"Semua telah digariskan Allah!"
Kalimat yang menjadi nasehat pamungkas sebagai sikap menerima takdir itu begitu akrab di telinga kita, bukan? Karena memang benar adanya bahwa kehidupan kita di dunia tak lepas dari garis-garis takdir yang telah Allah tentukan, atur dan putuskan. Namun, jangankan alam raya beserta segala isi ciptaanNya, melalui sebuah garis saja apakah kita telah mengoptimalkan daya pikir kita menggali maknanya?
Ikut serta sebagai peserta Wisuda XLIII Universitas Islam "45" Bekasi dari fakultas Pascasarjana mengharuskan saya dan teman sejawat lainnya mengenakan jubah wisuda yang berbeda. Tak seperti peserta wisuda sarjana, jubah wisuda yang kami kenakan bercirikan tersemat dua garis di lengan atas kanan-kirinya.
Perhelatan akbar UNISMA Bekasi yang diselenggarakan pada 7, 8, dan 9 Maret 2023 itu tentu tidak hanya dihadiri oleh peserta wisuda melainkan juga para pendampingnya serta Rektor dan jajaran senat perguruan tinggi terkait. Namun, dari sekian ribu orang tersebut sepertinya tak banyak yang menyadari keberadaan dua garis pada pakaian wisuda pascasarjana yang kami kenakan. Seharusnya dua garis itu tersemat pada semua peserta wisuda pascasarjana. Karena itu yang menjadi pembeda dengan peserta wisuda sarjana dan diploma namun yang terlihat tak semuanya. Pun ada beberapa peserta yang memasang dua garis itu namun terlihat kurang elok, karena sekedar menempel dengan lem.
Seberapa pentingkah dua garis itu pada pakaian wisuda itu sampai harus dibahas lebih jauh? Hemat penulis ini menjadi penting karena dua garis itu menjadi identitas kelompok peserta wisuda dalam perhelatan akbar setingkat perguruan tinggi. Ukuran garis memang terbilang tak begitu besar, ditambah dengan warna ungu yang kontras dengan hitam (jubah wisuda) yang mungkin kemudian menjadi luput bagi panitia penyelenggara. Tapi konteks identitas dan pemaknaan adalah hal yang tidak boleh kita sepelekan.
Pasalnya tidak sedikit umat manusia yang menjadikan garis sebagai sebuah falsafah dan identitas yang bernilai tinggi. Di sisi lain, secara pemaknaan garis juga menjadi penentu untuk memulai atau mengakhiri bahkan hasil akhir dari sesuatu.
Aliran Kubisme dalam seni rupa misalnya, garis yang dibuat tidak mengindahkan bentuk asli dari subjek yang ada di alam nyata. Para seniman Kubisme mendekonstruksi objek yang dilukis dan melakukan sebuah analisis dari berbagai sudut. Meski terkesan flat dan minim sense of depth nyatanya lukisan beraliran Kubisme tak sesederhana demikian.
Pablo Picasso, seniman abad pertama ke-20 yang terkenal dengan karyanya Guernica dipengaruhi oleh Henri Rousseau dan Paul Cezanne, sampai seni prasejarah dan juga kriya-kriya dari suku Afrika. Bukan sembarang melukis, Picasso mendekonstruksi konvensi perspektif mapan alat Renaisans. Lalu merevolusi sikap seniman pada gambaran bentuk dan juga ruang. Karenanya selain sebagai seniman beraliran Kubisme Picasso juga memberikan sumbangsih pada aliran Simbolisme dan Surealisme.
Visual garis yang lebih dekat dengan pengetahuan kita lainnya yaitu Adidas. Brand pakaian olahraga yang terkenal dengan tiga garis itu berhasil menjadi brand ternama kelas dunia. Meski pernah mengalami perubahan logo beberapa kali pada tahun 1991 logo Adidas sampai hari ini tak berubah. Adalah garis yang membentuk tiga balok miring sebetulnya menyerupai gunung. Filosofinya diartikan bahwa tiga balok tersebut sebagai tanjakan yang berarti rintangan, semakin lama semakin bertambah. Itu kenapa Adidas selalu berinovasi akan berbagai hal dari waktu ke waktu.
Garis juga menjadi bagian teramat penting bagi sejumlah perhelatan ajang suatu pertandingan resmi. Apa jadinya lapangan sepak bola, voli, bulu tangkis, basket dan lainnya tanpa adanya garis pembatas. Fungsi garis bisa menjadi penentu bagaimana pertandingan dimana dimulai, skor bertambah atau tidak hingga kapan waktunya selesai. Karenanya keberadaan garis menjadi penting jika permainan tersebut dianggap pertandingan resmi, bukan main-main.