Ada saat memang jemari terasa lumpuh untuk menuangkan sesuatu menjadi tulisan walau berkelebatan ide-ide. Keinginan, pikiran, dan gerak tiada mau bersahabat saling bahu-membahu. Jika keinginan teramat besar, tentulah situasi ini dapat menyiksa.
Pada situasi demikian, saya tetap berkeyakinan bahwa menulis adalah soal kebiasaan. Saat kita selalu menulis tentang apa saja, baik sebagai status di jejaring sosial atau coretan-coretan yang tak tuntas, maka menulis adalah soal mudah.
Lantas, saat kebekuan menjadi sahabat? Tentu, lantaran kebiasaan untuk menulis pernah terhenti untuk jangka waktu tertentu. Memulai sesuatu yang baru biasanya lebih mudah karena semangat membara untuk belajar dan belajar serta bekerja guna mewujudukannya menjadi modal yang maha dahsyat. Sedangkan untuk memulai sesuatu yang “pernah” dilakukan, kadang pikiranlah yang terlalu mendominasi, sehingga kegagapan menyertai.
Mempertahankan kebiasaan menulis, cara yang mudah adalah dengan cara mencatat dan memaknakan berbagai peristiwa sehari-hari . Tidak perlu jauh-jauh, cukuplah apa yang kita alami atau kita saksikan. Barangkali kita sering membaca tulisan menarik dan melekat dalam kepala tentang tulisan-tulisan semacam itu.
Meningkatkan kualitas tulisan, banyak membaca dan membandingkan adalah kegiatan penting. Terbuka terhadap masukan dan kritikan, sebagai cerminan pandangan orang terhadap tulisan kita, merupakan sikap yang teramat berharga, walau kadang bagi sebagian orang dinilai dapat menjadi peristiwa yang menyakitkan (dan bahkan berpotensi memunculkan perselisihan dan dendam).
Maka, beruntunglah kita memiliki media yang membuka ruang untuk mempublikasikan tulisan-tulisan kita, di mana ribuan tulisan dari kawan-kawan yang lain terus mengalir, kita dapat belajar dari tulisan-tulisan tersebut, dapat bersapa, berkomentar atau meminta pandangan, dan dapat juga berlanjut pada pertemuan-pertemuan fisik.
Ya, di sini, di Kompasiana, hal tersebut dapat kita peroleh. Jikapun ada perselisihan pandangan, dengan beragam cara penyelesaian (termasuk juga untuk tidak diselesaikan), itu adalah dinamika yang dapat dipetik sebagai pembelajaran.
Persoalannya,buat apa kita menulis? Ah, itu tergantung pada niat masing-masing. Tapi saya yakin, tidak ada satupun tulisan yang tidak berguna sejauh dibuat bukan dengan niat buruk, Jadi, jangan meragu untuk (belajar) menulis dan berbagai kepada kawan-kawan.
Yogyakarta, 5 Januari 2015
Catatan: tulisan sebagai saran bagi diri sendiri sambil menikmati kopi pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H