Tidak terlalu sulit bagi kita untuk menemukan anak-anak yang berada dalam dunia kerja. Di jalanan, di industri rumah tangga, atau di pabrik-pabrik. Ia ada di sekeliling kita atau bahkan bisa jadi di dalam rumah kita sendiri, seperti anak-anak yang telah dipekerjakan seperti dijadikan sebagai Pekerja Rumah Tangga Anak.
[caption id="attachment_147684" align="alignleft" width="300" caption="Zainal Abidin"][/caption] “Menurut data ILO, di dunia ada 215 juta anak yang dipkerjakan, 115 juta anak-anak tersebut dipekerjakan pada sektor pekerjaan terburuk,” demikian dikatakan oleh Zainal Abidin, yang juga seorang kompasianer, ketika menjadi pembicara tentang kekerasan anak di sektor kerja dalam Konsultasi Nasional Anak ACWC dalam Memerangi Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Anak, yang masih berlangsung hari ini (6/12) di Denpasar, Bali.
“Anak menjadi “terpenjara” dalam dunia pekerjaan yang dipaksa untuk dijalaninya, sehingga anak tidak berkesempatan untuk bermain dan belajar.” Demikian dikatakan Abidin.
Mengutip penelitian yang dilakukan oleh Social Action Research Institute (SARI) Solo, tentang pekerja anak di sektor industri formal di tiga wilayah, yaitu Surakarta, Klaten, dan Karanganyar pada tahun 2010, Abidin menyatakan bahwa sebagian besar pekerja anak justru adalah perempuan. “Anak yang terdata Surakarta dari 45 anak, 30 adalah perempuan; di Klaten dari 58 anak, 35 diantaranya adalah perempuan, dan di Karanganyar ada 30 anak perempuan dari 50 pekerja anak,”
Dikatakannya ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak yang seolah dijadikan sebagai ”pembenar” untuk anak dipekerjakan, seperti kemiskinan, putus sekolah, pendidikan orangtua rendah, kultur, adanya permintaan dan penawaran, dan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
Terkait dengan kekerasan terhadap pekerja anak, dicontohkan para buruh dewasa sering memperlakukan anak-anak dengan buruk. “Anak sering dipukul kepalanya, sering dibentak-bentak, disuruh mengangkat benda berat. Buruh dewasa menganggap sebagai bagian masa orientasi atau pengenalan di lingkungan pekerjaan,”
Pada kasus lain ditemukan ada anak yang dipaksa bersembunyi di dalam kamar mandi ketika ada pengawas dari Disnaker datang ke pabrik. Kamar mandi yang kecil diisi oleh sembilan anak untuk waktu yang lebih dari satu jam.
Memang menyedihkan. Di tengah kemajuan lahirnya Undang-undang yang telah memberikan larangan bagi pekerja anak, di sekitar kita masih saja kita jumpai pekerja anak.
Mari lindungi anak-anak dengan tidak merekrut dan mempekerjakan anak-anak. Biarkan anak-anak tumbuh sesuai dengan kapasitasnya, dengan lingkungan bermain dan belajar yang menyenangkan. Mudah bukan?
Salam
Odi Shalahuddin Denpasar, 6 Desember 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H