meeting di kantor untuk mempresentasikan apa yang sudah saya susun semalaman. Tapi, apa daya, hujan deras yang semalam menemani saya dalam menyelesaikan presentasi di rumah, ternyata berdampak pada munculnya "genangan" di sejumlah titik di Jakarta.Â
Pagi itu saya terjebak di tengah kemacetan parah ibu kota, padahal saya harus mengejar jadwalSaya yakin bos dan para mitra kantor bisa memaklumi jika saya terpaksa tidak tiba di kantor tepat waktu, meskipun di sisi lain saya terpaksa kehilangan peluang untuk mempresentasikan hasil terbaik yang sudah berjam-jam saya gulati semalam. Ah, rasanya kok gak bisa diterima ya? Udah capek-capek begadang, ternyata gak bisa presentasi.
Kantor pun bisa jadi kehilangan peluang untuk mendapatkan mitra bisnis yang baru, sebab jika presentasi ini gagal saya sampaikan, maka mitra kami mungkin akan membatalkan rencana investasi mereka. Saya cuma bisa berdoa, semoga mitra bisnis kami bisa "memaklumi" situasi dan kondisi ini. Semuanya gak direncanakan. Namanya juga bencana alam, siapa bisa menduga?Â
Tapi, bekerja di kota besar memang tak kenal kompromi. Rasa-rasanya tidak ada alasan yang bisa dimaklumi ketika berbicara tentang peluang atau kesempatan. Terlambat sedikit saja kita bisa kehilangan peluang terbesar dalam hidup.Â
Benar kata orang, "time is money" (waktu adalah uang), dan waktu di ibu kota bukan lagi hitungan hari atau minggu, tapi sudah hitungan detik dan menit. Terlambat sedetik saja, kita bisa benar-benar kehilangan impian terbesar dalam pekerjaan kita.
Ya, kita sudah masuk dalam era Revolusi Industri 4.0, dimana akses data semakin besar, dan hitungan waktu semakin cepat. Masa depan menjadi sulit diduga, sehingga tidak mudah untuk merancang program yang bersifat jangka menengah, apalagi jangka panjang.Â
Semua program harus disusun dalam jangka pendek. Apa yang dipikirkan detik ini, sebisa mungkin dieksekusi saat itu juga. Delay yang terlalu lama dapat berdampak fatal pada setiap rencana yang sudah dibuat. Ketika semua orang punya akses teknologi informasi yang cepat, maka ide brilian yang baru terpikirkan bisa lebih dulu dieksekusi orang lain, dan kita hanya bisa gigit jari.
Solusi
Teknologi informasi telah berkembang sangat cepat. Dulu, saya hanya menyaksikan di film-film fiksi ilmiah ketika orang bisa saling berkomunikasi pada jarak yang jauh sambil bertatapan melalui video. Sekarang, teknologi semacam itu bukan lagi teknologi fiktif, tapi sudah banyak media bisa kita pakai, sebut saja Skype, WhatsApp video call, Google Duo, dan banyak lagi. Bahkan, sebagian besar teknologi itu ditawarkan secara gratis. Kemampuannya pun semakin mumpuni, dimana buffering-nya semakin minim, apalagi ditopang dengan teknologi internet kecepatan tinggi.Â
Hanya saja, ketika orang lain berlari sangat kencang, sebagian lagi ternyata lambat merespon teknologi. Di dalam satu kantor misalnya, ada karyawan yang sudah memakai perangkat 4G, tapi ada juga yang bahkan tidak punya akses internet. Jadinya, ketika kantor mencoba meng-upgrade teknologi komunikasinya, ternyata tidak semua karyawan bisa mengikutinya.Â