Mohon tunggu...
Ocean
Ocean Mohon Tunggu... Guru - Kritik dan Saran silahkan tulis di kolom komentar ya, Selamat Membaca.

Sarjana Pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia (2015-2020) dan Pendidikan Profesi Guru di Universitas Negeri Semarang (2024)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Lepaskan Atau Pertahankan?" Indonesia dalam Pusaran Konflik Laut China Selatan

28 Mei 2024   01:22 Diperbarui: 29 Mei 2024   20:07 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu konflik dengan sejarah panjang yang mencuat di wilayah Asia Pasifik adalah Konflik Laut China Selatan. Laut China Selatan merupakan jalur pelayaran ketiga tersibuk didunia, dengan nilai mencapai 46ribu triliun dan luas 2.974.615 km persegi. Wilayah Laut China Selatan meliputi perairan dan daratan dari gugusan kepulauan dua pulau besar yaitu Spratly dan Paracel serta bantaran Sungai Macclesfield dan Karang Scarborough yang terbentang luas dari Singapura, dimulai dari Selat Malaka sampai ke Selat Taiwan. Kawasan ini juga menjadi sangat strategis ditinjau dari sisi jalur transportasi untuk pelayaran internasional, khususnya untuk angkutan minyak bumi dan gas yang menyambungkan Samudra Hindia dengan Samudra Pasifik. Dari segi politik, kawasan ini dibatasi oleh negara-negara yang memiliki sejarah konflik dan pergolakan yang berkepanjangan. Akibatnya, negara-negara tersebut sering dimasuki kekuatan ekstra regional yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perdamaian dan stabilitas. Posisi Laut China Selatan dalam peta dunia, berbatasan langsung dengan Vietnam di sisi barat, Filipina dan brunei di sisi timur, Indonesia dan Malaysia di sisi selatan, dan China juga Taiwan di sisi utara nya.

Source: South China Morning Post, AFP dan CNN Indonesia
Source: South China Morning Post, AFP dan CNN Indonesia

Benar adanya, Laut China Selatan selama ini banyak menyimpan potensi konflik dan sampai saat ini belum ada penyelesaian yang konkret. Saya memahami telah terjadi penguasaan atas wilayah yang tumpang tindih, memicu konflik politik dan hak berdaulat suatu negara. Berdasarkan surat kabar Hongkong yaitu South China Morning Post, beberapa negara yang terlibat dalam konflik Laut China Selatan antara lain; Vietnam yang mengklaim kepulauan Paracel dan Spratly, Filipina mengklaim kepulauan Spratly dan Scarborough shoal, Brunei dan Malaysia mengklaim bagian selatan Laut China Selatan dan sebagian kepulauan Spratly, dan terakhir China mengklaim 80% Laut China Selatan seluas 2.000 km berdasarkan nine dash line. 

Nine dash line merupakan sembilan titik imaginer membentuk huruf  “U” yang dijadikan China sebagai dasar historis sejak Dinasti Han untuk mengklaim wilayah Laut China Selatan pada sekitar akhir tahun 1940-an. Namun perlu diketahui bahwa Nine dash line dibuat oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut Internasional dibawah PBB atau UNCLOS 1982. Diketahui, UNCLOS 1982 hanya mengatur tiga cara penarikan baseline untuk mengukur wilayah perairan suatu negara yakni normal baseline, straight baseline, dan archipelagic baseline. Sedangkan nine dash line China tidak termasuk dalam UNCLOS. Hal ini telah dikonfirmasi menurut Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016 bahwa nine dash line China tidak memiliki dasar hukum. Berikut adalah gambaran nine dash line yang diklaim China dilihat dari Peta:

Source: UNCLOS CIA
Source: UNCLOS CIA

Inilah alasan mengapa setiap legitimasi yang diberikan terhadap nine dash line, bahkan di film-film Hollywood, sangatlah sensitif bagi negara yang berkonflik. Termasuk film Barbie yang pada tahun lalu dirilis di beberapa negara. Menurut surat kabar Tuoi Tre yang dikelola pemerintah Vietnam, film  Barbie yang tayang di bioskop Indonesia pada 19 Juli 2023 ini dilarang ditayangkan di Vietnam karena menampilkan peta Laut China Selatan versi Beijing dalam salah satu adegan. Perilisan film itu bertepatan dengan tujuh tahun keputusan pengadilan Den Haag yang tidak mengakui klaim China atas Laut China Selatan. Respon Vietnam terhadap penggambaran Laut Cina Selatan dalam film Barbie menunjukkan betapa sensitifnya isu ini di Asia Tenggara, tidak terkecuali di Indonesia. Namun ternyata, Indonesia menjadi negara yang menayangkan film Barbie di hampir seluruh bisokop nya. Apakah ini tanda bahwa Indonesia telah mengakui nine dash line China?

Source: zonajakarta.com
Source: zonajakarta.com

Sampai saat ini belum ada penjelasan atau respon dari pemerintah Indonesia terkait hal ini. Menjadi pertanyaan besar apakah Indonesia tak menyadari atau memang sudah tahu jika ada peta yang memuat pesan propaganda klaim Nine Dash Line China yang menyangkut Natuna Utara di film Barbie? Mayarakat Indonesia bisa saja tidak sadar karena tidak mengikuti pergolakan konflik yang bergulir di Laut China Selatan yang menyeret Indonesia terlibat meski posisi Indonesia bukan menjadi negara yang ikut mengklaim kepemilikan Laut China Selatan. Disadari atau tidak, ini menjadi salah satu ancaman bagi kedaulatan negara. 

bagi Indonesia, konflik Laut China Selatan bukan lagi hanya persoalan peta wilayah, namun sudah menyangkut kehidupan masyarakat Indonesia dan hak berdaulat suatu negara. Begitu banyak mayarakat kita yang menggantungkan hidupnya di perairan Natuna. Natuna adalah bagian dari provinsi Kepulauan Riau, yang mencakup pulau Batam dan Bintan. Terletak di bagian selatan laut adalah gugusan pulau Natuna yang terdiri dari setidaknya 154 pulau kecil, tempat tinggal sekitar 80.000 orang, sebagian besar adalah nelayan. Ujung Selatan Laut China Selatan yang diklaim China ini merupakan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dibawah konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS), dan selanjutnya pada tahun 2017 Indonesia menamai wilayah tersebut dengan Laut Natuna Utara.

China tidak pernah secara eksplisit menjelaskan apa saja yang tercakup dalam klaim nine dash line nya, namun China terus-terusan mengungkapkan klaim atas kepemilikan Natuna. Terkait ini, pihak Indonesia pernah menegaskan bahwa tidak akan pernah mengakui klaim China terhadap wilayah Natuna karena tidak didasari kekuatan hukum. Perairan Natuna masuk dalam daerah Zona Ekonomi (ZEE) Indonesia berdasarkan kesepakatan UNCLOS 1982. Perlu diketahui, Indonesia dan China merupakan bagian dari UNCLOS 1982. UNCLOS telah mengatur metode untuk menentukan zonasi atau wilayah perairan. Berdasarkan UNCLOS 1982, dijelaskan jika suatu negara memiliki kedaulatan atas perarian yang membentang 12 mil laut dari wilayahnya dan kontrol eksklusif atas kegiatan ekonomi yang berjarak 200 mil laut yang disebut sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Indonesia dalam posisi yang benar dan mengikuti hukum yang berada dengan berpijakan pada dua hukum yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun