Mohon tunggu...
Octaviani Gustinawati
Octaviani Gustinawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Indonesia

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Politik Internasional Perang Dagang Amerika dan China 2018-2019

25 Desember 2023   12:02 Diperbarui: 25 Desember 2023   12:02 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perdagangan Internasional yang tujuannya sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan domestik dan juga meningkatkan kesejahteraan dari suatu negara justru dapat menjadi berbanding terbalik menjadi sebuah konflik yang dapat merugikan banyak pihak, seperti perang dagang yang dapat menurunkan perekonomian suatu negara dan negara lainnya. Perang dagang merupakan konflik yang terjadi antara dua negara atau lebih dengan meningkatkan tarif maupun hambatan dalam perdagangan. Tujuan dari perang dagang biasanya untuk mendapatkan power, sebagai alat untuk mempengaruhi kebijakan perdagangan internasional, atau untuk mencapai tujuan serta kepentingan nasional suatu negara. Sebagaimana perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan China pada tahun 2018 sampai 2019.

Pada tahun 2010, China mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 10,5% , dan pada tahun 2012 Presiden Xi Jinping mencetuskan sebuah kebijakan perekonomian internasional yang bernama "Chinese dream" atau sebuah kebijakan ekonomi internasional yang berorientasi pada perkembangan dan kemajuan masyarakat madani serta modernisasi, serta berfokus pada 3 bidang, yaitu politik, ekonomi, dan militer.

Pada tahun 2017, Amerika yang pada saat itu berada di bawah pimpinan Donald Trump memiliki sebuah visi misi yang saat itu dinamakan "we make America great again", ini merupakan sebuah slogan yang memiliki makna bahwa Amerika merupakan negara yang makmur, hebat dan jaya dalam berbagai bidang termasuk, ekonomi, industri, teknologi, dan militer.

Pada tahun 2017 China mengalami kemajuan ekonomi sebesar 6,9%, walaupun kenaikannya tidak seperti pada tahun 2010 akan tetapi hal ini membuat Amerika Serikat khawatir karena pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat pada tahun 2017 hanya 2,5%. Hal ini menjadi kekhawatiran Amerika Serikat jika China akan menguasai perekonomian di kawasan Indo-Pasifik.

Tahun 2018 terjadinya perang dagang antara Amerika dan China, perang ini dimulai dari Amerika Serikat yang pada saat itu ingin melawan China karena menganggap praktik dagang yang dilakukan oleh China tidak adil dan dianggap hanya menguntungkan China sendiri, sehingga Amerika Serikat membuat sebuah kebijakan yaitu menaikkan tarif impor China dan dibalas hal yang sama oleh China. Pemerintah Amerika Serikat pertama kali memberlakukan tarif terhadap produk China, yaitu mesin diesel dan sel surya serta mesin cuci jenis tertentu. Pada 8 Maret 2018, Amerika Serikat memberlakukan tarif sebesar 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium, kemudian hal ini dibalas oleh China dengan menaikkan tarif atas barang-barang Amerika sebesar $3 miliar. Ketegangan perang dagang ini terus berlanjut hingga 2019, yang dimana kedua negara saling memberlakukan tarif bea cukai dan juga menekan pada pertumbuhan ekonomi pihak luar yang menjadi awal terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Pada bulan Mei 2019, perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat, seperti google dilarang untuk memberikan izin atau lisensi pada perangkat lunak China. Hal ini terkait dengan alasan keamanan terhadap tindakan pengamanan untuk mengumpulkan informasi data nasional milik Amerika Serikat. China kemudian membalas Amerika dengan mengeluarkan sebuah kebijakan kepada seluruh instansi pemerintahan untuk tidak menggunakan produk dari Amerika Serikat, seperti penggunaan elektronik merek HP dan Dell. Tanpa disadari perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok ini sangat mempengaruhi ekonomi negara lain dan juga sektor teknologi.

Karena perang dagang ini tidak menemukan titik terang, China membawa permasalahan ini ke WTO, yang dimana WTO merupakan organisasi internasional global yang mengatur terkait dengan aturan perdagangan antara negara-negara. Akan tetapi WTO tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi, hal ini dikarenakan WTO tidak memiliki kekuatan untuk memaksa Amerika dan juga China untuk mengikuti aturan yang telah disepakati, WTO juga hanyalah sebuah media yang bertindak untuk negoisasi atau menjadi sebuah mediator, dan perang dagang yang terjadi  pada kedua negara ini sangatlah kompleks dan meluas, yang dimana didalamnya termasuk tentang hak kekayaan intelektual dan juga transfer teknologi. Sehingga inilah yang membuat WTO tidak dapat menyelesaikan konflik yang terjadi, namun kebijakan-kebijakan Amerika dianggap oleh beberapa pihak sebagai sebuah kebijakan yang kontroversi, hal ini dikarenakan Amerika yang dimana menolak akan proteksionisme dalam perdagangan, malah sebaliknya membuat kebijakan yang didalamnya secara tidak langsung terkait dengan unsur proteksionisme.

Setelah terjadinya perseteruan yang cukup lama, akhirnya Amerika dan China menyepakati kesepakatan perdamaian perdagangan yang dikenal dengan "Fase Pertama", yang dimana isi dari dalam kesepakatan ini mencakup kewajiban China untuk membeli produk dari Amerika Serikat, dan melonggarkan aturan terkait dengan kepemilikan asing di sektor keuangan China.

Meskipun telah tercapainya sebuah perjanjian perdagangan, namun kita tidak dapat mengetahui kapan berhentinya perang dagang ini. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa China saat ini mulai sangat dominan dan juga maju dibandingkan dengan Amerika terkhusus dalam perdagangan, ditambah dengan China yang diam-diam menggandeng negara Rusia, Kazakhstan, Pakistan, serta Laos untuk meninggalkan mata uang dollar AS, China juga banyak melakukan kerjasama dengan perusahaan besar untuk melakukan ekspor dan impor.

Maka dapat dikatakan jika eksistensi China saat ini jauh lebih kuat, banyaknya negara yang memilih untuk bekerja sama dengan China dibandingkan dengan Amerika Serikat, sehingga posisi Amerika dapat digantikan dengan China. Terlebih ketika melihat banyaknya kebijakan yang dilakukan China saat ini, seperti upaya China dalam meningkatkan perdagangan dengan negara-negara lainnya dalam program Belt and Road Initiative (BRI), China juga memperkuat hubungan perdagangan dengan ASEAN, adanya perjanjian investasi bilateral dengan 27 negara anggota Uni Eropa, perjanjian multilateral dengan 15 negara Asia Pasifik, dan China juga memperkuat kerjasama dengan negara-negara Eropa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun