Mohon tunggu...
(Rosita Mulya Ningsi) Ocha
(Rosita Mulya Ningsi) Ocha Mohon Tunggu... profesional -

ada banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban... akan tetapi ada lebih banyak hal yang justru hanya butuh kita pertanyakan... sedangkan jawaban.. hanyalah tingkatan menuju pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemiskinan dalam Lingkaran Kuasa Media Massa

28 Desember 2011   03:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:40 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Rosita Mulya Ningsi

27 Desember 2011

Sering sekali, kita melihat sebuah perubahan itu, selalu saja dari sisi positifnya. Kemudian kita terlalu fokus dengan hal-hal tersebut. Sehingga kemudian kita menjadi terlena dan lupa. Ada banyak sekali dampak negatif yang terjadi dan disebabkan oleh perubahan itu sendiri. Hal tersebutlah yang juga kemuian membuat kita secara serta merta ikut serta terhegemoni dalam setiap arus perubahan tersebut. Dan akhirnya memudarkan kesadaran kritis kita, membutakan mata dan pikiran kita, akhirnya membiarkan doktrinasi-doktrinasi budaya dan nilai-nilai baru yang selama ini sangat tidak kita setujui.

Lebih jauh kemudian ternyata perubahan dan perkembangan itu, sedikit demi sedikit mengikis sifat selektif kita. Sehingga kemudian kita benar-benar telah dikendalikan oleh arus perubahan itu sendiri. Kita benar-benar berada dalam kebingungan kita tidak tahu, bagaimana sebagiknya kita menurut kita. Karena yang ada di dalam pikiran kita adalah bagaimana dapat memenuhi standarisasi-standarisasi yang telah di tetapkan oleh budaya yang berlaku secara massif.

Hal itu sebenarnya juga terjadi berulang-ulang, bagaimana dulu ketika masyarakat agraris di ubah, di doktrin sedemikian rupa untuk menjadi masyarakat industri, maka secara serta merta seluruh masyarakat menjadi ambisius. Profit oriented dan tentunya menjadi manusia eksploitator. Dan sekarang sejarah itupun ternyata berulang. Perubahan masyarakat industri menjadi masyarakat informasi. Ternyata tidak kemudian mempertegas posisi dan peran masyarakat umum dalam mengendalikan perubahan tersebut. Karena sebebas apapun akses informasi. Seluas apapun ruang yag di buka untuk publik akan tetapi tetap saja, kapitalislah yang memegang kendali.

Dalam hal ini, justru proses pengendalian masyarakat tersebut terasa semakin di mudahkan dengan adanya media massa dan globalisasi informasi. Bagaimana kemudian kemajuan tekhnologi informasi yang juga di susul dengan kemajuan-kemajuan lainnya kemudian menciptakan standarisasi-standarisasi tersendiri bagi manusia dan masyarakat. standarisasi-standarisasi itulah yang kemudian menurut saya melanggengkan berbagai fenomena dan konflik yang terjadi di masyarakat. salah satunya dalah persoalan kemiskinan.

Media massa melalui proses kerjanya, baik itu oleh individunya, kepemilikan media itu sendiri, maupun awak medianya. Menjadi pelaku utama untuk menyebarluaska, mentransformasikan, bahkan menginternalisasikan format-format budaya massa yag baru. Budaya yang konsumtif, ketergantungan, dan instan.

Media massa di setting dan mensetting diri sedemikian rupa guna mengkristalisasi kondisi masyarakat untuk berada di bawah garis kemiskinan. Karena dengan membiarkan rakyat tetap berada di garis kemiskinan itu artinya masyarakat tetap berada dan mampu untuk tetap dikemdalikan oleh penguasa maupun kapitalis.

Ada beberapa metode yag saya lihat sangat efekif dalam ragka proses mengkristalisasi kemiskinan rakyat.

1.Media massa mendidik masyarakat untuk menjadi Konsumtif dan isntanisasi.

Kita amati dan lihat saja, semakin hari semakin banyak saja iklan-iklan yang bertebaran di media massa, baik itu TV, Koran, Majalah, film dan sebagainya. Iklan-iklan yang merupakan metode marketing dan Publik Relationnya para kapitalis tersebut. Kemudian secara serta merta mendidik masyarakat untuk hanya dapat menggunakan saja.

Jika semua telah tersedia maka untuk apa masyarakat kemudian merasa harus repot-repot membuat sendiri. Kemudian proses pengiklanan yang dilakukan secara besar-besaran dengan konsep dan kemasan yang serba mewah tersebut kemudian ternyata memiliki pengaruh tersendiri bagi masyarakat.

Ketika sebuah produk yang sebenarnya adalah produk unggulan masyarakat itu sendiri telah muncul dan tayang di berbagai media massa, maka kemudian masyarakat menjadi minder. Bagaimana mereka harus bersaing dengan produk-produk kapitalis. Yang di produksi dengan mesin-mesin canggih. Lebih efektif dan efisien baik itu dari segi pendanaan maupun waktu.

Belum lagi, persoalan branding yang lebih banyak di kuasai oleh kapitalis. Hal tersebut kemudian semakin memperparah kekecewaan dan membunuh potensi masyarakat untuk berkembang. Bubuk kopi misalnya, ABC, KAPAL API, dan lain sebagainya mampu mengajikan kopi lengkap, dengan kemasan yang menarik hanya dengan merogoh kocek sebesar Rp 1000-Rp 2000, sedangkan untuk kopi hitam, yang hanya di sajikan dengan gula, tanpa susu apalagi tambahan krimer atau sebagainya, itu akan menelan biaya produksi yang jauh lebih besar. Tenaga untuk menglah kopi dan sebagainya. Hal itulah yang kemudian membuat industri masyarakat menjadi melemah. Hingga akhirnya, masyarakat lebih memilih untuk menikmati saja. Dari pada membuat dan menikmati sendiri.

Dan mau tidak mau, ada peran dan keterlibatan media massa di sana, saya ingat betul ketika saya kecil ditahun 90an, kami tidak pernah berpikir harus mengganti baju kami sebulan sekali, harus mengganti tas sekolah kami setiap haru. Apalagi kalau harus menggunakan pakaian yang berbeda setiap hari. Kami sudah merasa cukup dengan sebuah tas, sepatu yang masih bagus dan layak dipakai. Akan tetapi kemudian media massa yang berkembang secara pesat dan luas, mengubah prilaku dan proses memilih anak-anak kita. Bagaiamana mereka sudah berpikir, saya mau tas yang ada gambar barbie, saya mau tas yang ada gambar doraemon, dan sebagainya. Dan itu semua mereka dapatkan dari iklan dan pemberitaan media massa.

2.Media massa mendidik masyarakat untuk menjadi bergantung

Selanjutnya, prilaku konsumtif yang lebih tinggi dibandingkan dengan produktif tersebut, kemudian membuat masyarakat semakin bergantung. Dan tentunya itu kemudian semakin memperlemah posisi tawar masyarakat dalam mengendalikan apalagi untuk memfilter sebuah perubahan baik itu konsekuensi maupun dampaknya.

Masyarakat menjadi lebih bergantung pada apa saja yang di sajikan, diciptakan dan di desain oleh para kapitalis. Dan sekali lagi, media massalah yag menjadi agennya, agen kapitalis untuk memperkenalkan setiap produk, kebijakan atau apapun itu yang telah di produksi oleh media massa.

3.Standarisasi dan indikator kelas sosial.

Beberapa saat yang lalu, saya melalukan survey untuk persiapan program pendampingan dan penguatan kapasitas bagi remaja dan anak miskin putus sekolah. Dari 4 desa yang saya datangi, ketika di tanya, mengapa anak-anak mereka putus sekolah. Mereka menolak untuk dikatakan tidak mampu untuk membiayai anak mereka untuk bersekolah. Karena menurut mereka, para orangtua mampu untuk membiayai anak-anak mereka untuk bersekolah, hanya saj sayangnya anak-anak merekalah yang menolak untuk bersekolah. Mereka lebih memilih untuk bekerja saja.

Karena ketika bersekolah mereka akan terus menerus berada dalam kondisi yang memperihatinkan. Mereka akan di kucilkan dari pergaulan, tidak bisa melakukan apa-apa. tidak bisa jalan-jalan karena mereka tidak memiliki motor, tidak memiliki Handphone. Dan itu artinya mereka tidak gaul.

Dan bagi anak-anak tersebut, lebih baik tidak sekolah ketimbang disebut gaptek, lebih baik tidak berpendidikan ketimbang di sebut tidak gaul. Dan oleh karenaya mereka kemudian lebih memilih meninggalkan pendidikan dengan segala keprihatinan mereka, dan mencari uang dengan berbagai cara. Ada yang mengangon (menggembalakan) sapi orang lain. Bekerja sebagai penari kuda lumping, penjaga tokoh, atau sekedar menjadi buruh tani. Mereka ingin bekerja dan mendapatkan uang secapat mungkin. Bukan, bukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. akan tetapi untuk memperoleh prestise. Memperoleh pengakuan, dan tidak di cap sebagai manusia gaptek, tidak gaul, dan ketinggalan zaman.

Sekali lagi, media massalah yang sebenarnya telah menjadi pelaku utama, penyebaran nilai-nilai dan pemaknaan konsep diri yang seperti itu. hari gini gak punya HP? Kata ringgo agus rahman dalam salah satu iklannya. Lah ia masa anak muda gak punya HP, tukang becak ajha punya. Ngrti internet gak ndeso kata Tukul Arwana. Dan banyak lagi iklan-iklan lain yang kemudian mengarahkan pada sebuah proses pembentukan konsep diri seorang manusia. da itu artinya, kalau bicara konsep diri maka harga dirilah yang tengah dipertaruhkan.

Da sekarang, kita lihat bagaimana efek dari hal tersebut kemudian semakin membuat kemiskinan itu makin mengkristal. Salah satu cara yang paling tepat untuk meningkatkan dan memperbaiki strata sosial manusia adaah melalui pendidikan. Dan mereka justru meninggalkan proses pendidikan mereka untuk mencapai prestise dan menjadi pekerja kasar.

Angka pengangguran dan buruh semakin meningkat, dan bagaimana mereka kemudian akan memperbaiki masa depan mereka, ketika mereka tidak memperoleh pendidikan yang layak. Apalagi kemudian mereka juga mulai terjebak dengan persoalan-persoalan remaja lainnya seperti pernikahan dini dan lain sebagainya. Mereka kemudian menjadi keluarga-keluarga baru, orang-orang baru yang menambah angka kemiskinan.

Persoalan-persoalan inilah yang ikut menjadi salah satu penyumbang terbesar kenapa bangsa Indonesia tetap berada dalam lingkaran hitam kemiskinan. Lebih jauh saya pikir ada beberapa hal yang kemudian menjadi alaasan mendasar sehingga hal-hal tersebut di atas menjadi layak dilakukan.

1.Indonesia adalah negara dengan tingkat ketergantungan yang tinggi.

Andre gunder frank, seorang ahli yang mengkaji mengenai teory ketergantungan dalam proses perubahan sosial, mengatakan bahwa ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi perubahan sosial di suatu negara, yaitu :

a.Hubungan negara satelit dan negara metropolis.

Kita pahami dengan baik tentunya seberapa tergantungnya Indonesia ini dengan beberapa negara adidaya maupun negara-negara kecil dilingkungannya. Sehingga kemudian Indonesia sendiri tidak memiliki posisi tawar tersendiri. Di tahun 1998-1999 perekonomian Indonesia Collapse karena pengaruh dari dunia perekonomian dunia. Dan itu terjadi karena sebagian besar dari modal Indonesia adalah Modal Asing. Dan sekarang bangsa kitapun tidak bisa lepas dari ketergantungan tersebut. Kita masih saja bergantung pada amerika, dan negara-negara eropa yang sekarang bahkan sudah terkena krisis finansial.

Kondisi-kondisi ketergantungan itulah yang kemudian membuat Indonesia tidak mampu untuk menolak benda atau barang apapun yag akan di pasarkan dan di jual di Indonesia. Hal tersebut kemudian di desain da dikemas sedemikian rupa oleh media massa. Diaggap sebagai trend baru, ukuran kualitas dan stara sosial baru. Maka barang apapun yang datang ke Indonesia akan diterima begitu saja dan tentunya laris. Dan sebagai Imbalannya Indonesia di libatkan dalam proses-proes perekonomian Dunia dan Internasional. Tapi sekali lagi itu bukan prestasi, karena Indonesia tetap saja menjadi Objek. dengan penyerapan pasar terbanyak, bukan berarti kualitas hidup rakyat Indonesia meningkat. Karena berbanding terbalik dengan meningkatnya penyerapan pasar tersebut, tingkat kemiskinan dan ketergantungan masyarakat Indonesiapun semakin meningkat.

b.Modal Asing

Sebagian besar dari perusahaan-perusahaan besar di Indonesia adalah kepunyaan Pemerintah dan orang-orang asing. Penyumbang devisa 15 besar negara ini adalah perusahaan-perusahaan asing, perusahaan-perusahaan asing yang sebenarnya telah mengambil kekayaan alam dan sumberdaya Indonesia itu sendiri. Dan dalam kondisi itu, apa yang di peroleh oleh bangsa Indonesia. Paling tinggi ya jadi direktur, atau manajer, selebihnya ya buruh biasa.

c.Pemerintah Lokal

Seyogyanya perubahan sosial itu dikendalikan oleh pemerintah lokal. Dengan demikian sebenarnyaPemerintah dapat saja mengendalikan perubahan tersebut sehingga melahirkan sebuah perubahan yag mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Indonesia, selain beberapa kepentingan tersendiri bagi Pemerintah yag merupakan repsentasi Individu maupun kelompok tersebut. Akan tetapi juga hilangnya Independensi dari pemerintahan dan tata kelola penyelenggaraan negara tersebut. Membuat setiap perubaha yang terjadi semakin memperparah kondisi dan tingkat kemiskinan di Indonesia.

Dalam hal ini, pemerintah, dalam proses penyelenggaraan negara kemudian di kendalikan oleh negara-negara asing. Dalam rangka untuk mempertahankan hubungan antar negara tersebut. Dan coba kita lihat, apa yang bisa dilakukan oleh SBY, dan Rezimnya untuk menghadapi, malaysia, arab saudi, cina, thailand apalagi amerika dan Korea.Tidak ada bukan, karena pemerintah lokal sendiri telah benar-benar dikendalikan oleh kepentingan untuk mempertahankan hubungan dengan negara- negara di luar tersebut.

d.Kaum Borjuis Lokal

Lebih jauh, siapa sebenarnya yang akan paling diuntungkan ataupun dirugikan dari proses kerjasama negara Kita dengan negara-negara di luar sana. Tentu saja kaum kapitalis lokal. Kita ingat krisi moneter 1998, siapa yang merasakan betul dampaknya pada waktu itu. para kapitalis lokalkan. Dan itu artinya ketika ada proses pemutusan kerjasama maka para pemilik modal itulah yang akan benar-benar di rugikan. Dan oleh karena itu bagaimana dan apapun keadaannya hubungan itu tidak boleh putus. Meski harus mempertaruhkan jutaan jiwa rakyat Indonesia bahkan Negara Indonesia Itu sendiri. Kita tidak boleh berpisah dengan dunia dan pasar global. Dan itu artinya kita juga harus sangat terbuka dengan globalisasi Informasi yang akan membawa bangsa kita pada proses pembangunan karakter yang semakin melanggengkan kemiskinan itu sendiri.

2.Kebijakan pemerintah yang memang melanggengkan kemiskinan.

Faktor pendukung lain, semakin mengkristalnya kemiskinan di negara kita adalah. Karena memang kebijakan pemerintah itu sendiri melanggengkan kemiskinan itu. kita ingat ketika Pemerintah menggulirkan Program BLT (bantuan Langsung tunai). maka pada saat itu masyarakat langsung berbondong-bondong mengaku miskin. Sekarang coba kita pikirkan, sudah masyarakat kita doyannya yang instan, konsumtif. Terus dibantu lagi sama uang tunai. apa itu artinya bukan mendukung sikap masyarakat yang buruk itu.

Dan itu juga berarti bahwa pemerintah memang menginginkan kemiskinan itu tetap ada. Kemudian kebijakan-kebijakan lainnya. kebijakan soalizin perkebunan, penguasaan lahan dan banyak lagi persoalan dan ketimpangan yang terjadi dan sekali lagi, kebijakan tersebut adalah kebijakan yang justru mempercepat mengkristalnya kemiskinan itu sendiri.

3.Kemiskinan adalah alat pencitraan

Dan satu fakta yang tidak lebih menyedihkan lagi adalah, kemiskinan adalah alat pencitraan. Dan alat penguasaan masyarakat oleh pemerintah. Kita lihat bagaimana janji-janji kampanye. Visi dan misi calon peserta pemilu bicara dengan lantang soal pengentasan kemiskinan. Janji-janji tersebut disebar dengan sedemikian luas melalui media massa. Menaburkan aroma bunga yang seolah akan menjadi jawaban dari segala penderitaan rakyat namun sayang bunga itu bunga bangkai.

Dan ada satu hal lagi yag perlu di ingat. Kenapa sebaiknya kemiskinan itu tidak boleh hilang dari Indonesia. Karena dengan kemiskinanlah maka para pemilik kepentingan dapat membeli apapun. Kalau masyarakat sudah kaya, sejahtera dan berkecukupan. Mana mungkin Rakyat mau di bayar dengan uang Rp 50.000-Rp 100.000 untuk sebuah suara, kemudian menggadaikan hidup mereka kepada sang penguasa. Tapi karena kemiskinan itulah yang kemudian membuat masyarakt mampu di beli dengan nominal yang sangat tidak sebanding dan sesuai tersebut.

Dan kita liht dengan jelas bagaimana Pemerintah memang mensetting dengan baik bagaimana caranya agar kemiskinan itu tetap di pertahankan. Tidak hanya pada kebijakan yang tidak berperspektif pada usaha-usaha nyata pengentasan kemiskinan. Akan tetapi juga pada tata laksana kebijakan itu sendiri. Harian rakyat Bengkulu Online hari ini memberitakan Bengkulu sebagai salah satu 3 provinsi yag di kenai sanksi Kemensos karena tidak mampu menghabiskan anggaran untuk kegiatan sosial.

Kemudian kebijakan jamkesda yang tidak jelas peruntukan dan mekanisme penerima dan penerimaannya, menjadi catatan tersendiri dari sekian banyak kebijakan pemerintah yag semakin jauh. Semakin menjadi benang-benang kusut untuk memperpanjang spiral-spiral kemiskinan.

Mengingat betapa rumitnya lingkaran spiral kemiskinan yang kita hadapi di Indonesia. Dan spiral-spiral itulah yang terus menerus di pertahankan oleh Bangsa kita. Tepatnya Oleh pemerintah kita, guna mempertahankan posisi dan kedudukannya. Dan sekali lagi rakyat hanya menjadi korban semata.

KEMISKINAN DAN KUASA MEDIA MASSA

Lebih jauh, marilah kita lihat sejauh apa keterlibatan media massa dalam membantu dan mempercepat proses kristalisasi kemiskinan itu. kalau pada bagian sebelumnya kita telah singgung bagaimana kemudian media massa menjadi agen utama dalam rangka transformasi nilai-nilai budaya masa, yang Konsumtif, Instanisasi dan ketergantungan. Maka bagaimanakah sesungguhnya media massa melihat fenomena kemiskinan tersebut.

Media massa, sebagaimana dua unsur sebelumnya, yaitu pemerintah dan Kapitalis juga ternyata tidak melihat kemiskinan ini sebagai sebuah persoalan yang menuntut penyelesaian secara cepat, tepat dan komprehensif. Akan tetapi kemudian media massa juga ternyata melihat fenomena kemiskinan ini sebagai sebuah komuditas.

Dan menjadikannya sebagai alat pencapaian target-target industri media massa itu sendiri. Dan kalau saya boleh bahasakan ini adalah merupakan proses komudifikasi terhadap kemiskinan itu.kemiskinan yang di jadika alat pencitraan bagi pemerintah secara tidak langsung kemudian memberikan manfaat tersendiri bagi media massa. Sehingga tidak jarang kita lihat, media massa menyiarkan berita kemiskinan dengan sedemikian rupa. Berita tentang seorang miskin yang membutuhkan dermawan dan uluran tangan. Maka tidak lama kemudian media massa juga akan menyiarkan seorang dermawan, tokoh politik, ataupun pengusaha kaya yang membantu masyarakat miskin tersebut. Bahkan terkadang tidak hanya di berita akan tetapi juga di Jepret dan halaman-halaman yang memang di peruntukkanuntuk proses pencitraan tersebut.

Dan jelas sekali dengan melakukan hal tersebut media massa kemudian memperoleh 2 keuntunga sekaligus, yaitu :

1.Meningkatnya oplah dan nilai tawar media massa di masyarakat.

Media massa dianggap berjasa, karena secara langsung telah menolong orang miskin untuk memperoleh bantuan. Denga demikian maka media massa kemudian mendapatkan tempat tersendiri di mata dan hati masyarakat. sehingga kemudian media massa ini memiliki posisi tawar tersendiri.

Dengan menungkatnya jumlah audiens da oplah, maka itu artinya semakin luas pulalah ruang dan lingkaran kuasa media massa. Dalam proses ini, media massa melihat kemiskinan sebagai satu komuditaas yang harus dipertahankan. Dengan merangkul dan memeluk masyarakat miskin. Mempertahankan mereka dalam lingkaran kuasa media massa, dengan berada dekat dengan masyarakat yang adalah merupakan sasaran pasar kapitalis, sekaligus juga sasaran dan konstituen politik pemerintah dan penguasa maka media massa tentunya memiliki posisi tawar tersendiri.

Jadi yang dilakukan oleh media massa adalah bersikap seolah-olah bersahabat dengan kaum miskin untuk meningkatkan nilai jual media massa itu sendiri di hadapan para pemilik kepentingan. kemiskinan dan masyarakat miskin adalah barang daganga tersendiri bagi media massa. Kemiskinan dan rakyat miskin adalah komuditas media massa untuk meningkatkan rating dan posisi tawar media massa itu sendiri. Dan sekali lagi rakyat adalah objek pencapaian tujuan.

2.Mempertegas lingkaran Kuasa Media Massa

Rating media massa ini yang kemudian akan mampu mengendalikan sistem politik dan ekonomi sebuah negara. Media massa juga membutuhkan tempat tersendiri untuk tetap bertahan dan mempertahankan kuasanya.

Kita lihat bagaimana kemudian media massa tingkat lokal maupun nasional yag memblow up isyu sedemikian rupa. Hal ini adalah sebagai bagian dari upaya media massa untuk semakin berkuasa dan bentuk nhata pengendalian sistem dan kerangka berpikir masyarakat. yang ke depannya juga akan berpoengaruh pada stabilitas ekonomi, pertahanan, keamanan dan tentunya kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini media massa mampu mengendalikan sistem politik dan tata kelola negara. Yang juga akhirnya akan berimbas pada agenda solusi yang akan di pilih oleh para pelaku dan pemilik kepentingan.

Media massa mengambil tempat tersendiri dalam melihat persoalan kemiskinan dan berbagai polemik di dalam masyarakat. tempat dimana media massa memiliki kepentingan tersendiri. Untuk menjadikan kemiskinan dan fenomena di masyarakat sebagai alat untuk mempertegas kekuasaanya di dalam masyarakat, dan sistem politik, dan ekonomi sebuah negara.

Selanjutnya, media massa juga menjadi agen strukturasi politik untuk tetap melanggengkan status quo kaum kapitalis dan penguasa. Dengan demikian, benarlah kiranya bahwa kemiskina itu adalah sebuah fenomena, fakta dan penderitaan yang senantiasa ada dan di alami oleh masyarakat kita. Karena dalam konteks kebijakan, pembangunan karakter hingga tata laksana program pengentasan kemiskinan para pihak yang memiliki kepentingan saling berlomba untuk mempertahankan dan mengkristalkan kemiskinan tersebut untuk kepentingan pribadi dan golongannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun