Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi yang banyak mendukung program pemerintah dan menghasilkan pemimpin-pemimpin pemerintahan di Indonesia melalui kader-kader terbaiknya. HMI merupakan organisasi mahasiswa yang didirikan di Yogyakarta pada 14 Rabiul Awal 1366 H yang bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam atau saat ini disebut dengan Universitas Islam Indonesia.
Sebagai organisasi kemahasiswaan, perkaderan dan perjuangan HMI bertujuan untuk terbinanya mahasiswa islam menjadi insan Ulil Albab yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan keputusan rapat yang buat oleh Lafran Pane pada saat membentuk organisasi perhimpunan mahasiswa ini.Â
Dalam keputusan rapat tersebut disepakati bahwa Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiul Awal 1366 H, tanggal 5 Februari 1947 menetapkan berdirinya organisasi HMI bertujuan untuk mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia dan menegakkan serta mengembangkan ajaran agama Islam. Selain itu, mengesahkan anggaran dasar dan pengurus HMI yang akan dibuat dikemudian hari.
Mahasiswa sebagai mitra pemerintah perlu saling mengisi satu sama lain. Mahasiswa mengawasi pemerintah, pemerintah juga harus mendengarkan apa aspirasi dari mahasiswa. Hal ini yang sulit terjadi dulu ketika di suatu masa yakni disebut dengan era Orde Baru. Beruntung, pada saat reformasi tiba mahasiswa berani dan berjuang bersama untuk mewujudkan demokrasi.Â
Hal ini juga terjadi pada saat ini, aspirasi mahasiswa terutama HMI disambut baik oleh Presiden Joko Widodo yang menerima peserta Sekolah Pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam (Sepim HMI) Tahun 2018 di Istana Kepresidenan Bogor. Acara tersebut mengambil tema 'Satu Abad Indonesia HMI, Mempersiapkan Youth National Leader di Era Bonus Demografi 2020-2030'. Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum PB HMI, Respiratory Saddam Al Jihad menyampaikan Sembilan Tuntutan Rakyat Indonesia (Senturi) kepada Presiden Jokowi.
Sembilan Tuntutan tersebut berisi yakni pertama, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan melibatkan stakeholder dan menekankan agar Indonesia tidak berutang kepada IMF dan World Bank. Kedua, membangun kembali penguatan reformasi sistem keamanan untuk menangkal radikalisme dan terorisme, karena gagasan ini dianggap penting untuk memberantas terorisme di Tanah Air Indonesia.
Ketiga, menelaah kembali kebijakan berkembangnya Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia karena HMI menginginkan pemerintah menyeimbangkan antara penggunaan TKA dengan tenaga kerja lokal dalam pembangunan bangsa.Â
Keempat, menekankan kepada pemerintah dalam penguatan kedaulatan energi terhadap perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Kelima, menekankan terciptanya holding pangan di Indonesia agar kedaulatan pangan tetap terjaga.Keenam, menekankan pemerintah dalam penegakan supremasi hukum dan HAM.Â
Baik di KPK, kejaksaan dan polisi demi menjaga marwah NKRI. Ketujuh, memperkuat pemerataan pendidikan demi menghasilkan peningkatan sumber daya alam demi terciptanya nation character buildingn sebagai gagasan yang dinilai sejalan dengan revolusi mental yang digaungkan Jokowi. Kedelapan, menekankan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan di Indonesia. Dan kesembilan mendorong terciptanya open government untuk keterbukaan informasi publik di setiap instansi pemerintah dan politik.
 Tentu hal ini adalah bentuk kepedulian dua pihak yang akan meningkatkan kemajuan Negara Indonesia, dimana mahasiswa memberikan pandangannya terhadap bangsa dan negara secara etis dan akademis. Sementara, Presiden Republik Indonesia menerima dengan baik hal yang ingin dikritisi pemerintah. Ini bentuk kemajuan bangsa kita dalam berdialog, berdiskusi maupun bertukar fikiran.
Wakil Sekjen PB HMI Ichya Halimudin menyampaikan bahwa Presiden Jokowi adalah pemimpin yang berasal dari civil society dan merupakan contoh pemimpin dalam sistem demokrasi yang sesungguhnya, berasal dan didukung gerakan civil society, tentu sesuai dengan HMI yang merupakan bagian dari civil society itu sendiri.