Mohon tunggu...
Oddie Frente
Oddie Frente Mohon Tunggu... lainnya -

Menuis prosa, puisi, dan artikel.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sehelai Daun yang Mencari Pohonnya

30 Juni 2010   02:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:12 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bermula dari badai bulan Januari, Angin tiba-tiba bertiup kencang mengalahkan hempasan butir-butir air hujan. Sehelai daun tersenyum, doanya terkabul. Ini saatnya! pekiknya dalam hati. Ia telah bersolek sejak pagi, bersiap dijemput angin. Betul saja, ia terhempas, melayang di udara, ke atas dan berputar-putar. Ia tak menyangka, itu adalah badai terbesar yang pernah ia temui. Tak apa, ia kini bebas. Selamat tinggal saudara-saudaraku para daun di pucuk-pucuk, Selamat tinggal tempat tidurku seuntai ranting yang kering.. Tubuhnya terus melayang, Melewati hutan, rumah, desa dan kota. Berhari-hari, kemanapun ia dapat menunggangi angin. Sampai suatu hari, ia tersesat di jalanan kota. Paginya ia terangkut ke bak sampah, sorenya berakhir di penampungan yang busuk. Tak ada lagi angin yang lewat. Ia sedih akan berakhir membusuk. Ia rindu sang bunda, sang pohon besar. Ia terus menunggu angin, yang tak mungkin bisa ditunggangi lagi. yang tak mungkin seharum di musim semi.. #o ——- Suatu pagi, di saat aku telah berkirim doa pada Pohonku. Jakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun