Rindu menumpuk di dalam prosa
yang belum rampung ku baca
menghimpit di sela-sela urat nadi
memompa detak menjadi hangat
meskipun ku tepis dengan dingin nya
aku yang menggebu dan dia yang bergeming kaku;hambar-hambar saja
semestinya bisa kita kompromi sambil tertawa-tawa; gembira
tanpa kata pun kita tau dalam maknanya
usah mengais kertas yang telah kau hapus tintanya
di pelupuk bayu kau titip bisikmu
bisa ku dengar meski samar-samar
mengeja sepi yang beranjak seiring rinai hujan yang melambai
kita berlarian perlahan meniti kubangan
tanpa melihat lagi jejak yang tergenang
berdekap berbagi hangat dalam beku
tanpa menanya makna genggaman dan jalinan jemari di tengah temaram
belum sampai pada ujungnya
kita masih mengisahkan sekelumit mimpi yang terhidang di meja makan
mengunyah cinta serupa dilema yang belum matang
lilin merah menyala di ujung perjamuan
kita masih tertawa dengan renyah
tak peduli pada gundah
membubuhi paraf di setiap kisah yang kita lalui dengan stempel asa
menyimpannya di kotak tua yang akan kita buka sebelum senja
tak lagi ada khawatir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H