum lama ini di Indonesia, kita dikejutkan dengan pemberitaan mengenai masih adanya kerja perbudakan, yang juga menjadikan anak-anak sebagai korban. Di belahan bumi lain, seorang anak pada umur 4 tahun dipekerjakan di pabrik karpet. Menjadi buruh terpasung (bounded labor) lantaran orangtuanya memiliki banyak hutang. Ia bersama banyak kawan bekerja lebih dari 12 jam seharinya. Ia berusaha kabur. Tapi tertangkap. Mencoba lagi, dan akhirnya berhasil. Ia mencari pertolongan dan kemudian bergabung dalam sebuah organisasi yang bekerja untuk pembebasan Buruh. Umurnya saat itu 10 tahun. Iapun bergerak berkampanye dan bertindak untuk membebaskan para buruh anak di negaranya. Pada umur 11 tahun, ia telah banyak bicara pada konferensi-konferensi internasional di berbagai negara. Sayang, pada umur 12 tahun, anak kelahiran tahun 1983 ini, tewas ditembak orang pada tanggal 16 April 1995, yang diyakini sebagai pembunuhan akibat aktivitasnya. Dialah Iqbal Masih, yang berhasil membebaskan sekitar 3000 anak sebagai buruh terpasung di Pakistan.

Pendidikan adalah hak bagi semua orang. Seluruh anak di dunia, setidaknya harus bisa menikmati pendidikan dasar. Tidak membedakan anak laki-laki dan anak perempuan, tidak membedakan status sosial, tidak membedakan etnis, dan sebagainya. Semua anak! Maka, bagaimana pandanganmu ketika sebuah negara memberlakukan pelarangan terhadap anak perempuan untuk bersekolah? Seorang anak pada umur 11-12 tahun aktif menulis mengisahkan tentang situasi bangsanya di sebuah blog. Tentang anak-anak perempuan yang dilarang bersekolah. Aktif mengkampanyekan tentang perjuangan anak-anak perempuan untuk bisa menikmati pendidikan. Tentu masih ingat peristiwa yang terjadi pada tanggal 9 Oktober 2012, seorang perempuan berumur 14 tahun yang ditembak kepala dan lehernya? Ya, dialah Malala Yousafjay, anak kelahiran kota Mingora, Pakistan. Beruntung ia berhasil diselamatkan sehingga tetap bisa menyuarakan perjuangannya.

Bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke 16, 12 Juli 2013, Malala berpidato di hadapan Majelis Umum PBB untuk menyerukan pendidikan global bagi seluruh anak di dunia tanpa kecuali. PBB memutuskan tanggal tersebut sebagai ”Hari Malala”

”Saudara saudariku//Kami mau sekolah dan pendidikan untuk masa depan yang cerah bagi anak-anak.//Kita akan meneruskan perjalanan kita untuk mewujudkan perdamaian dan pendidikan. Tidak ada yang bisa menghentikan kita.” demikian sepenggal pidatonya.

Seorang remaja, Agung Whidianto (Ah, sejak lama punya niat menuliskan tentang dirinya), mantan aktivis kelompok anak dari Indonesia yang turut hadir bersama anak dan remaja dari sekitar 100 negara di acara tersebut, pada status FB-nya hari ini menuliskan kesan dan semangatnya. Sebagian dari yang ditulis:

... Seorang gadis bernama Malala (16 tahun, Pakistan) yang berpidato di PBB, adalah gadis yang penuh keberanian. Dia melawan ketidakadilan, kemiskinan, dan diskriminasi, terutama yang menimpa sebagian besar perempuan di banyak negara. Ini mengingatkan saya pada ibu saya yang harus menjadi TKI di Malaysia tahun 2002 karena tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Alhasil, ibu saya hanya mempunyai sedikit piihan pekerjaan.

Saya berbicara dalam sidang Umum PBB , di depan banyak anak muda terpilih dari seluruh negara, untuk menentukan sikap terhadap ketidakadilan dalam sistem pendidikan. Acara yang menakjubkan yang belum pernah saya bayangkan karena Ban Ki Moon ada di depan saya. Saya sungguh tercengang mengikuti sidang yang begitu penting ini.

Anak-anak mampu berperan. Ruang-ruang sudah terbuka. Tinggal bagaimana anak-anak di dalam keluarga, di lingkungan sekitar, mendapatkan pendidikan yang tepat yang mampu melahirkan daya kritis mereka terhadap realitas diri dan lingkungannya, mampu membangun mimpi-mimpi dan bertindak untuk mewujudkannya.

Anak berperan dalam perubahan sosial, bukan sekedar mengada-ada. Mampu! Yakinlah itu.

Jakarta, 13 Juli 2013

Catatan: Bukan untuk Lomba

Tulisan terkait lainnya

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun