vJudul: Revolusi Dari Desa; Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat
vPenulis: DR. Yansen TP., M.Si
vPenerbit: Elex Media Komputindo
vCetakan: I, 2014
vTebal: 194 halaman + xxviii
vISBN: 978-602-02-5099-1
DR. Yansen TP., M.Si dalam kapasitasnya sebagai Bupati Malinau menggugat konsep pembangunan yang selama ini dijalankan pemerintah Indonesia. Alasan penggugatan tersebut dikarenakan betapa pun pemerintah telah berjerih payah dan kerja keras namun belum juga membuahkan hasil yang signifikan. Selama usia kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia yang telah mencapai 69 tahun mayoritas masyarakat pedesaanyang menjadi subyek tujuan pembangunan tetap saja miskin dan termarjinalkan, bahkan meski pundi sekitar pedesaan telah beroperasi pabrik-pabrik dari perusahaan-perusahaan skala besar.
Berdasarkan pengamatannya, Yansen melihat bahwa konseptop-down (atas ke bawah) yang selama ini dipakai pemerintah dalam melaksanakan program-program pembangunan daerah tidak efektif untuk mewujudkan masyarakat bangsa, khususnya di pedesaan, yang makmur dan sejahtera sebagaimana yang diamanatkan para bapak pendiri bangsa dalam konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia. Konsep pembangunan model top-down menjadikan masyarakat tujuan pembangunan hanya sekedar partisipan pasif yang baru bergerak setelah ada instruksi dari atasan. Pasif, miskin inisiatif, jauh dari pemikiran dan perilaku kreatif serta inovatif. Padahal mayoritas pedesaan di Indonesia dikelilingi sumber daya alam yang cukup melimpah, namun ironisnya masyarakatnya tak berdaya memanfaatkan anugerah Tuhan tersebut untuk menyejahterakan diri sendiri. Hal ini disebabkan masyarakat pedesaan terbiasa dengan kondisi menunggu instruksi dan amat bergantung pada uluran tangan pemerintah untuk merubah nasib. Ironi inilah yang disaksikan Yansen sehingga ia kemudian mencetuskan sebuah revolusi pembangunan yang dinamai GERDEMA –Gerakan Desa Membangun.
Esensi GERDEMA
GERDEMA adalah pengejawantahan dari sebuah konsep yang merupakan reversi dari konsep pembangunan top-down, yaitu konsep bottom-up (bawah ke atas). Jika konsep top-down menjadikan peran pemerintah begitu dominan dalam merumuskan serta menentukan bentuk dan jenis pembangunan, maka konsep bottom-up justru sebaliknya. Masyarakat diberdayakan untuk menjadi inisiator, pelaku sekaligus partisipan aktif pembangunan desanya sendiri.
Menurut Yansen ada tiga esensi konsep GERDEMA. Yang pertama, gerakan membangun tersebut berasal dari rakyat. Dengan kata lain, pembangunan harus merefleksikan identitas kebutuhan masyarakat yang ingin dibangun. Yang kedua, gerakan membangun dilakukan oleh rakyat. Rakyat terlibat langsung secara aktif dalam pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Yang ketiga, gerakan membangun menghasilkan manfaat bagi masyarakat desa. Hasil pembangunan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai buah hasil kerjanya sendiri.
Dengan menempatkan masyarakat sebagai insiator, pelaku sekaligus partisipan aktif pembangunan, GERDEMA tidak saja bertujuan menjadikan masyarakat desa yang sejahtera dan makmur, tapi juga maju baik dalam cara berpikir, berbudaya, maupun berperilaku.
Esensi GERDEMA juga merujuk kepada pembangunan yang berakar pada kearifan lokal budaya masyarakat desa. Yansen berpendapat selama ini ada kesan konsep pembangunan menggunakan konsep global yang diseragamkan tanpa memperhatikan ciri khas, keistimewaan, dan karakteristik desa. Akibatnya desa-desa kehilangan identitas kultural aslinya. Jika dibiarkan, maka nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya akan luntur dan terkikis. Sendi-sendi kebangsaan akan rontok. Jika ini terus-menerus terjadi, keutuhan bangsa Indonesia terancam. Yansen menulis sebagai berikut: “Mengenali bangsa dan negara kita tercinta ini sesungguhnya identik dengan pengenalan akan kehidupan keseharian di desa. Jika kita ingin memperkuat pilar bangsa dan negara, maka kita harus memulainya dari desa.” (hal.147)
Revolusi GERDEMA
GERDEMA adalah sebuah revolusi, dan GERDEMA membutuhkan revolusi. Agar mencapai hasil yang optimal dan maksimal, implementasi GERDEMA mensyaratkan revolusi atau perubahan besar-besaran dari semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta. Revolusi terbesar yang paling diperlukan adalah revolusi mental, terutama bagi pihak pemerintah yang selama ini terbiasa berpikir dan bertindak dominan dalam pembangunan dengan pola top-down.
Pemerintah harus merevolusi cara pandangnya dengan tak lagi menempatkan masyarakat desa hanya sekedar sebagai obyek pembangunan yang harus terus-menerus diberi instruksi. Masyarakat harus diletakkan sebagai subyek dan harus diberi kepercayaan besar dan difasilitasi agar mereka dapat menjadi pelaku pembangunan di desanya sendiri. Pembangunan tersebut harus disesuaikan dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di sana, bukan dipaksa membangun apa yang yang diinginkan pemerintah. Dengan begitu kerja pemerintahan desa tak lagi berkutat seputar bikin KTP dan surat keterangan bagi warganya yang ingin eksodus mencari sesuap nasi di kota atau daerah lain, sementara warga desa tak melulu berkubang dalam kemiskinan sembari menunggu proyek bantuan pemerintah pusat dan daerah.
Dalam konteks pembangunan desa, menurut Yansen kunci dari segala kunci keberhasilan GERDEMA adalah kekuatan dan kekonsistenan komitmen dari bupati sebagai puncak dari jenjang pemerintahan daerah. Dan kepemimpinan menjadi syarat mutlak keberhasilan GERDEMA. Hal ini tidak semata mencakup soal kompetensi dan keahlian (skill) saja, melainkan juga soal cara berpikir (mindset) dan berperilaku (culture set) seperti keteguhan, keseriusan, ketulusan, keikhlasan, dan inovasi terus-menerus yang semuanya bermuara pada kehendak mulia untuk menyejahterakan rakyat.
Dengan demikian jika kepemimpinan seorang bupati sudah kuat, konsisten, dan inovatif sesuai dengan prinsip GERDEMA, maka jajaran di bawahnya serta masyarakatnya pasti akan mengikutinya sehingga keberhasilan GERDEMA secara signifikan dapat tercapai. Inilah yang dilakukanYansen selaku Bupati Malinau (masa bakti 2011-2016). Di bawah kepemimpinannya, Malinau –sebuah kabupaten di Kalimantan Utara yang luasnya mencapai hampir 40 ribu kilometer persegi (bandingkan dengan Provinsi DKI Jakarta yang luasnya hanya 661 kilometer persegi)- telah berhasil mencapai kemajuan yang signifikan.
Indikator keberhasilan pembangunan tersebut antara lain adalah besaran alokasi dana yang dikelola desa dari Rp. 200 juta-Rp. 500 juta/desa/tahun (sebelum GERDEMA) menjadi Rp. 1,2 milyar–Rp. 1,3 milyar/desa/tahun (sesudah GERDEMA), dan adanya peningkatan pelaksanaan tugas-tugas pemerintah desa di mana pemerintah kabupaten menyerahkan 33 urusan kepada pemerintah desa (Perbup No. 13 Tahun 2011). Selain itu sejak tahun 2012 seluruh kantor camat di perbatasan, pedalaman, dan di tempat terpencil di Malinau telah diperlengkapi dengan sistem komunikasi Vsat (satelit) untuk keperluan telepon, faksimil, internet, dan telekonferensi. Dan yang terpenting, menurut hasil monitoring dan evaluasi, sebanyak 77, 85% masyarakat Malinau berpendapat GERDEMA berdampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat desa. (hal. 169 tabel)
Acuan Aktual Inspiratif
Buku Revolusi Dari Desa merupakan hasil rekam jejak kiprah DR. Yansen TP., M.Si selaku Bupati Malinau dalam membangun daerahnya. Keberhasilan GERDEMA yang digagasnya sejauh ini tentunya bukan sekedar omong kosong. Oleh karenanya buku ini layak dijadikan acuan bagi para pemimpin dan pemangku kepentingan lainnya, bukan saja pemimpin di daerah tetapi juga pemimpin di pusat. Konsep GERDEMA yang aktual dan inspiratif ini pun patut dijadikan sebagai role model pembangunan daerah di Indonesia yang sudah seharusnya direvolusi. Konsep GERDEMA juga selaras dengan gerakan Revolusi Mental yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan semboyan Kerja, Kerja, dan Kerja-nya. Indonesia Baru yang maju, makmur dan sejahtera agaknya memang baru dapat diwujudkan jika bangsa ini merevolusi dirinya. Dan GERDEMA adalah salah satu jalannya. ***
Jakarta, 27 November 2014
Octaviana Dina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H