[caption id="attachment_156813" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Namaku Rakyat
Namaku rakyat Tiada pernah berkarat Walau terus dibuat sekarat Oleh engkau wahai para keparat
Sebab rakyat adalah jutaan jiwa yang terus bertumbuh Sering terdiam melihat penguasa dan pengusaha bersetubuh Tapi bukan tidak tahu menyaksikan engkau yang tak punya rasa malu Selalu tercatat dalam lembaran hitam pekat dengan darah yang melekat kuat
Rakyat adalah irama kesabaran bukan tanpa batas Engkau yang termabuk, lupa diri dan memainkan senjata yang telah terlepas Lalu menembak lautan, hutan-hutan, dan lahan-lahan subur Mengorek dan mengocok perut ibu pertiwi yng semakin terkulai Ah, engkau, betapa rakus dan durjananya rakyat mencatat dalam lembaran hitam pekat dengan darah yang melekat kuat
Rakyat, yang menjadi penggerak membangun kehidupan Kesetiaan menanam padi dan palawijaya walau tanah telah mengeras Kesetiaan menyapa lautan dan hadirkan ikan-ikan terhidang di meja-meja Merayapi hutan-hutan dan mengambil sesuai kebutuhan Membangunkan mesin-mesin yang bekerja berirama Rakyat adalah pembangkit Tanpa rakyat Negara tak akan tegak
Maka betapa kecewa dan berusaha menyapa Ketika engkau seenaknya saja membuat peta-peta Membagi kue-kue diantara kalian tanpa mau tahu ada rakyat hidup di dalamnya Lantas, mengapa kekerasan yang meraja sebagai jawabnya?
Rakyat adalah mesiu yang siap terbangkitkan Pada batas-batas kesabaran yang terlampaui Tunggulah saat ketika mereka bertindak Menjadi gelombang yang mampu meluluh-lantakkan kekuasaan kalian
Namaku rakyat Tiada pernah berkarat Walau terus dibuat sekarat Oleh engkau wahai para keparat
(Odi Shalahuddin) Yogyakarta, 17 Desember 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H