Mohon tunggu...
Ode Abdurrachman
Ode Abdurrachman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Trading Blogger - Pemerhati Pendidikan | Ketua IGI Provinsi Maluku | Ketua Dikdasmen PDM Kota Ambon Guru, Pengajar, aktivis Muhammadiyah Kota Ambon

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ikatan Guru Indonesia (IGI) Pro Maluku; Benar Mengajar bukan Menghajar! (part.2)

18 Februari 2016   10:26 Diperbarui: 18 Februari 2016   10:56 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bagin kedua dari tulisan pertama, tentang kiprah IGI dan gerakannya..

Pemanfaatan Sosial Media untuk kampanye online IGI Maluku.

Dengan modal hampir 5.000 teman yang menjalin perkawanan di FaceBook, gaung IGI Pro Maluku, dengan cepat menjalar di setiap pikiran orang yang berkawan dengan penulis, apalagi beberapa di antaranya juga merupakan pengajar baik dosen, guru, atau pengajar lepas lainnya. Sehingga ketika tagline IGI Pusat dan IGI wilayah Maluku mulai terpampang di wall FB, makin banyak yang menarik perhatian. Mungkin bukan data yang valid, tapi dari setiap postingan tentang IGI selalu mendapat like (jempol biru) di diding Facebook. Inilah salah satu kemajuan terkini dari teknologi sosial media saat ini yang bisa dimanfaatkan dengan baik tentunya.

Alhasil, ketika sukses menggelar acara sosialisasi IGI Propinsi Maluku di Kota Masohi, Maluku Tengah. Banyak respon dari kawan yang mulai mengirim pesan di Inbox FB bahkan SMS atau WhatsUp. Respon pun beragam, dari yang pro hingga yang agak kontra akan hadirnya IGI di Maluku.

Hentakan IGI Pro Maluku di awal berdirinya..

Dari hasil pertemuan dan sosialisasi dan pelatihan IGI Kota masohi 16  Januari 2016 yang menghadirkan 145 peserta dari seluruh sekolah di Masohi, (SD, SMP, SMA, SMK) dan guru-guru madrasah, memberi gambaran dan kesimpulan sementara bahwa rupanya bener para guru sudah lama ditinggal dan jauh dari pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan dinas termasuk organisasi profesi, kalaupun ada hanya kepala sekolah atau segelintir orang saja yang diikutkan, tetapi sebagian besar para guru jarang sekali dilatih. mereka kadang belajar secara otodidak, atau seadanya saja.  

Bagi kawan-kawan guru yang mendukung adalah mereka yang tau benar kiprah IGI di Pusat dengan berbagai pelatihan dan pendampingan guru yang ingin kualitas guru lebih profesional lagi, dan mereka rela bahkan pasang badan untuk memajukan IGI di tempat masing-masing, minimal menjadi anggota dengan mendaftar langsung secara online.

Tapi bagi mereka yang pesimis, adanya IGI adalah bagaimana mungkin IGI bisa bersaing dengan 'saudara tuanya' PGRI yang sudah lama berkiprah dari pusat hingga di daerah, bahkan sebagain besar guru di kabupaten, sangat ditekan oleh birokrasi pemda untuk tidak bisa malaksakanan pelatihan yang berlabel IGI karna mereka sudah merasa berhutang jasa atas sertifikasi profesi yang diusahakan oleh PGRI. Apalgi pentolan PGRI ada pada jabatan birokrasi kepala dinas hingga UPTD, ini juga yang menciutkan nyali para guru sehingga masih ragu-ragu menerima dan berjalan pada gerbong IGI.

Isu Lain hadirnya IGI di Maluku

Isu yang tatkala menyimpang dari beredarnya SMS dan Inbox FB yang penulis terima adalah bahwa IGI hadir di seluruh Maluku di bawah label politik tertentu demi suksesi kepemimpinan di daerah, berkaitan dengan dukung mendukung calon yang akan duduk  sebagai kepala Daerah atau wakilnya di kabupaten dan kota. Isu ini muncul kembali di Kab. Maluku Tengah dikarenakan salah satu calon yang mewarnai bursa calkada yang akan maju dari keluarga klan 'Ode' yang namanya kebetulan mirip dengan Penulis. padahal sampai hari ini penulis sendiri tidk pernah bertemu atau bertatap muka dengan orang yang disebut-sebut itu.

Sekaligus hadirnya tulisan ingin mengklarifikasi, bahwa idealismelah yang memberi keyakinan kepada penulis untuk bisa menularkan spirit dan motivasi Ikatan Guru Indonesia (IGI) di wilayah Propinsi Maluku dan kabupaten Kota, kepada para guru.  Idealismelah yang murni bertujuan ingin berbagi dan tumbuh bersama guru dengan jargon, 'sharing and growing together' sebagai motto IGI secara nasional. jika bukan karena moto ini, bagaimana mungkin IGI dengan cepat dapat diterima di seluruh kalangan guru.

Idealisme hadirnya IGI Pro Maluku

Setidaknya hadirnya IGI, di kalangan guru dan birokrasi pemerintahan adalah meringankan kerja dan kinerja Pemda, LPTK, LPMP, untuk mendidik dan melatih para guru, sehingga pekerjaan mereka tidak lagi banyak, karena sebagian besar sudah ditangai oleh IGI, organisasi profesi, yang terus menginisiasi terus para guru dengan berbagai pelatihan dan program peningkatan kualitas guru dari kota hingga ke pelosok. apakah mereka tidak merasa diuntungkan?

Kami merekrut para guru-guru kreatif dan profesional di bidangnya, untuk menjadi pengurus sekaligus guru pelatih (Teacher of Training/TOT), mereka-mereka yang pernah menjuarai berbagai even daerah maupun nasional untuk berada di pengurus wilayah dan kabupaten hingga kota, tidak terkecuali guru-guru pelosok yang bermental baja ingin memajukan kualitas pendidikan bersama, mereka bukan siapa-siapa, tapi mereka bukan guru biasa, melalui merekalah IGI follower (istilah baru bagi guru-guru yang bergabung di IGI), bisa memberi inspirasi dan kontribusi positif tentang kiprah IGI di Maluku.

Lantas bagaimana dengan Organisasi PGRI sebagai Organisasi Profesi yang kini melekat di pikiran para Guru?

Hadirnya PGRI, adalah bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan para guru yang sekian lama, mendambakan penghargaan yang layak sebagai guru dalam hal profesi, perjuangan PGRI memuluskan jalan sertifikasi profesi hingga saat ini patut diapresiasi, bahwasanya saat ini guru bisa dikatakan berpenghasilan sejahtra, karena ada tunjangan tambahan selain gaji pokok. atas tugas prestasi kawan-kawan PGRI pusat inilah kalangan para guru harus berterima kasih.

Tetapi kemudian peningkatan kesejahteraan guru tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas guru. inilah yang sangat tidak diharapkan. motivasinya adalah ketika para guru mendapat kesejahteraan maka kualitas pengajaran dan pendidikan juga akan maju, tapi ternyata tidak sama sekali. berbagai penelitian membuktikan bahwa penerimaan tunjangan profesi melalui program sertifikasi guru dan Pendidikan profesi Guru (PPG) tidak serta merta menaikan pamor guru. untuk itulah dievaluasi kembali oleh pemerintah, salah satunya melalui Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan secara Online, dan hasilnya, tidak semua guru mampu menjawab soal komptensi pedagogik tersebut. dan Maluku sebagai propinsi tertua menduduki urutan terendah kedua dari bawah setelah Maluku Utara untuk skala perolehan nilai UKG. cukup miris tapi itulah faktanya....

lanjut ke bagian 3 ya...

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun