Pemikiran Agus Hermanto dalam jurnal berjudul "Khitan Perempuan antara Tradisi dan Syari'ah" berfokus pada tinjauan kritis terhadap praktik khitan perempuan dari perspektif hukum Islam serta aspek tradisi dan kesehatan.
 Khitan Perempuan bukan kewajiban Syar'i
Agus Hermanto secara tegas menyatakan bahwa khitan perempuan bukanlah suatu kewajiban dalam ajaran Islam. Tidak ada dalil yang sahih dan otoritatif yang secara eksplisit mewajibkan khitan bagi perempuan. Hadis-hadis yang sering dijadikan dasar untuk praktik tersebut menurutnya lemah (dhaif) secara sanad maupun matan, dan bahkan hanya menunjukkan kebolehan (makrumah), bukan perintah yang bersifat wajib. Oleh karena itu, menurut Hermanto, khitan perempuan lebih merupakan praktik budaya atau tradisi yang berkembang di tengah masyarakat, bukan ketentuan syariat yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslimah.
 Pertimbangan Kemaslahatan dan Kaidah Fiqih
Agus Hermanto mengedepankan pendekatan maqashid al-syari'ah dan kaidah fikih dalam menilai hukum khitan perempuan. Ia berpegang pada prinsip dasar "la dharara wa la dhirara", yang berarti tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Dalam hal ini, apabila khitan perempuan terbukti membawa mudharat fisik maupun psikis, merusak organ reproduksi, atau mengganggu fungsi biologis, maka praktik tersebut harus ditinggalkan. Ia menegaskan bahwa kemaslahatan (manfaat) menjadi tolok ukur utama dalam menetapkan hukum suatu tindakan, dan jika khitan perempuan tidak membawa manfaat, maka hukumnya bisa berubah menjadi makruh atau haram.
 Kritik terhadap budaya Patriaki
Dalam pandangannya, Agus Hermanto juga mengkritik bahwa praktik khitan perempuan seringkali dilanggengkan oleh budaya patriarki, yang bertujuan untuk mengendalikan seksualitas perempuan dan menjaga dominasi laki-laki dalam masyarakat. Ia menilai bahwa banyak pihak yang melakukan pembenaran atas khitan perempuan atas nama agama, padahal praktik tersebut lebih bersumber dari konstruksi budaya dan tradisi lokal. Selain itu, Hermanto juga mencermati adanya kepentingan sosial dan ekonomi dari pihak-pihak tertentu---seperti dukun atau tenaga kesehatan---yang mendorong pelestarian praktik khitan demi keuntungan tertentu.
 Seruan Penghentian Praktik Khitan Perempuan
Agus Hermanto menyerukan penghentian praktik khitan perempuan, terutama bentuk-bentuk ekstrem yang membahayakan kesehatan dan integritas tubuh perempuan. Ia menilai praktik tersebut sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam tentang perlindungan jiwa dan tubuh manusia. Dengan landasan etika, kesehatan, dan kemaslahatan, ia mendorong masyarakat untuk meninggalkan praktik khitan perempuan, serta mengkaji ulang tradisi-tradisi lokal yang tidak relevan dan membahayakan.
Secara keseluruhan, pemikiran Agus Hermanto menunjukkan pendekatan progresif dalam memahami hukum Islam, khususnya terkait isu-isu kontemporer seperti khitan perempuan. Ia menegaskan bahwa khitan perempuan bukanlah bagian dari syariat yang bersifat wajib, dan praktik tersebut perlu dievaluasi secara kritis. Dengan mengedepankan kemaslahatan, prinsip kesehatan, dan keadilan gender, Hermanto mengajak umat Islam untuk meninggalkan praktik budaya yang tidak mendatangkan manfaat, serta melindungi hak dan martabat perempuan sebagaimana diajarkan oleh Islam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI