Mohon tunggu...
Darminto M Sudarmo
Darminto M Sudarmo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Peminat Masalah Sosial Budaya; Pemerhati Humor, Lawak dan Kartun.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perlunya Mengukur Kecerdasan Humor (HQ)

5 Mei 2013   06:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:05 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Setiap orang perlu mengukur tinggi-rendahnya kecerdasan otak atau Intellegent Quotient (IQ) untuk mengetahui seberapa potensi kecerdasan otak yang dimilikinya. Setiap orang juga perlu mengetahui seberapa potensi kecerdasan emosinya (EQ - Emotional Quotient) maupun seberapa potensi kecerdasan spiritual yang dimilikinya (SQ - Spiritual Quotient).

Bagaimana dengan kecerdasan humor (HQ - Humor Quotient)? Mengapa kita hampir tak pernah mengenal atau mewacanakannya? Padahal kita semua menyadari bahwa humor itu hadir dan ada seiring dengan kehidupan dan peradaban manusia itu sendiri. Manusia memerlukan humor sama halnya dengan manusia memerlukan oksigen, untuk keberlangsungan kehidupan dan peradaban.

Analogi dalam mitologi Yunani bahkan membagi dunia ke dalam dua bagian; yaitu dunia tragedi dan dunia komedi. Dunia tragedi mengacu pada pakem (hukum baku) dan komedi mengacu pada nonpakem (hukum nonbaku). Hukum baku merujuk pada pola pemikiran tentang segala sesuatu yang serba pasti atau matematis; misalnya, 2+3=5. Sementara hukum nonbaku sebaliknya, tak terbatas. Masyarakat modern lebih mengenalnya pada istilah kreativitas.

Kalau analogi di atas dikerucutkan lagi, maka kecerdasan matematis atau otak (IQ) itu lebih memuara pada pengertian kecerdasan otak kiri; sedangkan kecerdasan kreativitas (humor, salah satunya – HQ) lebih memuara pada pengertian otak kanan. Otak yang berhubungan dengan potensi imajinasi, daya cipta, persuasi, adaptasi, persepsi dan lain-lain yang tak ada batas tepinya.

Jika merujuk pada pengertian di atas, kecerdasan humor sebagai anak derivasi otak kanan yang begitu penting perannya dalam kehidupan kita sehari-hari, mengapa kita nyaris tak mengenal peran dan fungsinya dalam kehidupan nyata? Mungkinkah itu terjadi lantaran metode pendidikan (formal) kita sangat tergila-gila dan mengagungkan hafalan (kerja otak kiri) sebagai sebuah tolok ukur final prestasi insan terdidik kita? Evaluasi model UN (ujian nasional) berupa soal pilihan ganda, jelas-jelas menafikan peran imajinasi dan daya cipta (kreasi) anak-anak kita. Itukah yang disebut pendidikan manusia seutuhnya?

Salah satu keprihatinan yang pernah dicetuskan Prof DR dr Luh Ketut Suryani, psikiater, psikolog, spiritualis dan guru besar Universitas Udayana, Bali adalah perilaku masyarakat modern (hasil didikan ideologi otak kiri) yang hanya sedikit (5-10%) memanfaatkan potensi otak kanannya. Selebihnya mereka terjebak dan keasyikkan dalam aplikasi disiplin logika otak kiri. Fakta ini barangkali yang membuat out put didik kita menduduki ranking sangat memprihatinkan dibanding dengan Negara-negara lain di dunia.

Pada akhirnya, di antara kegiatan yang berhubungan dengan kreativitas yang begitu banyak jenis dan bentuknya, mengukur kecerdasan humor menjadi sangat penting karena ia juga salah satu parameter untuk memandu seseorang mengetahui minat dan bidang pekerjaan yang cocok dengan dirinya. Ia juga dapat memberi gambaran peta adaptasi terhadap berbagai situasi yang berbeda-beda; tak terkecuali mengenal pengetahuan bagaimana menyikapi kondisi yang paling tidak diharapkan dalam kehidupan atau pekerjaannya. Banyaknya kasus keputusasaan dalam hidup yang kemudian diakhiri dengan bunuh diri, seyogianya dapat pula direduksi dengan melihat peta persoalan pribadi (seolah-olah sebagai manusia paling malang di dunia), padahal sesungguhnya persoalan yang sama juga dialami oleh masyarakat lainnya.

Kecerdasan humor (HQ) memang berbeda dengan rasa humor (sense of humor). Kecerdasan humor lebih mengacu pada pengertian potensi atau ketersediaan kecerdasan humor yang ada pada diri seseorang, sementara rasa humor lebih berupa kemampuan untuk mengapresiasi atau menciptakan humor sesuai potensi kecerdasan humor yang ada pada seseorang.

Tanamkan keyakinan ini bahwa Anda memiliki selera humor yang baik dan Anda tidak takut untuk menggunakannya. Biarkan rasa unik humor Anda memberikan akses ke hal-hal yang paling penting -- baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari, itulah: kenikmatan murni, rasa penuh makna, kemudahan dan relaksasi. (lihat: HQ-Humor Quotient – Kecerdasan Humor, hal 20).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun