Mohon tunggu...
Octo Beary
Octo Beary Mohon Tunggu... -

a baby doll

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ketika Facebook dan Twitter Membuatmu Gila !

26 Januari 2011   10:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:10 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Yang dimaksud dengan situs jejaring sosial adalah sebuah fenomena internet yang mewakili generasi muda. Situs-situs ini sering digunakan untuk mencari jodoh dan pada perkembangannya, modus yang sama juga digunakan untuk mencari teman (sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Komunitas_maya). Salah satu yang populer dan sedang marak saat ini adalah Facebook dan Twitter. Namun, semarak-marak apapun dua situs ini, saya menjadi amat sangat salut dengan orang-orang yang tidak mau sedikitpun bersinggungan dengan situs-situs jejaring sosial namun tetap mampu menjaga keseimbangan kehidupan sosial nyata dan maya mereka dengan baik (karena tentu saja sesuatu yang berkaitan dengan dunia maya tidak semata tentang situs jejaring sosial).

Mari sedikit berbagi tentang fenomena situs jejaring sosial ini.

Dua tahun yang lalu, saya punya masalah dengan seorang lesbian yang jatuh cinta pada saya gara-gara terlalu serius membaca tulisan-tulisan saya yang tersebar di dunia maya lalu perempuan ini membuat kurang lebih lima akun facebook berbeda untuk terus mempertahankan komunikasinya dengan saya. Perempuan ini mungkin cukup mengenal bahwa saya seorang yang enak diajak bicara bila berkaitan dengan hal-perihal diskusi dan mosi. Awal mulanya dia sekedar menegur saya dan berbicara tentang tema-tema perempuan dan saya menjadi sangat tertarik karenanya. Ketika pada akhirnya kami cukup dekat di ruang maya, somehow dia mengatakan bahwa dia menyukai saya dengan cara berbeda dan terang-terangan mengakui bahwa dia menggunakan saya dalam fantasi sex-nya dan ingin menjalin hubungan yang lebih “akrab” dengan saya. Akhirnya dengan sopan, saya mundur teratur dan menjaga jarak. Tapi entah kenapa perempuan itu menjadi beringas, dia kemudian membuat beberapa akun-akun berbeda yang rutin mengikuti ke mana jejak saya mengomentari status orang lain dan mengirimi saya pesan-pesan aneh dengan pola serupa. Saya menjadi paranoid. Ya, tentu saja.

Lalu salah satu teman diskusi saya juga ketiban nasib sial akibat fenomena situs jejaring sosial. Dari sekedar berbicara rutin di ruang-ruang chat dan saling berkomentar, si teman saya ini ujung-ujungnya terlibat affair dengan seorang menikah yang akhirnya diketahui oleh pasangan si orang menikah tersebut yang mana akhirnya si pasangan membuat akun facebook berbeda dan meng-add seluruh teman-teman si teman lalu menulis note sumpah serapah yang isinya juga menyingkap begitu banyak keburukan si teman (*tolong jangan ditiru).

Nah kurang lebih delapan bulan yang lalu, saya juga mengenal seseorang yang membuat delapan-puluh-enam akun twitter palsu (dan berniat membuatnya hingga dua-ratus-lima-puluh) demi eksistensi jumlah follower (pengikut) di twitter. Sebagaimana yang kita tahu, sekalipun basis antara twitter dan facebook adalah sama-sama situs jejaring sosial, pola penerimaan teman dan pertemanan dalam twitter berbeda dari facebook. Bila di facebook kita tidak bisa mengetahui sesiapa yang meng-add dan di-add, maka di twitter akan jelas-jelas sekali kelihatan siapa si eksis; orang yang punya begitu banyak pengikut atau orang-orang yang mengikutinya (semacam menambahkannya sebagai teman di facebook) dan—siapa si narsis; orang yang suka pede-pedenya nambahin orang sebagai teman hanya karena takut dibilang tidak eksis.

Baiklah, saya sedang tidak berniat menjadi begitu plain menuding hidung siapa yang hitam dan siapa yang mancung, karena tentu saja setiap orang punya kepentingan dan alasan kenapa mereka bergabung dengan salah satu situs jejaring sosial. Mencari teman dan mengenal orang-orang dengan kehidupan berbeda tentu tidak ada salahnya dan ini bisa menjadi dampak positif dari keberadaan situs jejaring sosial, kita bisa saling berbagi informasi, atau berbicara hal-hal simple yang menghibur diri, bertukar pikiran dan sekaligus memperpanjang tali silaturahmi. Tapi bila penggunaannya sudah mulai menjurus pada hal-hal yang bersifat kamuflatif dan mengarah pada hal-hal negatif, situs jejaring sosial entah itu facebook atau twitter bisa membuat siapapun penggunanya menjadi sakit jiwa tentu saja tanpa mereka sadari.

Ini bukan pekara main-main. Contohnya saja pada beberapa orang tertentu, mereka bisa sangat merasa stress dan cemas bila sebentar saja tidak menjenguk situs jejaring sosial mereka. Bahkan dari saat akan menutup mata hingga pagi membuka mata, lalu kembali akan menutup mata lagi, mereka seringkali menjenguk akun situs jejaring sosial mereka lebih dulu daripada berdoa atau bahkan sama sekali lupa berdoa (syukur-syukur pun kalau ingat berdoa di status :-p, *ceritanya sambil berdoa sambil ngeksis). Nah, karena saya seringkali juga melakukan hal seperti itu, maka, well, saya mengertilah keadaannya (jadi kesannya saya gak sok tahu atau sok bijak aja menggunakan facebook :-p)

Di lain kesempatan, saya juga mengenal orang-orang yang seringkali membuat akun berbeda untuk mengintip-intip orang-orang masa lalu atau mengikuti kehidupan orang-orang tertentu yang mana pada akun facebook dengan jati diri mereka mempunyai masalah tertentu (*tolong lagi-lagi jangan ditiru). Saya sangat tidak menyarankan ini, karena lagi-lagi hal ini menimbulkan kecemasan dan iri hati dan perasaan was-was yang mengundang stress tak berujung dari sekedar hal remeh temeh sehubung situs jaringan sosial. Itu akan terdengar sangat konyol sekali.

Jadi karena itu, pada bagaimanapun para pengguna menggunakan akun-akun situs jejaring sosial, mereka seharusnya juga menempatkan kebijaksanaan mereka sebenar-benarnya. Situs jejaring sosial telah menjadi fenonema luar biasa di awal abad dua-puluh satu, karena tentu saja dalam fenomena itu tidak hanya dampak positif saja yang ada, melainkan dampak negatif turut menyertainya, manusia yang tentu saja telah diberikan akal untuk berpikir, seharusnya menjadi pintar untuk menempatkan mana sesuatu yang baik untuk akal mereka dan mana yang bisa merusak akal pikiran, sekali lagi pada berkaitan pada bagaimanapun sebuah akun berlaku—karena akun-akun tersebut penggunaan dan fungsinya hanya dimengerti oleh (tentu saja) orang-orang yang menggunakan akun itu secara pribadi.

Saya menulis ini karena saya merasa telah beberapa kali menemui kasus-kasus ganjil sehubungan dengan situs jejaring sosial ini, dan sangat prihatin pada orang-orang yang telah sengaja atau tidak sengaja melakukan sesuatu yang berakibat buruk bagi kesehatan jiwa mereka dalam inter-aksi-fungsi penggunaan situs jejaring sosial oleh pengguna situs jejaring sosial itu sendiri dengan atau tanpa mereka sadari.

Kalau saja dapat dipahami bahwa memiliki kelainan jiwa itu tidak enak adanya, orang-orang seharusnya menghindari tindakan sekecil apapun yang bisa merusak kesehatan jiwa mereka. Karena sebaik-baiknya sesuatu yang ada di antara kewarasan dan ketidakwarasan tidak lebih tebal dari sehelai benang kapas yang amat sangat tipis. Dan dalam kondisi ini, adalah lebih baik orang-orang yang mengakui memiliki kelainan jiwa yang jelas dan berusaha semampu mungkin untuk memperbaiki diri dan mempertahankan kewarasan, daripada sepanjang-panjangnya seseorang terlalu malu untuk mengakui bahwa dirinya ‘sakit’ dan berujung melakukan penipuan terhadap dirinya sendiri atau justru melakukan sesuatu yang malah membuat mental, jiwa, dan pikirannya ‘sakit’ sekalipun diri itu berpikir ia waras adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun