Tahun 1948 Israel menjadi sebuah negara. Tahun 1967 Israel menduduki Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan Suriah, dan Semenanjung Sinai.
Sejak saat itu, perang tiada henti antara Israel dan Palestina. Karena kalah ketersediaan dan teknologi persenjataan serta dukungan, Palestina kerap mengalami kekalahan.
Akhir pekan pada pekan pertama di bulan Oktober lalu, secara mendadak Hamas menyerang Israel. Banyak jatuh korban. Baik tentara, sipil, perempuan, juga anak-anak.
Selebrasi kemenangan Hamas hanya berlangsung dua hari. Kondisi kemudian berbalik. Israel melakukan pembalasan yang jauh lebih dahsyat. Bahkan brutal.
Hamas diserang. Pemukiman diserbu. Rumah sakit dibombardir. Sekolah dirudal. Peluru dan mesiu tak mengenal apalagi memilih calon korban.
Banyak korban berjatuhan. Tentara Hamas, warga sipil, lansia, perempuan, juga anak-anak. Sudah lebih dari 10.000 orang meninggal.
Dunia bereaksi atas kebrutalan dan kebiadaban Israel. Aksi Bela Palestina menggema dimana-mana. PBB bersidang. Mereka mengutuk tindakan biadab kaum zionis.
Amerika yang menjadi adikuasa dunia yang selama ini menjadi sekutu Israel bergeming. Tidak mau mengambil tindakan tegas. Bahkan sebaliknya.
Genosida di Palestina yang dilakukan oleh Israel tetap berlangsung. Tak ada -semoga belum- kekuatan lain yang mampu menghentikan ulah dehumanisasi ini.
Saat perlawanan senjata tak bisa menandingi, saat langkah diplomasi tidak lagi berarti, saat bantuan dana tidak cukup menjadi solusi, cara lain adalah panjat doa pada ilahi.
Pastinya, itu adalah cara yang paling mudah dan sering dilakukan. Dilakukan setiap saat, setiap orang, setiap tempat, sebagai cara untuk membantu perjuangan muslim Palestina.