Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Terpenjara dalam Kerja

6 Desember 2011   04:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:46 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak terlalu sulit bagi kita untuk menemukan anak-anak yang berada dalam dunia kerja. Di jalanan, di industri rumah tangga, atau di pabrik-pabrik. Ia ada di sekeliling kita atau bahkan bisa jadi di dalam rumah kita sendiri, seperti anak-anak yang telah dipekerjakan seperti dijadikan sebagai Pekerja Rumah Tangga Anak.

[caption id="attachment_147684" align="alignleft" width="300" caption="Zainal Abidin"][/caption] “Menurut data ILO, di dunia ada 215 juta anak yang dipkerjakan, 115 juta anak-anak tersebut dipekerjakan pada sektor pekerjaan terburuk,” demikian dikatakan oleh Zainal Abidin, yang juga seorang kompasianer, ketika menjadi pembicara tentang kekerasan anak di sektor kerja dalam Konsultasi Nasional Anak ACWC dalam Memerangi Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Anak, yang masih berlangsung hari ini (6/12) di Denpasar, Bali.

“Anak menjadi “terpenjara” dalam dunia pekerjaan yang dipaksa untuk dijalaninya, sehingga anak tidak berkesempatan untuk bermain dan belajar.” Demikian dikatakan Abidin.

Mengutip penelitian yang dilakukan oleh Social Action Research Institute (SARI) Solo, tentang pekerja anak di sektor industri formal di tiga wilayah, yaitu Surakarta, Klaten, dan Karanganyar pada tahun 2010, Abidin menyatakan bahwa sebagian besar pekerja anak justru adalah perempuan. “Anak yang terdata Surakarta dari 45 anak, 30 adalah perempuan; di Klaten dari 58 anak, 35 diantaranya adalah perempuan, dan di Karanganyar ada 30 anak perempuan dari 50 pekerja anak,”

Dikatakannya ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak yang seolah dijadikan sebagai ”pembenar” untuk anak dipekerjakan, seperti kemiskinan, putus sekolah, pendidikan orangtua rendah, kultur, adanya permintaan dan penawaran, dan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.

Terkait dengan kekerasan terhadap pekerja anak, dicontohkan para buruh dewasa sering memperlakukan anak-anak dengan buruk. “Anak sering dipukul kepalanya, sering dibentak-bentak, disuruh mengangkat benda berat. Buruh dewasa menganggap sebagai bagian masa orientasi atau pengenalan di lingkungan pekerjaan,”

Pada kasus lain ditemukan ada anak yang dipaksa bersembunyi di dalam kamar mandi ketika ada pengawas dari Disnaker datang ke pabrik. Kamar mandi yang kecil diisi oleh sembilan anak untuk waktu yang lebih dari satu jam.

Memang menyedihkan. Di tengah kemajuan lahirnya Undang-undang yang telah memberikan larangan bagi pekerja anak, di sekitar kita masih saja kita jumpai pekerja anak.

Mari lindungi anak-anak dengan tidak merekrut dan mempekerjakan anak-anak. Biarkan anak-anak tumbuh sesuai dengan kapasitasnya, dengan lingkungan bermain dan belajar yang menyenangkan. Mudah bukan?

Salam

Odi Shalahuddin Denpasar, 6 Desember 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun