Mohon tunggu...
Octavia Cahyaningyang
Octavia Cahyaningyang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandemi Kekerasan Seksual di Media Sosial

9 Juni 2021   11:47 Diperbarui: 9 Juni 2021   12:18 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tindakan ini dalam bentuk penyebaran foto, video, dan tangkapan layar dari percakapan antara pelaku dan korban. Konten yang didistribusikan mengandung elemen intim dan pornografi korban. Kasus ini adalah penyebaran foto telanjang 14 wanita muda di Lampung Selatan. Mereka bertemu pelaku di media sosial dan kemudian diancam dan dibujuk untuk mengambil foto telanjang. Ancaman dan tindakan dilakukan dengan tujuan memperoleh keuntungan seksual dan keuangan dari korban.

3. Balas dendam dengan pornografi

Bentuk kekerasan ini melibatkan mereka yang memiliki hubungan intim. Para pelaku menyebarluaskan kandungannya yang intim dengan korban untuk memfitnah nama baik korban, balas dendam, atau memperoleh manfaat finansial. Salah satu contoh kasus ini adalah penyebaran foto intim dari mantan pacar oleh siswa di Banyumas, Jawa Tengah.

Para pelaku biasanya adalah suami, mantan suami, mantan pacar, perselingkuhan, dan puncak para korban.

Upaya hukum

Penanganan kasus kekerasan berbasis gender online di Indonesia masih sangat terbatas karena tidak ada payung hukum yang jelas. Kemampuan pejabat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus ini masih kurang. Sehingga seringkali banyak korban benar-benar dikriminalisasi untuk pelaporan.

Terlepas dari kekurangan ini, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh individu ketika mereka menemukan bahwa mereka adalah korban dari kekerasan berbasis gender online berdasarkan bimbingan Safenet (Network Ekspresi Keyakinan Asia Tenggara), salah satu organisasi non-pemerintah Terlibat dalam perlindungan kebebasan berekspresi dan melindungi data pribadi di Asia Tenggara.

Pertama, korban perlu mengkompilasi kronologi kasusnya untuk tujuan pelaporan.

Kedua, menyimpan bukti dalam bentuk tangkapan layar tangkapan layar atau percakapan, rekaman suara atau video.

Ketiga, memutuskan komunikasi dengan pelaku jika Anda telah mengumpulkan cukup bukti. Selain itu, penting bagi para korban untuk melakukan konsultasi psikologis untuk memulihkan dan memperkuat korban sambil melaksanakan proses pelaporan.

Keempat, pada tahap pelaporan ke jalur hukum, penting untuk melakukan pemetaan risiko. Pada tahap ini penting bagi para korban dan pendampingnya memetakan opsi penyelesaian kasus dan risiko apa yang akan dihadapi oleh korban. Misalnya, jika korban mengajukan laporan kepada polisi, korban harus siap menghadapi proses interogasi yang cenderung melelahkan dan panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun