Mohon tunggu...
Ode Abdurrachman
Ode Abdurrachman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Trading Blogger - Pemerhati Pendidikan | Ketua IGI Provinsi Maluku | Ketua Dikdasmen PDM Kota Ambon Guru, Pengajar, aktivis Muhammadiyah Kota Ambon

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ikatan Guru Indonesia (IGI) Pro Maluku, Benar Mengajar, Bukan Menghajar (Part 3)

23 Februari 2016   21:03 Diperbarui: 23 Februari 2016   21:33 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan Kongres Ikatan Guru Indonesia (IGI) II, 30 dan 31 Januari 2016 di Makassar

Kisah perjalanan menuju kongres IGI II di Makassar ini saya muat di bagian ketiga tulisan ini karena banyak kisah luar biasa yang terjadi di kongres tersebut yang semakin membuat kami peserta dan pengurus IGI yang datang dari seluruh Propinsi baik dari kabupaten dan kota di Indonesia yang tumpah ruah di kota Daeng, mendapat pelajaran dan pengalaman berharga. Pengalaman ini menjadi guru yang utama dan mengajarkan kepada masing-masing peserta kongres bahwa bersatu dalam sebuah organisasi yang nampak kecil seperti IGI, menjadi besar karena kita dalam satu gerbong dan berjalan di atas rel yang sama.

IGI; Youre Small but Giant

[caption caption="dokumentasi Sekret IGI Pusat (Foto: Andi Rahman)"][/caption]

Ini kata-kata yang diucapkan Mas Anis (sapaan akrab menteri pendidikan dan kebudayaan), ketika menutup kongres IGI II di Ballroom Wisma Kalla, 31 Januari 2016. Kata ini sarat makna bahwa meski IGI komunitas kecil tetapi kinerja dan cita-citanya meningkatkan kualitas para guru ke arah lebih profesional tanpa sokongan pemerintah pusat maupun daerah merupakan hal yang positif dan perlu diapresiasi.

Banyak kalangan yang meremehkan dan mencibir hadirnya Ikatan Guru Indonesia, adalah bentuk kegagalan segelintir orang yang tidak mendapat tempat dalam birokrasi pemerintahan dan membentuk komunitas sendiri dan akan bersaing dalam bursa kepemimpinan tertentu di daerah maupun pusat, namun kenyataanya hadirnya IGI adalah bentuk kegagalan organisasi profesi lain, yang tidak sukses menggiring para guru menuju perbaikan kualitas profesi ke arah yang lebih baik lagi.

Para Guru IGI adalah orang-orang pilihan yang mampu mengembangkan kreativitas dan kompetensinya dalam wadah dan jalur yang bener dan sarat idealisme dan via IGI-lah wadah yang tepat untuk menyalurkan minat dan bakat pengembangan profesinya, sebab hal apapun yang menyangkut pengembangan komptensi guru dan peningkatan kualitas semaksimal mungkin diapresiasi dan difasilitasi oleh organisasi yang kini sudah memiliki perwakilan di 33 propinsi ini.

Pemanfaatan Sosial Media dan Instan Mesengger di arena Kongres IGI II Makassar

Jika berkunjung ke Group Sosial media IGI Pusat, akan ada puluhan pelatihan setiap minggunya yang disodorkan kepada para guru dan pendidik sejak IGI didirikan, baik untuk anggota guru yang menjadi member IGI maupun guru lainnya. Program ini berupa gerakan literasi guru, gerakan guru menulis dan gerakan guru melek Internet atau penguasaan Komputer dan Internet oleh para guru hampir tiap minggu selalu dilakukan oleh komunitas IGI di berbagai daerah di seluruh Indonesia, hanya saja tidak terpublikasi di media mainstream. Hanya dengan mengandalkan jejaring sosial facebook, whatsup, dan terakhir telegram, kegiatan IGI terus berpindah dari satu kota ke kota lainnya.

Pemanfaatan media sosial dan layanan aplikasi pesan singkat kerap dipakai di IGI untuk melakukan koordinasi dan konsolidasi, baik dalam rapat formal maupun nonformal dan ini terus-menerus dilakukan bahkan vokus. Boleh dikatakan tidak ada organisasi profesi di zaman ini yang para pengurusnya terus melakuakan rapat konsolidasi hampir 24 jam, melalui media sosial, baik whatsup dan telegram baik untuk kebutuhan rapat nonformal maupun rapat-rapat formal. Bahkan ketika pelaksanaan kongres IGI II di Makassar, konsolidasi dan koordinasi IGI tetap berjalan via sosial media.

Yang tak kalah kreatifnya sebelum kongrespun hanya IGI lah yang melakukan kongres virtual pertama kali di dunia dimana para peserta dan pengurusnya melakukan diskusi pra kongres melalui media sosial whatsup dan telegram, lengkap dengan komisi dan kelengkapan sidang. Semoga hal baik ini bisa ditiru di organisasi lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun