Pertemuan ini menjadi yang terakhir, aku hendak menutup tahun dan buku diariku yang suram.Â
"Apa?" Tanyaku dengan nada memuncak kala Denis mengatakan pernyataan yang menggantung.
"...hanya saja, jika kamu ingin berhenti, lalu, mencari sahabat sejati yang lain, aku mendukungmu." Denis menamatkan kalimatnya.
"Entahlah, gak semudah itu. Aku justru trauma untuk mencari sahabat yang lain, bahkan sekadar memulainya."
"Akhirnya, benar kan dugaanku? Kamu terjebak dalam toxic friendship. Omong-omong kapan mau keluar dari sana? Gak bosan selalu diabaikan?"
Dua bulan kemudian tahun 2022. Bohong kalau sejak percakapanku dengan Denis tidak terjadi apa-apa. Aku lebih sering migrain, asam lambung naik tak tentu waktu.Â
Selain itu, belakangan aku jadi perenung andal. Air mata bisa jatuh tiba-tiba. Aku berpikir apa aku salah jika ingin berteman dengan Kia dan Tata? Sebenarnya selama sepuluh tahun ini mereka menganggapku apa?
Akhir tahun 2022.
Lama sekali aku menata hati untuk bersiap menghadapi tragedi persahabatanku. Aku sekarang bingung membedakan sahabat dan teman, persahabatan dan pertemanan. Karena kami terlalu dekat untuk disebut teman, tapi terlalu asing untuk disebut sahabat.
Aku, Tata dan Kia selesai melahap camilan-camilan porsi besar. Perutku terasa penuh. Kalau sedang kekenyangan aku bisa terkena penyakit dadakan. Penyakit malas gerak, ngantuk, dan tidak bisa berpikir.