NAMA : OCTAVIA RINI Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
NIM Â Â Â : 2203010070
KELAS Â : 01
UAS Â Â Â : KEMAHIRAN MENULIS
Cerpen Janji di Bawah Pohon Beringin Tua
Di sebuah desa kecil bernama Sekarwangi di kaki Gunung Salak hiduplah tiga sahabat yang bernama rara, seorang gadis periang dengan rambut panjang terurai ada pula  Beni pemuda pendiam namun cerdas dan  Dewi gadis lembut bermata indah.  Ketiganya bersahabat sejak kecil, menghabiskan masa kanak-kanak mereka dengan bermain di bawah pohon beringin tua di tepi sungai.
Suatu hari, saat mereka duduk di bawah pohon beringin tua, mereka membuat sebuah janji.  Janji untuk selalu bersama, apa pun yang terjadi.  Mereka saling berjanji untuk saling mendukung dan membantu satu sama lain, hingga rambut mereka memutih. Waktu berlalu.  Rara melanjutkan pendidikan ke kota besar, mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter.  Beni memilih untuk mengelola sawah milik keluarganya, meneruskan tradisi leluhur.sedangkan  Dewi dengan bakatnya dalam melukis, membuka galeri kecil di desanya. Meskipun jarak dan kesibukan memisahkan mereka, janji di bawah pohon beringin tua tetap terpatri di hati mereka. Mereka tetap saling menghubungi, bertukar cerita, dan saling mendukung dalam suka maupun duka.
Namun, takdir berkata lain. Sebuah musibah menimpa desa Sekarwangi. Banjir besar menerjang desa, menghancurkan rumah dan harta benda warga. Â Beni, yang sedang berada di sawah, terjebak banjir dan hanyut. Rara dan Dewi berduka. Mereka merasa kehilangan sahabat terbaik mereka. Namun, mereka tetap mengingat janji yang pernah mereka buat. Mereka saling menguatkan, dan bersama-sama membangun kembali desa Sekarwangi yang hancur tersebut. Bertahun-tahun kemudian, Â Rara dan Dewi telah sukses di bidang masing-masing. Â Rara menjadi dokter terkenal, Dewi menjadi pelukis ternama. Â Mereka kembali ke desa Sekarwangi, mengunjungi pohon beringin tua, tempat mereka pernah berjanji untuk selalu bersama. Â Di bawah pohon itu, mereka mengenang Beni, sahabat mereka yang telah pergi. Meskipun Beni telah tiada, janji mereka tetap hidup di hati mereka. Â Mereka akan selalu mengingat persahabatan mereka yang abadi, persahabatan yang terukir di bawah pohon beringin tua.
Setelah kepergian Beni, Rara dan Dewi merasa hampa. Â Meskipun sukses dalam karier masing-masing, kesuksesan itu terasa hambar tanpa kehadiran sahabat mereka. Â Rara, yang selalu tegar, seringkali terlihat termenung di ruang kerjanya, mengingat senyum ramah Beni dan canda tawa mereka di bawah pohon beringin tua. Dewi, yang biasanya melukis dengan penuh semangat, kini hanya menghasilkan karya-karya yang suram, menggambarkan kesedihan dan kehilangan yang mendalam. Suatu hari saat Rara mengunjungi galeri Dewi, ia menemukan sebuah lukisan yang sangat berbeda dari karya-karya Dewi sebelumnya. Lukisan itu menggambarkan pohon beringin tua yang kokoh berdiri di tengah badai, dengan akar-akarnya yang kuat mencengkeram tanah. Â Di atas pohon itu, tampak tiga burung camar yang terbang beriringan, seolah-olah melambangkan Rara, Beni, dan Dewi.
"Ini... indah sekali, Wi," kata Rara terharu. Â "Seperti ada Beni di sini." Â Dewi tersenyum getir. Â "Aku melukisnya saat aku mengingat janji kita, Ra. Meskipun Beni sudah tiada, janji kita tetap ada, Â persahabatan kita tetap abadi." Dari saat itu, Rara dan Dewi mulai bangkit dari kesedihan mereka. Â Mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah yayasan di desa Sekarwangi, untuk membantu warga desa yang terkena dampak bencana alam. Â Yayasan itu mereka beri nama "Beringin Harapan", sebagai simbol persahabatan mereka yang abadi dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Mereka bekerja keras, untuk mengumpulkan dana dan bantuan dari berbagai pihak. Â Mereka juga mengajak warga desa untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan desa. Lambat laun, desa Sekarwangi mulai pulih. Rumah-rumah baru dibangun, sawah-sawah kembali hijau, dan senyum kembali menghiasi wajah warga. Suatu sore, saat matahari mulai tenggelam, Rara dan Dewi kembali duduk di bawah pohon beringin tua. Â Mereka melihat anak-anak desa bermain riang di tepi sungai, Â suasana damai dan penuh harapan menyelimuti desa Sekarwangi. Â Mereka saling berpandangan, dan tersenyum. Â Janji mereka telah terpenuhi, bukan hanya dalam persahabatan, tetapi juga dalam kebaikan yang mereka berikan kepada sesama. Â Meskipun Beni telah tiada secara fisik, Â rohnya tetap hidup dalam setiap kebaikan yang mereka lakukan, Â dalam setiap senyum yang terpancar di wajah warga desa Sekarwangi. Â Dan di bawah pohon beringin tua itu, Â persahabatan mereka tetap abadi, Â seperti pohon beringin yang tetap kokoh berdiri, Â menyaksikan perjalanan waktu dan perubahan zaman.