Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menikmati Malam Sastra Malioboro

11 Februari 2012   18:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:46 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah kami Malioboro Mata kami Malioboro Hati kami Malioboro Buku kami Malioboro Puisi kami Malioboro

...

(Orang-orang Malioboro 1969/Iman Budhi Santosa)

[caption id="attachment_162184" align="alignleft" width="300" caption="Jupe didaulat baca puisi pada Malam Sastra Malioboro edisi ke 14 (11/02 2012)"][/caption]

Kilometer Nol Yogyakarta, pusat kota, tempat orang-orang berkumpul kala malam di sebuah persimpangan yang dikelilingi gedung-gedung bersejarah, yakni: Gedung Agung – Istana Yogyakarta, Monumen Serangan Oemoem Satu Maret atau lebih sering disebut SO, Benteng Vredburg, Kantor Pos Besar, dan Bank BNI dengan bangunan peninggalan Belanda yang masih bertahan.

Pada nol kilometer pula, para aktivis gerakan pro demokrasi atau-pun rakyat kerap menggunakannya sebagai ruang untuk menggemakan suara-suara arus bawah dalam aksi-aksi massa.

Bagi para seniman, titik nol ini pula menjadi sejarah tak terlupa, tentang gedung kesenian Senisono yang menjadi pusat kegiatan para seniman yang kini telah lenyap dan menjadi bagian dari halaman istana. Ke utara, adalah sepanjang jalan Malioboro yang, selain menjadi ikon kota Yogya, juga menjadi ruang bersejarah bagi kesenian Yogyakarta. Di sini pula Persada Studi Klub berdiri dan berhasil membangun gairah berkesenian yang melahirkan banyak para penyair terkemuka, seperti Emha Ainun Nadjib dan Linus Suryadi AG.

Januari 2011, Paguyuban Sastrawan Mataram yang dikomandani oleh Sigit Sugito mulai menggelar acara Malam Sastra Malioboro. Pilihan tempat di titik nol dan Malioboro seakan ingin menyerap kembali gairah sastra yang sangat hidup pada tahun 1970-an sekaligus memasyarakatkan sastra di ruang publik.

[caption id="attachment_162188" align="alignright" width="300" caption="Bersama Sigit Sugito (paling kanan)"]

13289840061308045204
13289840061308045204
[/caption] Pada perbincangan dengan Sigit Sugito di sela launching “Suluk Mataram: 50 Penyair Membaca Yogya” beberapa waktu lalu, ia menyinggung kedua hal tersebut. Namun ia lebih menegaskan bahwa acara sastra dengan pilihan di ruang terbuka, juga memberi spirit acara ini terbuka bagi siapapun untuk turut terlibat.

Satu hal yang patut dicatat dari rangkaian kegiatan yang berlangsung rutin setiap sebulan sekali dan telah memasuki edisi ke 14, mereka memberikan penghargaan terhadap para seniman dan budayawan yang telah memberikan kontribusi bagi jagad kesenian Yogyakarta atau Indonesia. Sebagai misal tema acara untuk mengenang Linus Suryadi AG dan Arwan Tuti Artha (edisi ke tiga) sastrawan kakak beradik A. Adjib Hamzah dan Hadjid Hamzah (edisi kelima), WS Rendra (edisi ke delapan), Gus Dur (edisi sembilan), Ragil Suwarno Pragolawati (edisi sepuluh), dan pada bulan Pebruari ini untuk mengenang Widjaja (edisi ke 14)

Pada keseluruhan rangkaian kegiatan yang pernah berlangsung, para sastrawan dari angkatan 1970-an hingga para penyair muda saat ini pernah terlibat mengisi acara. MSM tampaknya memang menjadi salah satu ruang pertemuan bagi para seniman Yogya di tengah kecenderungan terbangkitkannya gairah sastra Yogyakarta dengan semakin semaraknya berbagai acara sastra di kota ini, seperti acara rutin bulan di Rumah Tembi Budaya dengan Sastra Malam Purnama, keaktifan Studi Pertunjukan Sastra (SPS) yang diketuai oleh Hari Leo yang baru saja memasuki usianya yang ke sembilan tahun, Masyarakat Pembaca Puisi Indonesia (MPPI) yang didirikan oleh Hamdi Salad, dan beberapa kantung kesenian lain yang juga aktif. Belum lagi ruang-ruang dalam jejaring sosial yang terus menghidupkan komunikasi dan diskusi karya.

Di tengah geliat sastra yang sangat hidup di Yogyakarta satu-dua tahun belakangan ini, seorang kawan pernah bertanya: “Apakah ada diskusi tentang sastra itu sendiri?”, seolah tak mendengar, saya memilih untuk menikmati saja dulu.

Yogyakarta, 12 Pebruari 2012

____________________________

Reportase acara SMS edisi 14 bisa di klik : A Tribute to Widjaja dalam Malam Sastra Malioboro

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun