Mohon tunggu...
Odios Arminto
Odios Arminto Mohon Tunggu... -

Kartunis, humoris dan penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mula-mula Iseng Lalu Mahir Menulis

27 Oktober 2014   19:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:33 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh Odios Arminto

Berlatih menulis ternyata bisa dilakukan dengan santai, nyaman, tapi terarah. Tidak perlu lewat teori yang rumit dan kompleks. Syaratnya, bisa baca tulis. Karena menulis sebuah keterampilan, dengan berlatih yang sungguh-sungguh, seharusnya setiap orang bisa menjadi penulis.

Dari seluruh tulisan yang ada di dunia, muaranya ternyata hanya dua. Pertama, laporan (reportase) dan kedua opini (pendapat, pandangan, analisa). Lainnya, karya kreatif seperti cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), novel, puisi, doa, mantra, teks pidato, copywriting (teks Iklan) dan lain-lain merupakan kombinasi dari kedua hal tersebut di atas.

Sudah tak sabar untuk memulai? Siapkan ballpoint, buku kecil, notes, mesin tik, laptop atau alat tulis-menulis yang anda suka.

Inventarisasi Benda, Manusia, Hewan dan Situasi

Sadari berada di mana anda saat ini? Duduk atau berdirilah dengan fokus mengamati lingkungan saat itu. Di rumah, tak masalah. Di terminal bus, di ruang tunggu stasiun kereta, di ruang tunggu bandara, oke-oke aja. Di kantin kantor, sekolah atau di manapun, tetap saja oke.

Langkah selanjutnya adalah tulislah atau catat benda-benda yang ada di sekitar anda. Tidak masalah anda mau memulai dari jam dinding, meja, kursi, tempat sampah, kipas angin. Tulis saja dulu. Catat sesuai nama benda-benda itu. Namun kalau kegiatan inventarisasi benda-benda itu terlalu gampang dan kurang menantang, tak salah juga anda memberi penjelasan, kursi reyot atau jam dinding mati, tempat sampah jorok dan lain-lain.

Bila detail benda-benda di sekitar anda sudah anda rekam lewat tulisan, mulailah mengamati orang-orang yang ada di sekitar anda. Termasuk diri anda sendiri. Pria, wanita, dewasa, kakek-nenek, remaja, anak-anak. Catat jenis pakaian yang dikenakannya, aksesoris yang dipakainya, apalagi kalau ada hal-hal tertentu yang agak menonjol atau sangat menarik perhatian, segera tangkap. Tulis, tulis, tulis!

Di sekitar anda ada hewan atau binatang? Tulis nama hewan itu. Anjing, kucing, kupu-kupu, lalat, semut, cicak, tokek, ular, cacing, ikan, hajar saja…tulis, tulis, tulis! Anda mau informasi tentang binatang itu lebih komplet dan menarik, anjing pincang, luka, salah satu kaki belakangnya dibalut perban, bagus-bagus juga kalau mampu dan punya waktu untuk memberikan penjelasan. Kupu-kupu terbang rendah di sekitar tanaman bunga. Lalat-lalat merangsek dengan ganas ke arah piring berisi lauk-pauk yang dibiarkan terbuka. Pendek kata, tangkap dan rekam situasi itu dalam bentuk tulisan. Sekali lagi tulisan. Bukan omongan atau foto atau video. Ini penting untuk menegaskan, target anda agar terampil menulis. Hal-hal lanjutan bisa anda lakukan bila prioritas pertama, menulis, sudah tidak ada masalah lagi.

Merekam situasi dalam bentuk tulisan juga tidak sulit. Siang, sore, petang, larut malam, dini hari, fajar. Cuaca gelap, gerimis, rintik hujan, mendung, cerah, terang benderang. Petir gemuruh di langit, halilintar menyambar-nyambar. Angin bertiup kencang. Pohon roboh di perempatan jalan. Hujan deras sekali sepanjang malam, banjir menenggelamkan sepuluh desa. Orang banyak berlalu-lalang, diam tak bicara, dua pria tampak asyik ngobrol, seorang gelandangan tertidur pulas di emperan toko, pedagang asongan menawarkan dagangan dengan penuh semangat, dan seterusnya, dan seterusnya.

Inventarisasi Masalah

Setiap hari ada masalah. Sekitar rumah anda sendiri. Sekitar RT/RW. Sekitar perumahan. Koran hari ini, majalah edisi terbaru atau lama. Radio, TV, internet, media sosial, tangkap semua itu dalam bentuk tulisan. Apapun masalahnya. Orang bunuh diri, mobil tertabrak kereta, anak buah memukul atasannya, kasus korupsi di proyek pelebaran jalan, pentas musik berakhir ricuh, sepak bola memakan korban salah seorang supporter-nya. Banyak lagi lainnya.

Mulai Memilih dari yang Anda Paling Suka

Setelah kemampuan merekam hal-hal di atas dalam bentuk tulisan sudah anda kuasai dengan baik, cobalah untuk memulai menulis utuh. Artinya, kalau anda merasa lebih nyaman dan senang membuat tulisan berjenis laporan atau reportase, buatlah laporan itu (tentang suatu kejadian atau persitiwa) yang minimal memenuhi asas 5W + 1 H (What, When, Where, Who, Why) + (How). Hak anda untuk memberi tekanan awal pada lokasi, misalnya (Where) atau siapa (Who) atau kapan kejadian (When) atau mengapa itu terjadi (How) selama pilihan itu hadir sebagai tulisan yang menarik dan enak dibaca.

Andai anda lebih suka memilih menulis dalam bentuk opini, misal opini pribadi, bukan opini narasumber, akan menjadi elok kalau anda juga melengkapi literatur atau rujukan yang dapat menunjang jurusan permasalahan yang anda pilih. Misal anda mau konsentrasi ke masalah politik, sudah seharusnya memiliki literatur yang memadai tentang dunia perpolitikan. Begitu juga masalah ekonomi, perpajakan, sosial budaya, pendidikan dan seterusnya. Tentu saja wawasan tentang bidang yang anda pilih juga harus selalu up to date. Nyambung dengan kondisi terkini. Tidak ketinggalan “kereta”.

Kalau anda lebih suka memilih keterampilan menulis kreatif, sebagaimana disebut di atas, itu juga menjadi hak anda. Menulis apa saja, tantangannya tetap sama, yaitu: anda harus jelas mau ngomong apa? Jelas tidaknya yang anda tulis atau “omongkan”, terletak pada gagasan yang anda miliki. Karena itu gagasan menjadi nyawa pertama sebuah tulisan. Gagasan menarik, terjadi karena sudut pandang yang berbeda.

Salah satu contoh di kisah pewayangan, di tangan seorang penulis skenario yang kreatif, kisah perang Baratayudha bisa tampil secara beda dan mengejutkan. Adegan pertama, Karna, panglima perang Kurawa duduk berhadapan dengan Prabu Salya, mertua yang akan bertindak sebagai kusir kereta perang Karna. Hubungan antara menantu dan mertua ini sudah lama berlangsung kurang harmonis. Mereka berdua tampak tidak ada pembicaraan, bahkan basa-basi. Adegan kedua, perang dimulai. Karna tampil sebagai panglima perang yang sangat cemerlang. Satu persatu jago-jago Pandawa tumbang di tangannya. Bahkan Pandawa Lima nyaris habis, tinggal Prabu Yudhistira saja. Dalam pertunjukan yang sebenarnya, bisa dibayangkan bagaimana kemarahan penonton melihat lakon yang ternyata memenangkan pihak Kurawa yang jahat dan seharusnya kalah. Daya tarik kuat sebuah gagasan kadang meminta “bayaran” tinggi yang namanya kontroversi, pro-kontra dahsyat. Juga reaksi kemarahan dari pihak yang merasa “terlukai” norma dan kebajikan yang diyakininya.

Namun kemudian kita melihat, ternyata skenario itu tidak membiarkan kulminasi kemarahan penonton tumpah menggelegak. Bom waktu meledak dan membuat semua menjadi berantakan. Adegan ketiga, Prabu Salya dengan kesal “membentak” Karna, “Hei Karna, kalau kamu ragu-ragu dan takut berhadapan dengan Pandawa, lebih baik kamu pulang dan serahkan pakaian kebesaran panglimamu kepada anak Prabu Duryudana.”

Karna kaget dari lamunannya. “Maaf Romo Prabu Salya. Mari kita berangkat.” Karna dengan gesit lalu melompat ke atas kereta. Prabu Salya memegang kendali kuda. Tak lama kemudian, kereta pun melesat, melaju ke arah padang Kurusetra yang senyap dan berkabut debu.

Demikian, semoga secuil gelitikan ini membuat anda tergoda untuk mulai menulis yang sesungguhnya mudah, dan bisa segera dilakukan. Saat ini juga. Setidaknya setelah anda selesai membaca artikel ini. Selamat berkarya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun