Mohon tunggu...
Ocha Tralala Dunx dUnX
Ocha Tralala Dunx dUnX Mohon Tunggu... -

menulis sebenarnya adalah sesuatu yang menyenangkan jika kita bisa menikmatinya seperti berkhayal di siang bolong sambil tiduran di deket pante dengan angin sepoi-sepoi....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Oh ternyata..."Citra Guru"

20 Desember 2010   12:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:33 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Terkait dengan Undang-Undang Guru dan Dosen ( UU No 14 tahun 2005 ), Dalam ketentuan umum pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kata profesional diatas menurut butir 4 yaitu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sedang dalam butir 10 ketentan umum bahwa guru harus memiliki kompetensi, yangmana kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Lain halnya dengan pasal 2 ayat 1, dikatakan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan dalam ayat 2 dinyatakan pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Dari artikel yang pernah saya baca dari Doni Koesoema A yang berjudul ”Mengembalikan Kehormatan Guru” telah menyatakan persoalan guru bisa diurai dengan melihatnya dari tiga sudut pandang: guru, negara, dan masyarakat. Persoalan yang penting direfleksikan oleh guru adalah bagaimana mereka tetap memiliki inspirasi pribadi yang memberi landasan nilai, makna bagi perkembangan dirinya sebagai guru. Inspirasi adalah sumber kekuatan, berupa nilai, prinsip pendidikan, dan tujuan hidup yang diyakini sebagai dasar bagi pengembangan panggilan pribadinya sebagai guru. Persoalan kedua yang mendesak dibuat oleh pemerintah untuk mengembalikan kehormatan guru adalah diberikannya ruang bagi guru untuk melaksanakan kebebasan profesionalnya sebagai guru dan pendidik. Hal ketiga yang bisa membantu guru menemukan kembali kehormatan adalah tanggung jawab masyarakat sebagai rekan kerja utama para guru di sekolah, terutama orangtua. Masyarakat perlu sadar bahwa kehormatan guru bisa pulih jika masyarakat membantu menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan guru dan anak didik. Tanpa bantuan masyarakat, pendidikan di sekolah tak akan berkesinambungan.

Saya setuju dengan tiga hal yang dipaparkan oleh penulis artikel. Karena dalam melaksanakan profesinya seorang guru sendiri mempunyai kode etik, yang mana Kode Etik Guru Indonesia ( Hasil Konggres PGRI ke-33 Tahun 1973 di Jakarta ), yaitu:


  1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
  2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum, sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
  3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari penyalahgunaan.
  4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknyademi kepentingan anak didik.
  5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
  6. Guru secara sendiri-sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
  7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
  8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
  9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.

Selain itu kita sangat perlu menilik mengenai sepuluh Kompetensi Profesional Guru yaitu:


  1. Menguasai bahan
  2. Mengelola program pembelajaran
  3. Mengelola kelas
  4. Menggunakan media atau sumber
  5. Menguasai landasan kependidikan
  6. Mengelola interaksi pembelajaran
  7. Menilai prestasi belajar siswa
  8. Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan
  9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
  10. Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pembelajaran

Etika profesi merupakan pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan suatu keahlian. Dalam hal ini adalah guru. Jadi etika profesi luhur guru disini menuntut agar guru dalam keadaan apapun dapat menjunjung tinggi profesinya. Seperti adanya peraturan kode etik seorang guru yang harus dipatuhi dan adanya sepuluh kompetensi guru yang harus dikuasai sebagai seorang guru. Namun menoreh kasus diatas guru telah tercoreng dengan adanya suatu penyalahgunaan profesinya seakan-akan dia tidak menjunjung tinggi profesi yang telah ia miliki. Seperti halnya bahwa seorang guru malah menjual soal ujian agar murid-murid mendapat nilai yang baik. Hal ini merusak citra guru sebagai pendidik, harusnya seorang guru mendidik dengan mengajari murid-muridnya tetapi malah menyimpang dengan menjual soal ujian. Ini seakan merupakan jalan pintas untuk memperoleh nilai baik dalan UN. Namun setelah di tes ulang hasilnya nol besar karena mereka tidak belajar tapi membeli soal ujian pada guru mereka sendiri. Lagi-lagi uang yang membuat onar, benarkan seperti itu? Uang ataukah moral guru? Hal-hal semacam ini harus diberantas secepatnya. Guru sebagai seorang yang tanpa pamrih malah menjual soal UN kepada muridnya sendiri, ibarat bahasa Sekali Merengkuh Dayung Dua Tiga Pulau Terlampaui”. Mengingat bahwa kita hidup di kota pelajar, di kota istimewa ”Kota Yogyakarta”. Kalau ini terus terjadi tidaklah hanya guru yang di olok-olok namun juga kota Yogyakarta yang tidak lagi bisa disebut kota pelajar. Tidak hanya di Jogyakarta saja namun di Indonesia. Jelas terpancar bahwa guru telah menyalahgunakan kewengannya sebagai sebagai seorang pendidik. Namun sebaliknya, guru berbuat seperti ini karena seorang guru takut, tidak hanya guru yang takut namun juga para murid menjadikan UN menjadi momok yang sangat menyeramkan. Karena selama tiga tahun guru yang memberi pendidikan kepada siswa ditentukan oleh enam hari untuk lulus sekolah seakan nilai yang ditempuh siswa di sekolah selama tiga tahun adalah sia-sia belaka karena yang diutamakan dalam nilai kelulusan adalah nilai UN. Ada juga orang tua murid yang membelikan jawaban soal ujian di luar dengan kocek mahal untuk anaknya agar memperoleh nilai yang baik juga merupakan hal yang mencoreng citra guru, seakan melecehkan guru sebagai pendidik.

Sehingga tiga pihak seperti guru, masyarakat, dan negara sebagai pemulih untuk mengembalikan citra guru harus segera di realisasikan. Karena guru sebagai seorang pendidik diharuskan memiliki citra sebagai seorang guru yang seutuhnya. Tidak hanya jabatannya saja namun juga munculnya kepribadian seorang guru. Dengan hal ini akan meminimalisir pandangan masyarakat mengenai guru sehingga dapat mengembalikan kehormatan guru.

Untuk itu sebagai calon guru masa depan maka seorang guru bertindak sebagai fasilitator, pelindung, pembimbing dan punya figur yang baik (disiplin, loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi yang diinginkan sekolah), termotivasi menyediakan pengalaman belajar bermakna untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan keterampilan yang dimiliki siswa dengan berfokus menjadikan kelas yang konduktif secara intelektual fisik dan sosial untuk belajar, menguasai materi, kelas, dan teknologi. Tentunya sebagai guru masa depan bangga dengan profesinya, dan akan tetap setia menjunjung tinggi kode etik profesinya. Dengan mengedepankan cintra guru yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun