Draft Rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Sistem Penanganan Konflik Berbasis Komunitas yang disusun oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) atas dukungan Project Management Unit Peace Trough Development (PMU PTD) Nasional telah selesai disusun, dan selanjutnya segera diserahkan kepada Pemerintah Kota Palu dan DPRD setempat untuk ditetapkan.
Direktur PBHR, Muhammad Masykur, mengatakan, draft naskah akademiknya sudah selesai dan telah melewati beberapa kali uji publik melalui seminar, lokakarya dan focus group discussion, baik di tingkat masyarakat, eksekutif dan legislatif.
“Draft Ranperda itu segera kami serahkan kepada Pemerintah Kota Palu dan diteruskan kepada DPRD setempat untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah,” kata Muhammad Masykur.
Menurutnya, Ranperda yang terdiri dari 12 bab dan 61 pasal itu, berisi antara lain mengenai sistem penananganan konflik, tannggungjawab aparat keamanan, pemerintah dan masyarakat, pemetaan potensi konflik, pencegahan konflik, deteksi konflik, penyampaian laporan analisis konflik, kerjasama lembaga, rekonstruksi, sanksi, memaksimalkan lembaga adat hingga pembiayaan untuk rekonstruksi.
Pihaknya sengaja menyusun Ranperda itu, kata Muhammad Masykur, karena Kota Palu termasuk salah satu daerah di Sulawesi Tengah yang rawan konflik. Kota ini menjadi salah satu daerah transit bagi “penganjur perang” yang hendak menebar konflik di Sulawesi Tengah.
“Oleh karena itu, Ranperda ini akan menjadi regulasi yang lahir sebagai kebijakan pemerintahan di tingkat lokal untuk mengantisipasi terjadinya konflik dan upaya mendeteksi masuknya para ‘penganjur perang’ itu,” ujarnya.
Aktivis Pusat Muhammad Marzuki, Pusat Penelitian Perdamaian dan Pengelolaan Konflik (P4K) Universitas Tadulako (Untad), mengatakan, Kota Palu menjadi satu-satunya Kota di Indonesia yang memiliki Perda Penanganan Konflik berbasis komunitas.
Poso sebagai daerah bekas konflik saja, katanya, tidak memiliki kemauan yang kuat untuk menyusun peraturan daerah penanganan konflik. Itu membuktikan bahwa Pemerintah Kota memiliki kemauan yang keras untuk menciptakan kedamaian dan rasa aman bagi masyarakatnya.
“Ini langkah maju bagi Pemerintah Kota Palu dan patut ditiru oleh daerah-daerah lain di Indonesia. Kita patut memberikan apresisasi dan salut kepada Pemerintah Kota Palu,” kata Marzuki yang juga staf pengajar pasca sarjana Untad Palu ini.
Seperti diketahui, konflik Poso yang terjadi tahun 1998 – 2002 silam, dan memakan korban jiwa ribuan orang itu berdampak hingga ke Kota Palu---ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Teror bom, ledakan bom di rumah-rumah ibadah dan penembakan para tokoh agama merupakan upaya memindahkan konflik Poso ke Kota Palu. Untungnya, masyarakat setempat tidak terprovokasi sehingga tidak menimbulkan konflik dahsyat seperti di Kabupaten Poso dan sekitarnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Palu, Wiwik Jumatul Rofiah mengatakan, Perda Penanganan Konflik itu tidak hanya sekadar penting, tapi juga menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Oleh karena itu, DPRD Kota Palu akan memprioritaskan pembahasan draft rancangan perda itu untuk ditetapkan menjadi Perda.
“Kami telah membicarakannya di tingkat pimpinan, dan semuanya setuju untuk memprioritaskan pembahasannya. Rencananya di bulan ini juga segera dibahas untuk ditetapkan,” tandasnya. ***