Umar Machdam? Barangkali Sebagian besar baru mendengar nama ini. Tentu saja itu hal yang wajar lantaran nama itu memang jarang disebut, juga tidak ada dalam pelajaran sekolah. Tapi bagi kami, nama itu lekat, karena dia adalah bapak kami. Namun bagaimana sosok dan profilnya? Kami sendiri anak-anaknya tidak mengetahui banyak, apalagi cucu-cucunya.Â
Anak pertama saya lebih dari sepuluh tahun lalu pernah menanyakan kepada ibunya, "Vira punya Kakek gak sih?". Saat hal itu disampaikan kepada saya, membuat tercenung dan tersadarkan. Ya, karena kami sangat jarang menceritakan tentang bapak saya atau kakek dari anak-anak saya. Lantas apa yang harus dikisahkan? Â Tersadarkan kembali, bahwa kami tidak banyak mengetahui tentang bapak. Â
Berangkat dari situlah, saya yang mengetahui bahwa Bapak pernah aktif dalam dunia teater dan film, mencoba melacak kiprahnya melalui pemberitaan media. Beruntung, seorang penulis yang pernah aktif dalam dunia sastra di tahun 1970-an, memberikan informasi tentang media-media yang biasa memuat tentang tulisan ataupun pemberitaan tentang kegiatan bapak bersama kawan-kawannya. Penulis ini adalah sahabat bapak sejak muda: M Ryana Veta nama penanya, Mahfud Baehakie nama aslinya.
Saat ke Jakarta, yang pada masa-masa itu kebetulan memiliki kesempatan hampir setiap minggu ke sana, saya mulai menyisihkan waktu setidaknya satu hari mengunjungi Perpustakaan Nasional di wilayah Salemba, selanjutnya ke Perpustakaan HB Jassin, dan juga Perpustakaan Dewan Kesenian Jakarta.Â
Satu persatu bahan terkumpul, dan banyak hal yang sebelumnya tidak saya ketahui. Â Berangkat dari proses ini, kemudian terdorong untuk menghimpun seluruh bahan-bahan tentang teater yang kemudian merambah pula wilayah seni-budaya lainnya.Â
Pikiran saya, tentu banyak orang mengalami situasi seperti saya, tidak memiliki dokumentasi tentang orang tua atau keluarganya. Ya, karena seniman sering dikatakan sebagai kelompok yang agak "abai" dengan dokumentasi. Sebagian dari bahan saya ketik ulang, dan saya posting di blog: Seputar Teater Indonesia.
Bahan yang terkumpul, lima tahun lalu terlintas rencana untuk menjadikannya sebagai sebuah buku, sekaligus memperingati 75 tahun bapak saya. Namun hal itu terlewatkan, kemudian terabaikan. Barulah pada awal bulan Juli, semangat untuk mewujudkan menjadi sebuah buku sangat kuat, didorong oleh seorang kawan, pegiat teater di Yogya: Luwi Darto, yang berhasil menerbitkan buku puisi bapaknya.
Termasuk juga membujuk atau "setengah memaksa" orang-orang yang hanya mengetahui secara selintas. Pada awalnya anggota keluarga tidak bersedia menulis, namun selama proses yang saya komunikasikan perkembangannya, perlahan satu persatu mulai mau mengungkapkan kenangan dan pandangannya terhadap bapak.
Akhirnya, saya dapat bernafas lega. Dokumentasi keluarga tentang bapak saya berhasil tersusun dalam sebuah buku berjudul "Umar Machdam, Dramawan Bogor". Buku ini saya sebarkan ke kawan-kawan dalam bentuk pdf. Ada respon spontan dari beberapa sahabat yang membuat saya terkejut, dan kemudian mendorong pula untuk meminta respon berupa komentar dari orang-orang yang saya kirimi file buku tersebut.Â
Orang-orang tersebut tidak hanya berasal dari para pegiat teater saja, melainkan dari berbagai kalangan seperti aktivis sosial, akademisi, birokrat atau pejabat negara dan sebagainya. Alasan saya, pada masa lalu, para seniman tidak berjalan sendiri, tapi kerapkali berinteraksi dengan berbagai kalangan, berdiskusi tentang membangun kebudayaan bangsa ini. Himpunan komentar tersebut, rencana juga akan menjadi buku tersendiri yang melengkapi buku "Umar Machdam, Dramawan Bogor".