Kita patut bangga akan keindahan Indonesia. Akan pulau-pulaunya yang berderet-deret. Menurut Badan Informasi Geospasial, dari barat hingga ke timur di Papua setidaknya pulau yang berada di kawasan Indonesia berjumlah 13.466 pulau yang terdaftar dan berkoordinat. Menariknya, hampir di setiap pulaunya bersembunyi berbagai kearifan lokal yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Kita akan kesulitan mengabsen semua kearifan lokal tersebut saking banyaknya kearifan lokal yang di miliki Indonesia.
Seperti kearifan lokal atau nilai-nilai yang dianut masyarakat Kabupaten Jeneponto. Di kabupaten ini siapa pun dijadikan raja oleh masyarakat setempat. Tidak memandang status, kedudukan, kekayaan atau jabatan seseorang pokoknya semua orang menjadi raja di tempat yang terkenal akan olahan masakan kudanya ini. Menariknya, masyarakat tidak hanya seorang yang dinobatkan menjadi raja, namun bisa menobatkan banyak orang sekaligus, namun hanya jika mengunjungi Jeneponto beramai-ramai.
Waktu itu masa liburanku di kampung sudah habis. Saya harus kembali ke Kota Makassar untuk melanjutkan amanah orang tua, mengejar baju toga. Kampungku adalah sebuah kabupaten yang terletak di pesisir pantai selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan keniscayaan melewati Kabupaten Jeneponto jika menuju Makassar. Sebenarnya ada rute lain untuk mencapai Makassar, yakni memutar ke arah timur melewati beberapa kabupaten seperti Kabupaten Sinjai, dan Kabupaten Gowa, namun waktu tempuhnya akan sangat lama dan menyebabkan biayanya menjadi lebih mahal.
Rumah panggung warga yang berjejer di tepi jalan, pohon-pohon tala’ (phon lontar/siwalan), areal persawahan, dan ladang garam, merupakan beberapa hal yang bisa dipandangi di sepanjang perjalanan. Hingga mobil sewa yang saya tumpangi berhenti di salah satu warung yang menyajikan nasi lemang. Banyak warung yang menjual kuliner yang sama di sekitar. Asap mengepul dari tempat pembakaran yang dapat dilihat secara langsung. Baranya menyala-nyala. Ibu-ibu penumpang yang duduk di depan membeli beberapa batang nasi lemang yang masih hangat dengan harga Rp6000, per batang. Ia tidak turun dari mobil, tetap rileks di sebelah sopir, penjual lemang yang menghampirinya.
“Paduka ingin membeli apa?”
Pernah tidak Anda mengunjungi suatu tempat lantas penduduknya menyapa dengan sebutan terbaik? Jeneponto adalah salah satu tempat di mana peribahasa “Tamu adalah raja” betul-betul dilaksanakan. Siapa pun tamunya akan disebut raja alias karaeng oleh masyarakat setempat. Ini adalah nilai yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Jeneponto untuk memuliakan tamu.
Ini telah menjadi kebudayaan lokal yang membedakan Jeneponto dari kabupaten lain. Akan tetapi, jangan salah meskipun kita dinobatkan sebagai raja oleh penduduk setempat, jangan lantas menganggap mereka bisa diperlakukan jelek. Menurut saya mereka menyebut tamunya dengan gelar tinggi seperti itu tidak lain supaya mereka juga diperlakukan sama tinggi oleh sang tamu. Bukankah ini sudah aturan umum ketika bersosialisasi? Mereka mungkin akan “ber-karaeng ria” kepada Anda, namun hati-hati badik mereka tidak melakukan hal yang sama. Itulah yang dikatakan guruku sewaktu SMA dulu mengajar di kelas.
Mereka mungkin memanggil kita dengan gelar karaeng namun jika kita belagu maka badiknya akan terhunus karena badiknya tidak akan “ber-karaeng ria” kepada kita. Entah ini benar atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H