Mohon tunggu...
Munawar Fiqri
Munawar Fiqri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pentingnya Capacity Building Aparat Desa dan Keterkaitannya dengan Dana Desa

12 Januari 2016   13:23 Diperbarui: 12 Januari 2016   13:26 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rancangan Undang-Undang tentang APBN TA 2016 dalam Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan atas RUU tentang APBN TA 2016, telah disahkan oleh pemerintah pusat. Rincian Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota terdiri dari:

  1. Rincian Dana Alokasi Umum menurut Provinsi dan Kabupaten/Kota, dengan total jumlah alokasi DAU Provinsi Rp38,5 miliar dan DAU Kabupaen/Kota Rp346,36 miliar.
  2. Rincian Dana Alokasi Khusus Fisik menurut Provinsi dan Kabupaten/Kota, dengan total jumlah alokasi DAK Fisik Provisi Rp7,2 miliar dan DAK Fisik Kabupaten/Kota Rp78,24 miliar.
  3. Rincian Dana Insentif Daerah menurut Provinsi dan Kabupaten/Kota, dengan total jumlah alokasi DID Provinsi Rp480,9 juta, DID Kabupaten Rp3,72 miliar dan DID Kota Rp 796,8 juta.
  4. Rincian Dana Desa menurut Kabupaten/Kota, dengan total alokasi sebesar Rp46,98 miliar yang dikucurkan oleh pemerintah untuk pendanaan 74.754 desa di Indonesia.

Penggunaan Dana Desa, seperti yang disebutkan oleh Permendes No. 5/2014 Bab I, III, dan IV, memiliki prioritas penggunaannya dalam Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Di dalam poin Pemberdayaan Masyarakat Desa, terdapat prioritas dalam peningkatan kualitas proses perencanaan desa, dan pembentukan serta peningkatan kapasitas Kader Pemberdayaan. Dua poin yang disebutkan tadi memiliki keterkaitannya dengan kapasitas yang dimiliki oleh aparatur desa di Indonesia. Oleh karenanya, pengembangan kapasitas (capacity building) para aparatur desa sangat dibutuhkan guna penggunaan dana desa yang tepat sasaran dan efektif dalam perencanaan serta pembangunan desa. Terlebih lagi dengan besarnya dana alokasi yang dikeluarkan, dimana dengan total alokasi seperti yang disebutkaan di atas, bisa memberikan dampak yang luar biasa dalam perkembangan dan pembangunan desa.

Pengembangan kualitas (capacity building) sendiri memiliki pengertian yang beragam di kalangan para ahli. Pengertian mengenai karakteristik dari pengembangan kapasitas menurut Anelli Milen adalah sebuah proses peningkatan secara terus menerus (berkelanjutan) dari setiap individu, organisasi atau institusi, dan tidak hanya terjadi satu kali. Pengembangan kapasitas merupakan proses internal yang hanya bisa difungsikan dan dipercepat dengan bantuan dari luar sebagai contoh penyumbang (donatur)[1]. Menurut African Capacity Building Foundation (ACBF, 2001) peningkatan kapasitas dapat didefinisikan sebagai sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan individu, kelompok, organisasi, komunitas atau masyarakat untuk menganalisa lingkungannya; mengidentifikasi masalah-masalah, kebutuhan-kebutuhan, isu-isu, dan peluang-peluang; memformulasi strategi-strategi untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu, dan kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan memanfaatkan peluaang yang relevan. Merancang sebuah rencana aksi, serta mengumpulkan dan menggunakan secara efektif, dan atas dasar sumber daya yang berkesinambungan untuk mengimplementasikan, memonitor, dan mengevaluasi rencana aksi tersebut, serta memanfaatkan umpan balik sebagai pelajaran.[2]

Bentuk-bentuk pengembangan kapasitas aparatur desa diatur dalam PP No.59 Tahun 2012 Tentang Kerangka Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah pada Bab II Ruang Lingkup Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah, Pasal 6 ayat (1-2) sebagai berikut:

  • Pengembangan kapasitas kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi:
  1. peningkatan kapasitas struktur organisasi yang efektif, efisien, rasional dan proporsional;
  2. peningkatan kapasitas tata laksana penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi setiap unit kerja pemerintahan daerah;
  3. pelembagaan budaya kerja organisasi yang produktif dan positif berdasarkan nilai-nilai luhur budaya bangsa;
  4. peningkatan kapasitas anggaran untuk mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
  5. peningkatan kapasitas sarana dan prasarana kerja sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan tugas; dan
  6. penerapan standar prosedur operasi (standard operating procedure) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan umum.
  • Pengembangan kapasitas kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
  1. penataan struktur organisasi Pemerintah Daerah yang tepat fungsi dan tepat ukuran melalui evaluasi dan analisis departementasi dan spesialisasi unit-unit kerja organisasi pemerintahan daerah;
  2. pembenahan mekanisme kerja dan metode serta hubungan kerja antar unit organisasi Pemerintah Daerah dan antar unit organisasi Pemerintah Daerah dengan pihak lainnya;
  3. perumusan nilai-nilai luhur sebagai budaya organisasi dan penanaman budaya organisasi pada setiap individu;
  4. penguatan dan pemantapan metode pengalokasian anggaran sesuai dengan visi, misi dan sasaran penyelenggaraan pemerintahan serta pengembangan sumber penerimaan daerah;
  5. penyediaan sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar yang ditetapkan; dan
  6. penyediaan standar prosedur operasi (prosedur kerja) dan penerapan metode kerja modern berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Berdasarkan pada penjelasan yang diberikan oleh pasal tersebut, pengembangan kapasitas kelembagaan terdapat enam fokus yakni, struktur organisasi, mekanisme kerja, budaya organisasi, sistem anggaran/nilai, sarana prasarana dan prosedur kerja.

Josef Riwu Kaho menyatakan jika tugas otonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan salah satunya adalah anggaran keuangan yang harus cukup dan baik[3]. Secara anggaran sebagai bentuk dukungan dalam pendanaan desa, pemerintah pusaat sudah menyediakan besaran alokasi dana yang sangat besar apalagi jika dilihat perbandingannya dengan anggaran di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini merupakan sebuah bentuk positif demi mengejar ketertinggalan pembangunan desa terhadap kota-kota besar. Permasalahan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah mengenai  kapasitas para pemerintah daerah mereka. Oleh karenanya, penting untuk  meningkatkan kapasitas pemerintah desa demi mensejahterakan masyarakat di desa, mengelola pembangunan seara tepat dan baik sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas, karena secara rincian alokasi dana sudah sangat terperinci penggunaannya di setiap sector (seperti yang dijelaskan dalam DAK Fisik).

Secara umum, tujuan daripada pengembangan kapasitas adalah agar individu, organisasi maupun juga sistem yang ada dapat dipergunakan secara efektif dan efisien, sehingga pencapaian tujuan pembangunan desa dapat terealisasikan dengan baik dan penggunaan Dana Desa tepat sasaran. Pencapaian lainnya yang diharapkan dari capacity building adalah terciptanya sebuah kepemerintahan yang bersifat good governance sebagaimana yang diidam-idamkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam hal ini PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD) menjadi sebuah pemicu bentuk-bentuk program peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Di dalam PP tersebut dijelaskan mengenai kewajiban pemerintah daerah untuk menindaklanjuti hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan melaksanakan program-program peningkatan kapasitas (capacity building). Seperti yang disebutkan dalam Bab Pembinaan, Pasal 54 ayat (1-3) PP No. 6 Tahun 2008, yaitu:

  1. Pemerintah berdasarkan hasil EPPD melakukan pembinaan dan fasilitasi dalam rangka peningkatan kinerja pemerintahan daerah melalui program pengembangan kapasitas daerah.
  2. Pengembangan kapasitas dapat berupa fasilitasi di bidang kerangka kebijakan, kelembagaan, dan sumber daya manusia.
  3. Penyusunan program pengembangan kapasitas daerah berpedoman pada kerangka nasional pengembangan kapasitas yang diatur dengan Peraturan Presiden.

Lewat PP yang disebutkan di atas, evaluasi kinerja pemerintah daerah dapat dijadikan sebuah landasan khusus guna meningkatkan apa yang masih dianggap kurang dari kinerja pemerintah daerah. Melakukan kerja sama dengan NGO ataupun lembaga-lembaga internasional dapat menjadi sebuah langkah yang tepat dan bijak untuk meningkatkan kapasitas para aparatur desa, sebagaimana yang telah dijalankan oleh Kementerian Dalam Negeri yang bekerja sama dengan GTZ dalam Proyek Pendukung Pemantapan Penataan Desentralisasi (P4D). Kerja sama seperti ini akan memberikan hasil dan dampak yang positif bagi aparatur desa nantinya dalam menggunakan Dana Desa dan mengelola desa mereka.

Selain bekerja sama dengan lembaga-lembaga professional, pemerintah daerah juga bisa memetakan factor internal mereka untuk dijadikan sebagai sebuah need assessment guna memproyeksikan program pengembangan kapasitas institusi mereka. Perencanaan yang dibentuk lewat penglihatan terhadap kemampuan pemerintah daerah dan sumber daya yang ada bisa memperkuat apa yang sudah dihasilkan, dan kemudian dijadikan evaluasi yang tak hanya untuk meingkatkan yang telah dicapai namun juga mengerjakan apa yang belum tercapai dari perencanaan dan program desa. Formulasi perencanaan dalam capacity building bisa menggunakan formulasi yang dijelaskan dalam Modul Capacity Building GTZ-Kementerian Dalam Negeri di bawah ini.

 Tabel 1. Strategic Framework for Capacity Building

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun