Saya teringat pada masa anak-anak, saat ditanya tentang cita-cita, saya menjawab ingin menjadi guru. Menurut saya, guru berperan besar mendidik orang-orang agar menjadi pintar dan cerdas yang dapat melebihi kapasitas sang guru itu sendiri, dan tumbuh menjadi manusia yang memberikan manfaat bagi manusia lain di lingkungannya, bagi bangsa dan negara.
Kawan-kawan ada yang menjawab ingin menjadi dokter, perawat, masinis, pilot, pahlawan dan sebagainya. Apapun jawaban atas profesi tertentu, hal menarik adalah alasan yang diberikan. Hampir semua anak memberikan alasan atas pilihannya agar dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia lain.
Menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, tentulah tidak hadir begitu saja. Di rumah, para orang dewasa (orangtua/paman-bibi/kakek-nenek misalnya) menekankan pentingnya untuk membantu sesama. Di lingkungan tempat tinggal, demikian pula. Para guru di sekolah, di selipan mata pelajaran, juga mengedepankan hal tersebut sebagai wejangannya.Â
Media, khususnya stasiun televisi, di mana TVRI menjadi satu-satunya saluran yang tersedia, menampilkan hiburan berupa film-film, fragmen, dan sandiwara, dengan tema-tema tantangan dan kegigihan seseorang atau sekelompok orang yang berjuang untuk membantu sesama. "Membantu sesama" saat diwujudkan dalam praktek sehari-hari, dapat menjadi kebanggaan bagi seorang anak.
Sebagai anak, sangat beruntung pula berkesempatan untuk mendengarkan kisah-kisah dari para orangtua tentang perjuangan para pahlawan untuk meraih kemerdekaan bangsa dan negara ini. Hal yang saya kira dialami pula oleh anak sebaya pada masa itu, mengharapkan ada peperangan lagi di suatu saat sehingga dapat berperan dalam perjuangan, dan dapat menjadi "pahlawan".
Barangkali itu hanya sepenggal masa lalu. Hidup kita adalah hari ini dan masa depan. Sesuatu yang dicita-citakan, pada kenyataannya belum tentu dapat terwujud sepenuhnya. Barangkali hanya sepenggal pula yang dapat dinikmati.
Masa lalu adalah sejarah. Kita tidak dapat memasukinya dan terjebak dalam kenangan masa lalu. Sejarah dapat menjadi cermin dan memetik pembelajaran baik yang dapat diterafkan pada hari ini dan masa depan. Bukankah hari ini, tidak berasal dari "ruang kosong"?
Hari ini tentu berbeda dengan 30 tahun atau lebih dari masa yang telah terlewati. Perubahan-perubahan besar telah terjadi, pun di lingkup yang paling kecil, yakni keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal. Sebuah keluarga, tidaklah asing jika kedua orangtuanya aktif bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup, dan anak diasuh oleh bukan anggota keluarga baik dari pihak bapak ataupun ibu.Â
Tampaknya sudah semakin jarang pula (atau sudah tidak ada lagi), jika orangtua bepergian atau bekerja, menitipkan anak atau anak-anaknya ke tetangga, mengingat kondisi yang serupa pasti terjadi pula (suami-istri dari tetangga juga sibuk bekerja). Terdapat kecenderungan, di lingkungan tempat tinggal, interaksi antar orang belum tentu terjadi setiap hari.
"Mengamankan" anak-anak, terdapat pilihan untuk mencari sekolah-sekolah yang aktif sehari penuh, sehingga anak diantar sebelum orangtua bekerja dan dijemput dengan jarak waktu yang tidak terlalu jauh saat orangtua usai bekerja. Dengan kata lain, "sekolah" menjadi "tempat penitipan anak terbaik" dari situasi yang dihadapi para keluarga.
Perkembangan teknologi, khususnya alat komunikasi sudah tidak dapat terbendung lagi. Penggunaan gadget, misalnya, tidak terbatas pada orang dewasa melainkan sudah bukan hal asing bagi anak-anak, termasuk anak yang berumur di bawah lima tahun (balita).Â