Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Lun Yu 1.1: Sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali; bukankah ini sikap seorang Jun Zi - Kun Cu? - Lukas 12.57: Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? - QS 8.22: Indeed, the worst of living creatures in the sight of Allāh are the deaf and dumb who do not use reason

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 4): San-bo-tsai, Jambi, dan Disintegrasi Ku-kang (Palembang) saat Keruntuhan San-bo-tsai

6 April 2024   04:36 Diperbarui: 1 Juli 2024   01:09 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan tentang perpindahan ibu kota kerajaan San-bo-tsai ke Palembang - Dokpri


Tulisan ini merupakan sambungan dari tiga tulisan lainnya:

1. Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 1): Sribhoga (Sribhoja) dalam Catatan Biksu I-Tsing

2. Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 2): San-bo-tsai dalam Catatan Willem Pieter (WP) Groeneveldt

3. Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 3): Jambi sebagai Ibu Kota Lama dalam Catatan Sejarah Cina

Pada tulisan sebelumnya, penulis membahas tentang ibu kota lama kerajaan San-bo-tsai, yang mengarah pada Jambi, sedangkan ibu kota baru kerajaan ini disebutkan berada di Palembang. Oleh karena itu, sebelum berpindah ke Palembang, penceritaan tentang kerajaan San-bo-tsai pada dasarnya selalu mengarah ke Jambi. Hal ini sebetulnya cukup jelas terpapar dalam catatan sejarah Cina - jika saja kita mau mencermati narasi penceritaan kerajaan ini dalam catatan tersebut.

Bukan itu saja, dalam penceritaan yang menyebutkan nama Jambi dan Palembang ini, kita dapat mengetahui bahwa pada suatu masa Jambi dan Palembang sebetulnya berada di bawah kerajaan yang sama. Perpisahan (disintegrasi) keduanya sebetulnya mewarnai "proses" keruntuhan kerajaan San-bo-tsai - sebelum akhirnya kerajaan ini seakan-akan menghilang tanpa jejak di bumi nusantara. Pada tulisan ini, kita akan mencoba memahami berjalannya proses tersebut berdasarkan keterangan-keterangan yang terdapat dalam catatan sejarah Cina tentang kerajaan ini lebih jauh.

Chan-pi (Chan-pei) atau Jambi (Djambi)

Walau pada awal catatan beliau tentang kerajaan ini, meester WP Groeneveldt menyatakan bahwa kerajaan ini berada di Palembang berdasarkan "tradisi" (pemahaman) para sejarawan Cina (hal. 60), penceritaan catatan sejarah Cina tentang San-bo-tsai sendiri sesungguhnya selalu mengarah pada Jambi - dan bukan Palembang. Jika kita memperhatikan keterangan meester WP Groeneveldt terkait penyebutan "Jambi" (Djambi) dalam bukunya, contohnya, nama ini sebetulnya sudah disebutkan dari narasi awal dalam catatan dinasti Sung (Song; 960-279) yang menjelaskan bahwa: raja di San-bo-tsai disebut atau bergelar (styled) “Chan-pi”. Kata "Chan-pi" inilah yang diinterpretasikan oleh meester WP Groeneveldt sebagai "Jambi" (Djambi - hal. 63).

Namun, meester Groeneveldt menduga bahwa sebutan ini tidak merujuk pada sebutan diri (nama) atau gelar raja, tetapi suatu kesalahpahaman penulis catatan dalam mengidentifikasi “Jambi” sebagai nama tempat yang dikenal oleh orang Cina. Oleh karenanya, bagi meester Groeneveldt, sebutan “Chan-pi” ini tidak merujuk pada gelar atau nama seorang raja (Raja Jambi), tetapi semata merujuk pada raja “dari” Jambi. Meester Groeneveldt sendiri mengakui keraguannya perihal nama “Jambi” dalam catatan akhirnya (hal. 76), khususnya terkait keterangan catatan dinasti Ming tentang nama ini (hal. 72) yang beliau nyatakan: “sepertinya” (does not seem) tidak dapat diandalkan dan tidak didukung oleh keterangan-keterangan lain, kecuali “karangan/khayalan” (fancy) dari penulis (catatan) itu sendiri.

Namun, pun demikian, sebetulnya ada catatan khusus terkait penggunaan nama raja yang digunakan sebagai nama kerajaan di sekitaran Semenanjung Malaya. Monsieur George Cœdès dalam bukunya, The Indianized States of Southeast Asia, menyatakan bahwa nama kerajaan yang dipinjam dari nama raja merupakan sebuah hal yang biasa (customary usage) di kawasan ini (hal. 55). Hal ini beliau nyatakan saat mempertanyakan nama raja kerajaan Ho-lo-tan yang mengirim utusan kepada kaisar Cina pada tahun 434, yaitu raja Shih-li-p'i-ch'o-yeh. Menurut monsieur Cœdès, nama ini merupakan "transkripsi" (bentuk tulis dari pengucapan) yang sesuai dengan nama Sriwijaya. Karenanya, beliau mempertanyakan: apakah nama Sriwijaya berasal dari nama ini?

Selain (raja) Jambi dan (raja) Shih-li-p'i-ch'o-yeh, satu nama raja lain yang juga mengingatkan pada nama wilayah, menurut meester Groeneveldt, adalah raja Ma-na-ha-pau-lin-pang yang mengirim utusan kepada kaisar Cina pada 1374 (hal. 69). Menurut beliau, tiga suku kata terakhir dari nama raja ini (pau-lin-pang) mengingatkan kita pada nama "Palembang". Akan tetapi, pun dengan temuan ini, beliau menyatakan bahwa Jambi dan Palembang kemungkinan telah lama ada sebelum keruntuhan kerajaan San-bo-tsai. Ini alasan utama mengapa beliau meragukan nama Jambi berasal dari nama raja - sebagaimana yang dijelaskan oleh catatan sejarah Cina itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun